Tiga puluh enam

417 50 3
                                    

Oliv duduk sendirian di salah satu sofa sebuah cafe. Dia menatap sekeliling, banyak pasang kekasih yang mengunjungi cafe ini. Maklum, malam ini adalah malam minggu. Malam bagi para pasangan untuk berkencan, dan malam bagi para jomblo untuk tidur di rumah.

Mengalihkan perhatian dari sana, ia memilih menyeruput secangkir coklat yang sekarang sudah tidak lagi panas karena sudah lama ia diamkan. Lalu ia melirik jam yang melingkar di tangan kirinya.

"Udah jam setengah sembilan, dan dia belum dateng juga?"

Setelah meletakkan cangkir coklat di meja, Oliv meraih ponselnya yang ia letakkan di sebelahnya. Ia mencari sebuah nama di kontaknya, setelah menemukan yang ia cari, ia langsung menghubungi nomor tersebut.

Menunggu beberapa lama, tetap tidak ada sahutan dari sebrang sana, hanya nada sambung yang terdengar di telinga Oliv. Cewek itu pun mematikan sambungan dan mengetikkan serangkaian pesan kepada orang itu.

Oliv menghela nafas, ia menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa dan sibuk dengan ponselnya saat seorang cowok duduk di sofa sebelahnya.

"Lama banget? Gue udah nunggu lo satu jam," kata Oliv menatap cowok itu.

"Yaelah, cuma satu jam doang," jawab cowok itu santai.

"Alvin, satu jam itu lama! Lo kamana aja sih?"

"Sorry, sorry, gue tadi ketiduran."

"Ya, terserah. Ayo belajar."

Alvin menghembuskan nafas dan menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Nanti dulu, gue baru dateng masa langsung belajar, sih? Makan dulu kek."

"Salah sendiri kenapa datengnya telat." Cowok itu melirik Oliv sekilas, lalu bangkit dari duduknya dan menjauhi Oliv. "Eh, lo mau ke mana? Alvin!"

Bukannya menjawab pertanyaan Oliv, cowok itu terus saja melangkahkan kakinya tanpa menoleh sedikit pun kearah Oliv. Dalam hati, Oliv menggerutu kesal menghadapi tingkah laku Alvin yang menyebalkan seperti itu.

Kurang lebih lima menit, Alvin kembali menghampiri Oliv. "Dari mana?" tanya Oliv.

"Pesan makan. Gue laper."

"Oke, ayo belajar."

"Nanti. Gue kan bilang, gue laper, mana bisa mikir?"

"Alah, alasan aja."

"Terserah, pokoknya gue gak mau belajar sebelum makanan gue dateng."

Alvin mengabaikan Oliv dan sibuk dengan ponselnya. Melihat Alvin yang seperti itu, Oliv hanya bisa menghela napas dan memilih sibuk dengan ponselnya.

Beberapa saat kemudian, pesanan Alvin datang. Cowok itu memakan hidangan di depannya dengan sangat santai, membuat Oliv geram saja.

"Cepetan makannya, Vin," kata Oliv. Alvin melirik Oliv sekilas lalu melanjutkan acara makannya dengan santai. "Alvin, ish."

Dengan perasaan kesal, Oliv mengalihkan pandangan dari Alvin, sibuk dengan ponsel ditangannya, tak memperdulikan Alvin lagi. Saat cowok itu pun mengajaknya bicara, Oliv hanya diam. Masalahnya, jika Oliv menyahuti perkataan Alvin, cowok itu makannya akan semakin lama, jadi ia memilih diam saja, walaupun Alvin sudah mencak-mencak karena Oliv tak menjawab.

"Udah?" tanya Oliv.

"Hm."

"Marah?"

"Menurut lo?" Alvin melirik Oliv kesal.

Oliv mengabaikan lirikan Alvin itu dan mengeluarkan buku tulis fisika dari totebag milikinya. "Ayo keluarin bukunya."

Alvin memutar kedua bola matanya malas, tapi cowok itu menuruti perkataan Oliv mengeluarkan buku paket dan buku tulis fisika serta alat tulis. Mereka mulai belajar, Oliv menerangkan dengan sangat lancar, penjelasannya terperinci, tapi orang yang sedang dijelaskan malah menyangga kepalanya dengan tangan dan menatap Oliv dengan malas.

Just MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang