Sembilan

874 87 6
                                    

Oliv melangkah cepat di koridor sekolah. Ia terlambat bangun karena tadi malam terlalu asyik belajar Matematika untuk ulangan hari ini.

"Hoi! Babu!" seru seorang cowok di belakang Oliv. Belum sempat Oliv menengok, cowok itu sudah berada di sebelah Oliv dan melemparkan tas sekolah kepada Oliv. "Bawain ke kelas."

Oliv melongo, menatap tas sekolah yang ada di dekapannya, sedangkan cowok itu terus saja melanjutkan langkahnya. Karena sadar Oliv tak mengikutinya, Alvin berhenti dan menoleh ke belakang. "Ngapain diam? Buruan sini!"

Seakan tersadar, Oliv langsung berjalan cepat keraha Alvin dan melemparkan tas cowok itu ke pemiliknya. "Bawa sendiri. Gue bukan babu."

"Lah, bukannya lo babu gue?"

"Sejak kapan?"

"Kemarin," kata Alvin. Cowok itu kembali melempar tas nya kearah Oliv. "Ikutin gue, jangan ngebantah."

Oliv menghela nafas lelah dan mengikuti Alvin dalam diam. Walau batinnya terus saja menghujat kelakuan cowok itu.

Alvin menunjuk salah satu bangku yang ada di pojok kelas, mengisyaratkan Oliv untuk menaruh tas disana. Dengan malas Oliv menuruti perintah Alvin. "Nah gitu dong, pinter," kata Alvin seraya menepuk-nepuk kepala Oliv.

"Gausah pegang-pegang," kata Oliv menepis tangan Alvin.

"Jangan galak dong, gak pantes," goda Alvin.

"Terserah." Tanpa pikir panjang, Oliv berlalu pergi meninggalkan Alvin. Bukan apa-apa, Oliv hanya tidak nyaman dengan tatapan teman-teman Alvin yang menatapnya sejak dia masuk kelas.

Oliv menghempaskan tubuhnya dengan kasar di bangku miliknya.

"PMS lo? Dateng-dateng muka udah ditekuk gitu," kata Vania yang heran dengan kelakuan sahabatnya.

"Nggak, lagi gak mood aja," jawab Oliv pelan.

"Kenapa?"

Oliv menghela nafas panjang dan menatap Vania. "Udah hari ini gue hampir telat, ketemu Alvin pula. Bikin mood gue gak baik aja."

"Lah, lo ketemu Alvin?" Oliv mengangguk. "Nih, minum dulu. Biar tenang." Vania memberikan botol minumnya kepada Oliv dan langsung cewek itu minum.

"Thanks."

"Diapain lo?"

"Dia nyuruh gue bawain tas nya ke kelas."

"Terus?"

"Yaudah, gue bawain lah. Daripada makin panjang urusannya."

"Yaudah gausah di pikirin lagi," kata Vania yang diangguki oleh Oliv. "Gimana, lo udah belajar buat ulangan matematika minat nanti?"

"Udah. Kalau lo?"

"Udah sih, tapi gatau deh nanti bisa apa enggak."

"Pasti bisa lah."

"Lo tau sendiri kan kalau gue lemah di bidang hitung-hitungan gini. Kalau kayak Biologi, Bahasa Inggris dll gitu sih gue masih bisa santai ya," kata Vania. "Lagian, kenapa sih mereka harus nyiptain matematika yang sulitnya gak ketulungan kayak gitu, kenapa di bagi jadi dua juga, bikin otak panas aja."

Oliv tertawa kecil mendengar gerutuan shabatnya itu. "Eh, kelas apa yang udah ulangan?"

"Gak ada. Kelas kita yang pertama. Habis itu kelas IPA-3."

IPA-3? Kelasnya Alvin kan? gumam Oliv dalam hati.

"Kapan?" tanya Oliv.

"Nanti, habis istirahat."

Just MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang