Tujuh belas

768 75 9
                                    

"Vin, lo udah denger gosip terbaru?" tanya Farel.

"Belom."

"Alvin kan bukan tukang gosip kayak lo Fel," kata Dimas yang mendapatkan tatapan tajam dari Farel.

"Ck, mau gue kasih tahu gak nih gosip apaan?" tanya Farel dengan sebal. Namun ia kembali semangat saat Dimas memintanya bercerita. "Satu sekolah lagi heboh karena katanya kemarin lo pulang sama Oliv."

Alvin mengerutkan alis lalu berkata, "Kata siapa?"

"Gue gak tahu sumber pertamanya. Tapi katanya banyak yang lihat kalau lo kemarin nunggu Oliv di depan kelasnya dan pulang bareng."

"Lo serius pulang bareng Oliv?" tanya Dimas terkejut.

"Bagian gue nunggu di depan kelas, itu fakta. Tapi gue pulang bareng cewek itu? Hoax banget. Gue sama dia cuma jalan bareng ke parkiran, gak lebih."

"Penyangkalan lo itu gak penting, karena saat ini anak-anak udah terlanjur termakan gosip lo pulang bareng Oliv."

"Yaudah lah, biarin aja," kata Alvin cuek.

"Gak bisa gitu dong," protes Dimas. "Kalau kayak gini Oliv bisa celaka."

"Celaka gimana?" tanya Farel yang bingung.

"Itu otak lo dipake dikit dong. Kalau gosip ini udah kesebar luas, kemungkinan si Clarin udah denger gosip ini dan langsung panas. Bisa aja hari ini dia akan datangin Oliv dan ngelabrak cewek itu."

"Eh, iya juga ya? Makin heboh dong sekolah ini nanti."

"Alah, itu belum tentu kejadian kan. Siapa tahu si Clarin diem aja karena dia gak percaya gosip," sangkal Alvin.

"Lo kayak gak tahu kelakuan Clarin aja. Cewek itu denger berita gak enak dikit tentang lo aja udah langsung marah. Apalagi berita yang kayak gini. Gue pastiin dia bakalan meledak," kata Dimas yang membuat Alvin kepikiran.

Farel melambaikan tangan kedepan dan berkata, "Gak usah terlalu khawatir, kan ada Vania."

"Untung ada cewek itu. Jadi gue gak terlalu khawatir Clarin bisa celakain Oliv."

"Vania siapa?" tanya Alvin.

"Vania. Satu-satunya cewek yang berani ngebantah Clarin," jelas Dimas. "Gak mungkin lo gak tahu."

"Gue tahu. Tapi gak tahu namanya."

"Untungnya cewek itu temen deketnya Oliv. Jadi dampak yang Oliv terima dari Clarin paling enggak akan berkurang kan? Asal Oliv nempel sama Vania terus," ucap Dimas.

"Yaudah, kalau gitu ngapain pusing mikirin dia sih. Karena ada Vania, palingan si Clarin gak bakalan nyentuh Oliv. Mana mau cewek itu moodnya yang rusak harus diperparah lagi sama Vania?" Dimas dan Farel mengngguk setuju. "Dan lo harus hadap depan sekarang juga Rel, gue gak mau dengerin omelan guru Bahasa Indonesia itu."

"Oh, bener juga. Gue kasihan sama kuping gue kalau dengerin omelannya Bu Dian yang panjangnya kayak cerpen," kata Dimas menambahi, membuat Farel langsung berbalik menghadap di depan. Sedangkan di depan sana, Bu Dian sudah curi-curi pandang, bersiap memuntahkan omelannya jika ketiga cowok itu tidak buru-buru memperhatikan dirinya lagi.

**

"Van, ayo ganti baju," ajak Oliv yang berdiri di samping bangkunya sambil membawa totebag yang berisi seragam sekolahnya.

Vania yang sedang bercengkrama dengan temannya yang lain pun mengangguk dan berjalan kearah bangkunya. Namun, belum sempat Vania sampai di bangkunya, ia mendengar gebrakan keras dari depan kelas.

"Mana Oliv?!" Ternyata itu suara Clarin yang menggebrak pintu dengan keras dan dengan wajah merah padam ia berjalan ke dalam kelas tanpa permisi.

Oliv masih berdiri di tempat dengan kaku saat Clarin dan dua dayangnya itu berdiri di depannya. Sedangkan Vania, ia terdiam tak jauh dari mereka karena terkejut mendengar gebrakan pintu. Suara ricuh yang semula terdengar dari mulut para cewek yang ada di situ langsung senyap, mereka tahu siapa Clarin, dan mereka tak mau membuat masalah dengan cewek seperti itu.

Just MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang