Tiga puluh tujuh

338 46 10
                                    

Senyum yang terukir di bibir Oliv langsung sirna saat berpapasan dengan Alvin di depan kantin. Rasa marah itu kembali datang. Ia langsung menggandeng tangan Vania dan mengajaknya masuk ke kantin, mengabaikan Alvin yang tengah menatapnya.

"Lo marahan lagi sama Alvin?" tanya Vania saat mereka sudah duduk.

Oliv mengukir senyum tipis, lalu menggeleng. "Enggak, kok."

Satu alis Vania terangkat, menandakan cewek itu tidak percaya dengan perkataan Oliv. Namun, sedetik kemudian, ia menghela napas dan memesan makanan. Meninggalkan Oliv.

Kini, mata Oliv yang menyapukan pandangan ke sekitar tak sengaja menatap tempat Alvin dan teman-temannya duduk. Cowok itu terlihat bahagia, tertawa bersama kedua temannya. Hingga tak sengaja pandangan mereka berdua bertemu. Tawa di bibir Alvin mulai surut saat melihat Oliv menatapnya tanpa ekspresi.

"Liv?" Oliv menoleh, mendapati Marsya berdiri di sebelahnya membawa satu gelas es jeruk. "Sendirian aja?"

"Enggak, kok. Gue sama temen."

Marsya mengangguk-angguk, lalu berkata, "Gue mau ke tempatnya Alvin, nih, lo gabung juga, yuk. Mau?"

"Eh, enggak, deh," jawab Oliv seraya mengukir senyum.

"Ayo, ih, pasti seru kalau rame-rame." Sekali lagi, Oliv menggeleng. "Serius gak mau?"

"Iya. Maaf, ya. Lain kali aja."

Marsya menghela napas pelan, lalu mengangguk. Cewek itu kemudian melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Menghampiri meja Alvin yang dipenuhi atmosfir bahagia. Tanpa berkata apa pun, dia mengambil duduk di sebelah Farel, membuat cowok itu sedikit terkejut.

"Ngagetin aja sih," kata Farel.

"Kalian bahas apaan, sih? Seru banget."

"Ada deeh."

"Mulai, dah, mulai, ngeselinnya," gerutu Marsya melirik Farel yang tersenyum lebar. "Gue lagi kesel, nih, gak usah diganggung."

"Kesel kenapa, sih, Sayang?"

"Gue tadi dihukum, karena lupa ngerjain PR, terus tadi gue ajak Oliv gabung ke sini, eh, dianya gak mau."

Mereka semua terdiam, saat nama Oliv disebut. Mata Dimas menatap Oliv yang tengah menyantap makanan bersama Vania. Lalu, ia beralih ke Alvin yang duduk di sebelahnya.

"Lo udah minta maaf sama Oliv?"

Dengan santainya Alvin mengaduk es jeruknya menggunakan sedotan lalu menggelengkan kepala.

"Gimana, sih? Ngaco banget lo. Oliv jelas gak terima Vin, dia pastinya marah, dan lo diem aja?" Alvin mengabaikan ucapan Dimas. "Vin? Gue lagi ngomong."

"Alvin sama Oliv lagi ada masalah?" tanya Marsya. Dimas mengangguk menyiyakan. "Masalah apa?"

Kisah tadi malam pun diceritakan dengan lancar oleh Farel. Selama mendengarkan sang pacar bercerita, Marsya berkali-kali melirik Alvin tak suka.

"Lo apa-apaan, sih, Vin? Jadiin orang barang tahuran, mana lo-nya kalah lagi. Kalau gue jadi Oliv, lo udah gue maki-maki tau gak."

"Sekarang aja kamu maki-maki dia, Sya," gumam Farel.

"Diam!" seru Marsya menatap Farel sejenak, lalu kembali memusatkan perhatian ke Alvin. "Lo kenapa bisa kalah? Sengaja?"

"Nggak."

"Bohong! Lo kan gak pernah kalah dari Arga. Oke, mungkin lo pernah kalah, tapi kan gak sering Vin, rata-rata lo yang menang kalau kalian lagi tanding."

Just MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang