Tiga puluh dua

450 50 1
                                    

Oliv melangkahkan kakinya pelan di koridor sekolah yang sepi. Pikirannya masih berkelana mencari cara mengembalikan saputangan Dimas tanpa harus bertemu dengan Alvin saat dia mendengar ribut-ribut dari arah depan. Oliv mendongak dan langsung diam di tempat karena melihat Alvin dan yang lain berjarak tidak terlalu jauh darinya sedang berjalan kearahnya sambil bersenda gurau.

Saat sudah dekat, Alvin menatap Oliv datar dan tidak repot-repot menghentikan langkah. Sedangkan Farel mengulas senyum berniat menyapa, Oliv membalas senyum itu, namun yang terukir di bibirnya malah senyum canggung.

"Hai Liv," sapa Dimas menghentikan langkah di depan Oliv. "Dari mana?"

"Habis dari toilet," jawab Oliv.

"Oh gitu."

"Iya," kata Oliv. "Hm, Dim—"

"Dim buruan, ngapain lo di situ," teriak Alvin dari depan.

"Gue duluan ya." Dimas melempar senyum ke Oliv dan menghampiri Alvin.

"Pasti mau bolos," gumam Oliv pelan menatap kepergian mereka bertiga.

Aduh, gimana caranya ngembaliin sapu tangannya Dimas kalau dia lengket banget sama Alvin? Tanya Oliv dalam hati.

"Hei," sapa seseorang di belakang Oliv yang membuat cewek itu sedikit tersentak kaget. "Ngelihatin apaan sih?"

"Eh, e-enggak, bukan apa-apa." Oliv mengernyit saat menatap cowok itu, karena dia tidak mengenali siapa cowok yang tengah berdiri di hadapannya ini. "Hm, siapa ya?"

"Lo lupa sama gue?"

Oliv menatap cowok itu dari atas sampai bawah. Pakaian cowok itu berantakan, bahkan nametag saja tidak ada di bajunya. Jelas sekali jika dia badboy, apalagi ada anting yang menghiasi telinga kirinya. Oliv yakin tidak kenal siapa orang ini, tapi dia sepertinya pernah bertemu dengan cowok ini. Tadi di mana? Pikir Oliv.

"Sorry, gue lupa."

Cowok itu tidak tersinggung, dia malah terkekeh pelan. "Kita pernah ketemu di cafe. Waktu itu gue duduk di depan lo karena gak ada kursi kosong lagi."

Oliv memutar otak, mencari potongan kejadian itu di laci otaknya. "Oh iya, gue inget," seru Oliv. "Nama lo, hmm ... ?"

"Darel."

"Ah iya, Darel." Oliv tersenyum ramah kepada cowok itu. "Gue baru tahu kalau lo sekolah di sini."

"Iya, kita kan baru ketemu," kata Darel. "Lo tadi ngelihatin apaan? Serius banget."

"Eh, bukan apa-apa kok."

"Alvin?"

"Bukan," kata Oliv dengan cepat.

"Dimas?" Oliv terdiam, karena tebakan cowok itu tepat sasaran sekali. "Oh Dimas. Kenapa sama dia?"

"Hm, lo kenal Dimas?"

"Di sekolah ini siapa sih yang gak kenal mereka bertiga Liv." Darel tersenyum miring. "Kenapa? Lo ada perlu sama Dimas?" Oliv mengangguk. "Terus kenapa gak lo samperin aja?"

"Uh, ada Alvin."

Darel mengernyit mendengar jawaban Oliv. "Gue pikir lo deket sama Alvin." Oliv diam. "Oke kalau lo gak mau jawab. Kenapa gak lo telfon?"

"Gak punya nomornya."

"Lah? Hahaha. Yaelah, lo udah kenal mereka tapi gak punya nomornya?" Oliv mengangguk pelan. "Oke, gue kasih tahu nomor Dimas."

"Lo punya?"

"Iya," jawab Darel. "Tapi sebelum itu gue minta nomor lo dulu."

Dengan cepat Oliv mengiyakan, tanpa berpikir macam-macam. Akhirnya mereka berdua bertukar nomor dan Oliv mendapatkan nomor Dimas. Oliv pamit kepada Darel dan berlalu ke kelas dengan senyum mengembang.

Just MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang