Dua puluh

715 64 8
                                    

Selama di perjalanan tadi, Oliv ngotot ingin beli makan karena ia lapar, tapi Alvin dengan keras kepalanya bilang jika di rumah ia punya mie instan dan menyuruh Oliv makan itu saja.

Alvin menyesal tidak menuruti Oliv, karena merupakan hal buruk menyuruh Oliv memasak di rumahnya. Sedari tadi cewek itu tak henti-hentinya bertanya dimana panci, piring, dll yang berhasil membuat Alvin emosi.

Namun Oliv dengan santainya duduk di sofa sebelah Alvin yang sedang menonton TV dengan volume keras setelah selesai dengan urusannya membuat mie instan.

"Kecilin dikit Vin," pinta Oliv.

Alvin melirik Oliv kesal tapi menuruti perkataan cewek itu juga.

"Cepat! Gak tahu apa kalau gue buru-buru?!" sentak Alvin yang hanya di diamkan saja oleh Oliv.

Alvin melirik jam dengan gemas, karena saat ini sudah jam 08.45 malam.

"Makan tuh gak boleh cepat-cepat, gak baik." Alvin mendengus kesal mendengar jawaban Oliv, apalagi melihat cara makan anak itu yang seperti putri solo. "Mending lo ambil buku-buku lo sana, daripada ngomel terus."

Tanpa diperintah dua kali, Alvin berjalan ke kamarnya mengambil buku. Hal yang membuat Oliv sedikit melongo karena baru kali ini cowok itu menuruti kata-katanya tanpa banyak tingkah.

Saat Alvin kembali dengan tumpukan buku, Oliv memakan suapan terakhir mie instannya dan meminun satu gelas air putih. Lalu ia menaruh piring beserta gelesnya dan mulai membuka buku tulis Alvin yang setiap buku hanya beberapa lembar saja yang terisi tulisan.

"Lo gak pernah nyatet?"

"Gak lah. Buat apa."

"Dih, buat apa? Ya buat belajar lah, supaya nilai lo bagus."

"Cuma nilai. Gak penting," jawab Alvin santai.

"Gak penting gimana? Itu jadi penentu lo lulus apa enggak loh."

"Alah, banyak yang nilainya rendah tapi bisa lulus. Nilai yang di rapot juga bukan murni milik kita, ada campur tangan guru yang mengobrak-abrik nilai. Setiap ulangan nilai gue jelek, tapi di raport pasti dapat nilai KKM, yaudah gue gak perlu pusing kan? Lagian percuma nilai rapot selalu bagus tapi gak punya skill. Gak guna juga di dunia pekerjaan." Oliv dibuat terdiam dengan penuturan panjang Alvin. Bisa-bisanya cowok berandal itu berkata seperti itu. "Kenapa diem? Tertegun karena ternyata gue bisa bener?"

"Eh, enggak kok," kata Oliv yang kembali membuka-buka buku Alvin. "Kertas ujian lo mana? Gue mau lihat."

"Ini aja lah, gue males ngambilnya."

"Gabisa. Harus lo ambil."

"Males."

"Gue aduin Bu Ana nih? Mau lo?"

Alvin menatap Oliv dengan tatapan tak suka. "Gak usah jadi tukang ngadu lo." Lalu cowok itu pergi ke kamarnya. Beberapa menit kemudian ia membawa beberapa lembar kertas. "Sisa itu. Yang lain gak tahu. Udah gue buang kayaknya."

Oliv tak menyahut, sibuk melihat nilai-nilai ulangan Alvin. "Nilai lo jelek semua ya."

"Emang," jawab Alvin dengan santai.

"Apalagi ulangan matematika, fisika, sama kimia. Gue heran, kenapa waktu itu lo dapat nilai sempurna?"

"Itu karena gue niat aja."

"Pasti nyontek."

"Suudzon banget jadi orang," kata Alvin. "Udah, sekarang kita mau ngapain?"

Oliv mengambil bolpoin dari dalam tasnya dan selembar kertas binder. "Kita bikin jadwal belajar." Alvin hanya mengangguk-angguk saja. "Kita belajar setiap hari senin sampai sabtu sehabis pulang sekolah, kecuali kalau besoknya kelas gue ulangan, kita gak belajar dulu. Gimana, deal gak?"

Just MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang