Tiga puluh lima

380 47 1
                                    

Dan, harapan Alvin terkabul. Oliv tengah duduk di bangku bersama Vania, tengah membaca sepucuk surat. Tanpa suara, Alvin menghampiri mereka.

"Surat dari siapa?" tanya Alvin. Oliv yang menyadari kedatangan Alvin pun langsung memasukkan surat itu kedalam laci. "Kenapa Liv?"

"Bukan apa-apa."

"Hm? Gue 'kan pengen tau."

"Bukan apa-apa, Vin."

"Ke kantin sekarang yuk, Oliv udah nunggu dari tadi loh."

Alvin melirik Vania sekilas, yang langsung menyurutkan nyali cewek itu. Alvin terus bertanya tentang surat itu. Sebenarnya dia tidak terlalu penasaran, tapi dia suka saja melihat ekspresi Oliv yang seperti itu. Hm, takut? Yah sepertinya, dan ada sedikit gugupnya.

Dengan senyum usil, Alvin merogoh laci meja dan meraih surat itu.

"Alvin, balikin." Oliv berdiri dan berusaha merebut surat itu, namun Alvin mengangkat surat itu tinggi-tinggi.

"Sst, diem, gue mau baca." Alvin membaca surat itu, dan seketika wajahnya berubah menjadi datar. "Dari siapa?"

"Gak tahu."

"Sejak kapan lo dapat surat ini?"

"Hm, sejak kelas 11."

"Dan lo belum tahu ini dari siapa?" Oliv mengangguk. Alvin kembali membaca surat itu.

Oliv merebut surat itu saat Alvin membawanya sedikit rendah. "Udahlah, gak penting juga."

"Mana surat yang lain?"

"Buat apa?"

"Gue pengen tau."

"Gak usah kepo deh."

"Gue pengen tau," kata Alvin lagi. "Gue majikan, jadi lo harus nurut perkataan gue." Alvin menghampiri tas Oliv dan membukanya, Oliv berusaha mencegah namun tidak bisa. Vania mengirimkan sinyal minta maaf karena tidak bisa membantu. Tangan Alvin keluar dari tas Oliv menggenggam beberapa lembar surat. Dibacanya surat-surat itu. "D?"

"Mungkin inisial namanya," jawab Oliv. "Udah ih, jangan dibaca."

"D?" tanya Alvin lagi, lebih seperti ke diri sendiri. "Dimas?"

Api amarah kembali bergejolak di diri Alvin. Dia sedikit mendorong Oliv agar dia bisa lewat. Surat yang berada di genggamannya ia remas, tatapan mata lurus menatap depan.

"Alvin, lo mau kemana?" tanya Oliv yang mengejar Alvin. Cowok itu tak menjawab, terus saja melangkahkan kakinya.

Dia menghampiri Dimas, yang untungnya masih berada di kelas bersama Farel. Alvin melempar surat-surat itu ke depan Dimas.

"Kenapa lagi?" tanya Dimas.

"Baca." Alvin menunjuk surat yang berserakan di depan Dimas dengan dagunya. Dimas mengambil satu dan mulai membaca, begitupun dengan Farel.

"Surat cinta?" tanya Dimas.

"Wih, lo dapat surat cinta, Liv? Keren, ha-ha!," kata Farel. Rasanya, Oliv ingin tenggelam saja saking malunya. "Terus, ada masalah apa, Vin?"

"Inisialnya."

"D?" tanya Dimas setelah kembali melihat surat itu.

"Hm. Dimas. Iya, 'kan?" tanya Alvin.

"Eh, tunggu-tunggu. Lo ngira surat ini dari gue?" Alvin mengangguk. "Bukan, gue gak pernah nulis yang beginian."

"Vin, sorry nih, gue tau si Dimas ada bakat-bakat jadi cowok cupu, tapi gue gak yakin kalau dia mau nulis surat kayak gini buat cewek." Dimas melirik Farel tajam. "Apa? Gue belain lo."

Just MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang