02 ¦ asumsi

1.7K 239 22
                                    

"Raina, maju nomor tiga ya!" ucap guru fisika mereka.

Raina mencolek Jaemin. "Na, aku nggak ngerti."

Jaemin paham maksud Raina. Pria itu segera mengerjakan soal nomor tiga yang kemudian di salin secara cepat oleh Raina.

Raina maju dengan percaya diri. Dia mengerjakan soal tersebut di papan dengan santai dan sudah pasti benar.

"Terima kasih, terus kembangkan prestasimu ya," ucap si guru yang disambut anggukan oleh Raina.

"Makasih Nana," bisik Raina pada Jaemin sembari tersenyum.

Jaemin mendengus. "Belajar yang benar."

Raina dan Jaemin tak hanya sekelas, mereka juga merupakan teman sebangku. Bangku kelas mereka di tata dua-tiga-dua dan mereka berada pada bagian dua di kanan ruangan.

"Mau kemana?" tanya Raina ketika melihat Jaemin bangkit dari kursinya.

"Ke toilet, Rai. Masa kamu mau ikut?"

"Ya nggak lah!"

Jaemin terkekeh kemudian beranjak untuk pergi ke toilet.

"Yo, Jaemin!" sapa ketua OSIS mereka saat ini, Huang Renjun.

"Renjun, kenapa?" tanya Jaemin.

"Ada olimpiade fisika baru nih. Lumayan buat penunjang masuk universitas. Cuma harus per-tim dua orang, nggak bisa individu," jelas Renjun sembari memberikan brosur.

Jaemin mengangguk paham. "Aku nggak ada teman yang bisa diajak selain Raina dan anak itu pasti nggak mau ikut beginian. Aku ... nggak bisa ikut."

"Tenang aja, nanti aku cariin orang buat jadi teman se-tim kamu. Aku rencananya cari tiga kelompok dari sekolah ini. Nanti pas bimbingan di bahas semua. Kamu ikut ya?"

"Aku pikir dulu ya, nanti malam aku kasih keputusan," jawab Jaemin.

Renjun mengangguk kemudian berlalu pergi sementara Jaemin melanjutkan perjalanannya ke toilet.

"Siapa? Park Raina? Masa sih dia gitu Hee?"

"Jaemin hanya dimanfaatkan. Raina itu bodoh, dia tidak bisa apa-apa."

"Aku kasihan. Jaemin bisa mendapat teman yang lebih baik dari pada dirinya."

"Dia sangat menjaga Jaemin seolah pria itu miliknya sehingga tak ada seorang-pun yang boleh mendekati-nya kecuali dia."

"Egois sekali, aku jijik melihatnya."

Jaemin menghela napas kasar. Bukan pertama kali ia mendengar gosipan tentang dirinya dan Raina yang bisa dikatakan melenceng.

Ia segera masuk ke toilet dan malah bertemu dengan Jeno, anak nakal namun pintar yang gila menurutnya.

"Najem!" sapa Jeno.

"Apa?"

"Cuma nyapa elah, judes amat kayak cewek ngambek," jawab Jeno.

"Minggir Jeno, aku kebelet." Jaemin mengusir Jeno yang kemudian mencibir.

Raina masuk ke salah satu bilik toilet untuk buang air kecil yang sudah ia tahan sejak satu jam yang lalu.

"Intinya Raina itu nggak akan bisa hidup tanpa Jaemin. Makanya dia ngawasin cowok itu biar nggak ninggalin dia."

"Heran ya Hee, kok Jaemin mau dimanfaatin gitu."

"Suatu saat Jaemin pasti sadar kok. Pasti ditinggal si Raina."

"Udah! Nggak usah bahas dia, bikin emosi."

"Heh, Rai!" Jaemin menepuk kepala Raina yang melamun.

"E-eh Na...."

"Kenapa kamu?"

Raina menggeleng. "Aku nggak apa-apa."

"Nggak apa-apa tapi sampai nahan nangis?"

Jaemin menatap sahabatnya dengan intens. "Kenapa? Jawab aku. Ada yang ganggu kamu?"

Tangisan Raina-pun pecah. Rasa sakit yang ia tahan keluar semua.

"A-aku manfaatin kamu doang ya Na?" isak Raina.

"A-aku kekang kamu ya?"

"Aku egois ya?

"Kamu bakal tinggalin aku?"

"Kamu ngerasa gitu?" tanya Jaemin.

Raina diam, menggelengkan kepalanya pelan. "Aku nggak pernah berniat manfaatin kamu."

"Terus kenapa harus tanya gitu, Rai?"

"Orang-orang bilang gitu."

"Yang jalanin hidup kamu itu kamu atau orang lain? Yang kenal kehidupan Raina sama Jaemin itu kita berdua atau mereka?"

"Kita," jawab Raina yang masih sesegukan.

"Terus, kenapa kamu harus dengerin perkataan orang tentang kita yang nggak benar?" Jaemin mengelus rambut Raina kemudian menghapus air mata gadis itu.

"Kamu nggak pingin punya teman lain?"

"Gimana aku bisa punya teman lain selagi sahabat aku yang ajaib ini belum bisa mandiri? Kalau punya teman lain, kita berdua harus sama-sama punya. Jadi, bahagianya barengan."

Jaemin memeluk Raina, masih sembari mengelus rambut gadis itu. "Mana Raina yang kuat dulu? Yang berani marahin orang-orang karena ngatain Na Jaemin si culun?"

Raina membalas pelukan sahabatnya. "Itu 'kan pas SMP."

"Ya 'kan manusia makin bertumbuh harus makin kuat. SMP aja kamu kuat gitu, masa SMA kalah sih."

Raina tersenyum. "Makasih Nana."

"Turun yuk? Mama masak makanan kesukaan kamu lho, Rai."

"Ih beneran?!"

"Iya, khusus anak perempuan kesayangannya, si Na Raina."

"Ih boleh nggak sih ganti marga beneran terus nyemplung ke keluarga ini?"

🌹to be continued🌹

25 April 2020

All the love,
Feli

Best Part (Na Jaemin) [Tamat;✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang