14 ¦ exam

1.1K 171 7
                                    

Ujian hari pertama telah selesai mereka lalui tanpa hambatan, dengan santai bagai di pantai.

Namun ini dia, hari ke dua dimana pelajaran yang di uji bukan lagi pelajaran bahasa seperti hari pertama.

Jadwal hari ini adalah matematika. Meski Raina sudah memenangkan salah satu olimpiade, tetap saja matematika masih menjadi mimpi buruknya.

Raina masih lebih baik mengerjakan seratus soal fisika atau bahasa dibanding mengerjakan matematika.

"Aku takut," gumam Raina.

Raina dan Jaemin duduk terpencar karena ruangan dibagi sesuai nomor absen. Untungnya huruf marga mereka tidak terlalu jauh N ke P, jadi mereka bisa satu ruangan.

"Santai, jangan takut. Nanti malah lupa semua," ucap Jaemin.

"Jangan tambah nakutin gitu Nana."

"Ayo masuk ruangan," ajak Jaemin.

Begitu masuk, mereka langsung duduk di bangku masing-masing sesuai aturan karena di ruangan ini mereka tidak diperbolehkan bicara jika tidak penting.

"Selamat pagi anak-anak."

"Pagi Pak."

"Hari ini ujian matematika ya. Saya harap kalian sudah belajar semaksimal mungkin sehingga bisa mengerjakan dengan baik. Saya bagikan soalnya."

"Udah setengah perjalanan nih," ucap Jaemin ketika ia dan Raina baru sampai di rumah.

"Besok fisika," ucap Raina.

Sebenarnya ketika akan ujian, mereka disuruh memilih antara tiga anak mata pelajaran IPA yaitu biologi, fisika, dan kimia. Awalnya Raina ingin mengambil biologi karena ragu, tapi ia ingat olimpiadenya.

"Iya besok fisika alias puncaknya menurutku," ucap Jaemin.

"Aku nggak nyangka aku pilih pelajaran ini. Dari kelas sebelas aku udah mikir bakal ambil biologi soalnya hitungannya sedikit," jelas Raina.

"Berarti ini kemajuan 'kan?" Raina mengangguk.

Jaemin menatap kondisi sahabatnya. Raina itu cantik dalam segala kondisi. Hanya saja saat ini ... mata panda, rambut acak-acakan, ditambah ekspresi wajah frustrasi membuat kecantikannya berkurang.

"Setelah ujian kita jalan-jalan ya," ajak Jaemin.

"Kemana?"

"Ke Lotte mau? Aku tahu beberapa make up kamu abis," ucap Jaemin.

"Ih bisa tahu dari mana kamu?!"

"Lihat di meja kamu lah, Rai."

Raina hanya mendengus lalu pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaian, Jaeminpun begitu.

Tak sampai lima menit Jaemin datang dan langsung tidur di kasur Raina dengan Raina sedang rebahan santai di tengah kasur.

"Jaemin astaga, itu penyet Rainanya!" pekik Ayah Jaemin ketika tidak sengaja melihat aksi anaknya dari luar pintu yang terbuka.

"Nana, aku penyet!" Raina memukul punggung Jaemin yang menindihnya.

Jaemin terkekeh. "Lucu banget sih."

"Nggak sadar kalau badan udah besar apa?"

"Oh kamu mengakui akhirnya, dulu aku dibilang kecil terus," ucap Jaemin.

Bagaimana tidak. Sewaktu SMP Raina bertumbuh tinggi secara cepat sementara Jaemin hanya segitu-segitu saja. Mana Raina duga ketika SMA Jaemin membalap tingginya hingga 12cm.

"Minggir!" Raina mendorong tubuh Jaemin hingga pria itu terbaring di sebelahnya.

"Rai," panggil Jaemin.

"Apa, Nana?"

"Habis ujian senang-senang ya? Kamu stres banget kayaknya," ucap Jaemin.

"Iya, Na." Raina memeluk Jaemin.

"Yuk semangat yuk."

Bohong jika Raina bilang soal ujian fisika tadi mudah. Tapi Raina agak heran, meski menggunakan jurus banting otak, ia tetap bisa mengerjakan soal-soal itu dengan baik.

"Fisika susah?" tanya Jeno yang mengambil biologi sendiri.

"Susah pakai banget, No. Tapi apa ya, masih bisa lah dikerjain," jelas Ryujin.

"Biologi?"

"Lebih susah ternyata," ucap Jeno frustrasi.

"Salah sendiri."

"Besok apa?"

"The sweetest exam, English," jawab Raina senang.

"Bagi kamu sweet, bagi aku malapetaka," ucap Jeno kesal.

Lia terkekeh. "Makanya No, pas SD belajar bahasa Inggris jangan malah main pesawat kertas."

"Kenapa nggak ada ujian bahasa Mandarin gitu ya? Dijamin seratus sih aku," ceplos Renjun.

"Ngawur!"

🌹to be continued🌹

3 Mei 2020

All the love,
Feli

Best Part (Na Jaemin) [Tamat;✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang