Setelah Senin kemarin aku membolos sekolah demi menemani Devanka, Hari ini aku mulai kembali sekolah.
Para murid dari lantai 1 sampai lantai 3 tidak henti-hentinya mencibirku.
"Nay, Nay ada apa si sebenernya? Yang diberitain di semua sosial media itu bener?" Tanya Naura tiba-tiba saat ku menaiki tangga.
"Iya Nay, Cerita-cerita sama kita" sambung Hana.Aku meneruskan menaiki tangga tanpa menggubris mereka.
"Nay! Ini semua nggak bener kan? Lu nggak mungkin ngelakuin ini, kan?" Tanya Naura memastikan.
"Menurut lu?" Tanya ku balik dengan malas."Ya enggak mungkin lah, elu kan yang paling seneng waktu dikasih kepercayaan buat jadi manager AOD squad, masa menyia-nyiakan amanah yang udah di pegang" ucap Naura dengan penuh keyakinan.
"Iya Nay, kita percaya sama lu! Lu pasti nggak salah! Lu harus jelasin ke semua orang kalo itu semua bukan sama salah lu!" Sambung Hana mencoba meyakinkan ku."Huffft, Han... Ra... Mau gua jelasin sampe bikin film layar lebar juga enggak akan ada yang percaya kalo tanpa bukti. Gua nggak punya bukti buat ngebela diri" papar ku memperjelas.
"Ya tapi elu nggak bisa diginiin terus, dari kemaren lu diomongin sama satu sekolah. Kita nggak terima!" Kekeh Hana.Aku terdiam sejenak, menarik nafas, lalu mengatakan...
"Mereka punya hak kok buat membicarakan gua, dan gua pun punya hak buat enggak memperdulikan pembicaraan mereka."
"Tapi Nay...." Teriak Hana dan Naura mengejar ku.
"Enggak ada tapi-tapian, gua bawa Buah Naga. Mau makan nggak?" Ucapku mengalihkan pembicaraan.
"Dih tumben banget lu bawa buah, biasanya Nasi uduk" celetuk Hana.
"Lah emang kenapa si kalo Ainaya bawa buah? Daripada bawa masalah kek lu" ledek Naura kepada Hana.
"Lah elu bawa musibah" balas Hana.
"TEROSSSSS AJA TEROOOOSSSSS""Mampus, Ainaya udah ngerubah sayapnya jadi tanduk" bisik Naura kepada Hana.
"Elu si"
"Lah ko gua? Elu lah"
"Elu"
"Eluuuuu"----
Jam pelajaran Pertama.Guru matematika sedang menerangkan materi, tapi tak ada satupun yang mencoba untuk mendengarkan.
"Kalian bisa diem nggak, si? Guru lagi nerangin juga" gumam ku dengan nada tinggi.
Semua mata tertuju padaku, tapi dalam hitungan detik, mereka kembali melanjutkan aksi mereka dengan sibuk dengan apa yang dilakukan masing-masing.
Dengan tegas, Bu Ratna (selaku guru matematika) langsung menarik paksa handphone Al.
"Apasi yang kalian sibukin?" Tanyanya sambil memeriksa handphone Al.
"Ibu emang nggak tau? Di WhatsApp, Facebook, dan Instagram sekolah kita lagi rame-ramenya Bu, gara-gara ada murid yang ngeracunin temenya sendiri" sahut salah satu teman kelasku.Seketika Bu Ratna langsung melirik ke arah ku.
"Udah udah, taruh handphonenya, kita lanjutin pembahasan" ucap Bu Ratna mengembalikan handphone Al kembali.
Aku tersenyum manis, ketika melihat seisi kelas begitu membenci ku.
---
Kringggg kringgg kringggg (bel pulang berbunyi)"Pulang harus sama gua, enggak ada penolakan. Segela sesuatu yang berbau penolakan itu menyakitkan" ucap Devanka yang langsung duduk disebelah ku.
"Gua kalo pulang bareng lu malah disangka mau ngejahatin lu. Lu tau kan? Bidadari nggak pernah jahat" ucapku menolak dengan penuh alasan.
"Gua ini yang dijahatin, kenapa mereka yang repot?" Sahut Devanka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Rahasia kita
Fiksi RemajaKalian harus tau baik-baiknya aku aja, Harus tau seneng-senengnya aku aja, ketawanya aku aja. Soal sakit, luka dan sedih biar aku sendiri yang merasakan :).