Play your game

547 77 5
                                    

"Kenapa Taehyung tidak memberitahuku bahwa ia pergi dengan Ara? Dia malah memberitahumu.."
Jisoo cemberut sambil duduk meminum air mineralnya.

"kau cemburu? Tenang saja. Taehyung orang yang setia. Lagipula dia menyuruhku memberitahumu kan?"
Jimin menyuapi Jisoo buah semangka yang ia beli di perjalanan tadi.
Karena pisang pemberian jatah dari rumah sakit tidak di makan oleh Jisoo.
Jisoo hanya menatap Jimin dengan rasa sebal.

"Sudahlah.. kau tidak perlu mengkhawatirkan Taehyung...  fokuslah pada kesehatanmu.
Bukankah hari ini beberapa pendonor akan menjalani tes?"
Jimin menyuapkan semangka ke dalam mulutnya tak sebanyak ketika ia menyuapi Jisoo.

"Nee.. dan Taehyung juga akan megikuti tes itu.
Semoga saja tidak cocok. Aku tidak mau membebani dia lagi.."
Pandangan Jisoo menerawang ke arah jendela.
Kini jendela itu menjadi sudut kesukaannya untuk membunuh rasa bosan.

"Kau sudah dewasa sekarang Jisoo..
dulu kau selalu saja merengek bahkan menangis ketika hal sepele menghampirimu..
Aku bangga padamu.."
Jimin mengacak-acak rambut Jisoo yang menepisnya dengan sebal, membuat Jimin terkekeh geli dengan mata sipitnya itu.

"Jisoo.. sebenarnya aku pikir kau tidak akan sedewasa ini, sungguh.. dan ...
Kejadian itu.. akan membuatmu selalu berpikir bahwa aku memang menginginkannya.
Padahal kau tau sendiri kenapa itu semua terjadi atas ketidaksadaran kita berdua.
Aku minta maaf atas hal itu.. sungguh.."
Jimin menaruh mangkuk semangka di nakas sebalah tempat tidur Jisoo.
Dan menaruh kedua tangannya untuk menopang dagu sembari menatap Jisoo yang menyimaknya.

"Dan ternyata lihatlah dirimu sekarang..
Apakah kau sadar ini semua berkat Taehyung?
Jika kau tetap memaksa perasaanmu padaku saat itu, mungkin kau tetap akan menjadi anak-anak.."
Jimin terkekeh mengingat kejadian masa lalu.

"Ya, aku sadar akan hal itu.
Taehyung datang di saat yang tepat.
Dan kita berdua pernah berjanji untuk selalu mendukung dan saling menyayangi sebagai saudara, bukan?"
Jisoo mulai tersenyum dengan tulus pada saudara tirinya itu.

Memang terasa sangat aneh bagi keduanya.
Karena mereka pernah melakukannya layaknya seperti kekasih.
Tapi sekarang mereka berperilaku seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
Itu semua karena tekad mereka berdua jualah yang berniat mengubur semua masa lalu, dan jangan pernah di gali lagi.

Perasaan Jisoo yang dulu, kini bisa berubah..
karena Taehyung..
Karena Jisoo terbiasa dengan Taehyung..
Pun dengan perasaan Jimin yang dulu pernah ada walaupun samar, kini berubah menjadi perasaan sosok kakak yang ingin melindungi adik perempuannya.
yang Jisoo tidak pernah tau bahwa dulu Jimin menyimpan rasa yang sama..

"Jisoo.. sebenarnya.."
Jimin terhenti, tapi dia pikir ini harus di sampaikan sebelum semua tambah runyam.

"Ada apa? Kau membuatku gugup.."
Jisoo tidak bisa menebak apa yang akan di katakan Jimin.

"Taehyung mengetahui kita pernah melakukannya.. aku tak sengaja mengatakannya.."
Raut wajah Jimin berubah. Ia tau ini pasti akan menjadi masalah baru diantara mereka bertiga.

"Kau pikir aku tidak mendengar ketika kalian berkelahi di ruangan ini?
Aku sudah tau, Jimin-ah..
Aku pikir dia marah pada kita berdua.
Makanya dia tak mengabariku bahwa dia bertemu berdua saja dengan Ara..
Aku takut ... "
Jisoo menekuk badannya meringis kesakitan.
Ia juga menatap Jimin seolah meminta bantuan.

"Kupikir dia tidak akan marah padamu.
Dia hanya terkejut karena ada hal baru yang ia baru ketahui lagi.
Dan itu salahku. Harusnya aku memberitahunya dari awal..
jangan khawatir.. Dia mencintaimu dengan tulus.
Jika dia Marah itu adalah hal yang wajar, bukan?
Tapi aku yakin dia tidak akan memperpanjangnya.
Kau begitu berharga untuknya...
Percayalah padaku..."
Jimin meyakinkan Jisoo yang matanya mulai berkaca-kaca karena hampir tak bisa menahan berbagai cobaan yang menimpanya.

~~~

"Kau sudah disini rupanya.
Ku pikir kau tak akan datang.. "
Sang kakek memasuki ruangan besar itu dengan tongkat andalannya, melihat cucunya,
Park Taehyung- yang duduk di kursi ukiran mewah di salah satu kondominium klasik milik kakek.
Ya, itu adalah ruangan kerja sekaligus tempat segalanya untuk kakek.
Taehyung baru pertama kali mendatangi tempat ini, seumur hidupnya.

"Kakek..."
Taehyung berdiri dan membungkuk rendah memberi hormat.

"Duduklah.."
Kemudian Kakek Yoongi menyuruh sang penjaga keluar dari ruangan itu dan meninggalkan mereka berdua.

"Bagaimana kabarmu?"
Kakek tidak terlihat basa basi walaupun sebenarnya sapaannya seperti itu.
Kakek terlihat sangar ketika duduk di bangku berwarna gelap di balik meja besarnya.

"Hm? Aku baik-baik saja.
Bagaimana dengan kakek?"
Taehyung hanya membalas pertanyaan seperti timbal balik.

"Aku tidak pernah sebaik ini dan bisa bertemu denganmu.. ku dengar kau berhasil membuat kontrak dengan YP company.
Pencapaian yang luar biasa.."
Sang Kakek memuji tanpa melihat langsung wajah cucunya itu.
Kakek Yoongi hanya sibuk mengetuk-ngetuk cerutu di mejanya.

"Terimakasih atas pujianmu, Kek..
aku sangat menghargainya.."
Taehyung membungkukkan badannya kembali dalam suasana canggung itu.

"Aku sudah melihat semua hasil kerjamu..
Aku pikir kau lebih baik daripada Jimin mengenai pekerjaan.
Jimin hanya sibuk dengan dunia musiknya saja.
Belum bisa diandalkan.."
Kakek berdecih melihat ke langit-langit mewahnya yang terukir lukisan Yunani Kuno, seolah ingin pamer.

"Maaf... jika Kakek ada maksud tertentu.
Sampaikan saja padaku secara langsung. Karena aku sedang bergegas.."
Taehyung memberanikan diri.

Mendengar cucunya seperti menyuruhnya buru-buru, kakek tertawa mengejek.
"Hanya kau yang berani mengatakan ini padaku.
Ku hargai keberanianmu...
Baiklah, aku akan sampaikan apa yang menjadi maksudku menyuruhmu datang kemari..."

Kakek menyalakan cerutu dengan korek klasiknya.
Dia benar-benar terlihat seperti mafia, pikir Taehyung.

"Park Taehyung, bagaimana jika kau bekerja di perusahaanku?
Aku butuh sosok jenius sepertimu.
Tentu saja di bidang kesukaanmu,
ART CREATIVE DIRECTOR.
Kau tau sendiri kan aku punya perusahaan media yang sudah berkembang dan banyak mempunyai anak perusahaan?
Aku memberikan posisi menarik untukmu..
Bagaimana??"

Mendengar itu jelas saja Taehyung sangat senang.
Karena jujur saja menjadi Art Creative adalah impiannya.
Walaupun sekarang ia menggeluti di bidang yang sama, tetapi design grafis hampir sudah di kuasainya.

Sedangkan menjadi seorang ACD sendiri, dia memiliki tanggung jawab mengepalai sebuah tim yang terdiri dari desainer grafis, penulis, videographer, fashion stylist, dan lain sebagainya yang berhubungan untuk membuat sebuah program, iklan, ataupun strategi pemasaran.
Berbeda dengan yang ia jalani kini,
Ia bagian dalam tim tersebut.

Tapi Taehyung tau, Kakek pasti ada maksud tersembunyi.
Tidak mungkin secara tiba-tiba seorang kakek yang puluhan tahun tidak pernah mau bicara, bahkan bertemu cucunya sendiri.
Sekarang meminta sang cucu untuk bekerja dengannya.
Aneh bukan?
Ini sudah berbau amis, pikir Taehyung.

Dalam kepala Taehyung, dia binbang.
apakah dia harus langsung menolak dan menyuruh kakek mengatakan yang sebenarnya.
Atau ia akan ikuti permainan kakeknya itu..

"Katakan saja jika aku akan menerimanya..
Lalu apa aku harus bekerja langsung di bawah perintahmu? Jujur saja, aku tidak terlalu suka pandangan kolot kakek terhadap pekerjaan."
Taehyung penasaran dan menyampaikan hal yang rentan membuat kakek marah.

Karena setau Taehyung, kakek tidak pernah ikut campur urusan management kecuali terdesak akan keputusan besar. Ia lebih suka memantau dan memetik hasilnya. Walaupun ia mendoktrin orang-orang di bawah agar berpikiran sama dengan dirinya.

"Hahaha.. ada apa? Kau takut?
Tentu tidak.. kau akan mempunyai management'mu sendiri...
Dan kau akan di tempatkan di perusahaan pusat.
Di amerika...
Bagaimana, Park Taehyung?"
Kakek memandang tajam ke arah Taehyung seolah menantang........



~💜~
Bersambung

Im here, J ! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang