Angel tears

554 78 6
                                    

"Melihat kondisi pasien yang seperti ini. Alangkah baiknya jika kita segera melakukan transplantasi.
Tetapi sayangnya, dari 3 pendonor, hanya 2 yang datang dan melakukan tes.
Dan dua-duanya belum ada kecocokan hingga 85%.
Kita tunggu saja 1 kandidat lagi hari ini.
Menurut info rumahnya sangat jauh sari Seoul."
Dokter segera datang ketika Jisoo mulai tak sadarkan diri.

Kondisi Jisoo memang sangat melemah.
Tekanan darah menurun. Sel darah putihnya sudah terlalu bnyak. Jadi ia memerlukan beberapa suntikan lagi agar bisa sadar.

"Aku akan mengikuti tes itu.."
Taehyung tanpa basa basi bicara pada dokter.

"Aku juga.."
tak disangka Jimin ternyata berniat untuk menjadi salah satu pendonor.

Taehyung hanya menatap sang adik yang terlihat bertekad untuk mengikuti serangkaian tes.

"Baiklah. Jika memang kalian bersedia.
Karena ini harus di lakukan dengan cepat, jadi pengambilan sample darah dan sel jaringan akan di lakukan di ruang tindakan agar hasilnya segera kita ketahui. Tidak seperti kemarin yang mengambil sample vital saja. Kami tunggu di ruangan tindakan di lantai 3 satu jam lagi."
Dokter berpamitan pada Taehyung dan Jimin.

"Apakah pasien akan segera sadar?"
Taehyung mengelus-elus kepala Jisoo yang belum juga hadir di alam sadar.

"Jangan khawatir, dia akan segera sadar.
Rasa sakit yang mendera pasien terlalu tinggi untuk imunnya yang lemah.
Dia harus bnyak istirahat dan makan yang bertekstur lembut.."
Setelah menjelaskan iti dokterpun pergi meninggalkan bilik ruangan Jisoo.

~

"Jimin, apa kau yakin?
Biar aku saja.."
Taehyung membicarakan donor ginjal tadi.

"Kita tidak tau ginjal siapa yang cocok dengan Jisoo,hyung..
Apa salahnya mencoba.."
Jimin bergegas mengambil ponselnya yang berdering.
Rupanya ibu menelpon.

"Ya ibu.. tadi aku menghubungi ibu, tapi tak diangkat.
Ibu membaca pesanku?"
Terdengar suara panik ibu yang nyaring dari sana hingga Taehyung mendengar sayup suara ibu.

"Jangan khawatir bu, Jisoo pingsan karena kondisinya melemah. Dia akan segera sadar setelah di suntikkan obat. Bagaimana kabar ayah??"

Di tengah percakapan Jimin dan ibu, Jisoo membuka matanya perlahan.
Meringis kesakitan di bagian perut.
Dilihatnya Taehyung sudah ada ketika kelopak matanya terbuka perlahan.

"Oppa... aku kenapa?? Kenapa ini terasa sakit sekali?"
Jisoo menahan sakit yang luar biasa hingga sesekali menaikkan kakinya.

"Tidak apa-apa, kau hanya tidur terlalu lama.
Kau haus? Atau lapar?"
Taehyung mengelus-elus wajah Jisoo yang tidak terlalu pucat seperti tadi. Membuat Taehyung sedikit lega.

Jisoo hanya menggeleng.
Ia takut jika makan, perutnya akan lebih sakit.

"Dokter susah menyuntikkan anti nyeri padamu.
Nanti akan mereda, bersabarlah..
Aku akan menyuapimu.."
Taehyung menyiapkan segala sesuatunya.

Terlihat Jimin memberi tanda pada Taehyung bahwa ia akan berbicara dengan ibu diluar.

"Jisoo.. aku dan Jimin akan menjalanin tes sebentar lagi.
Hanya formalitas saja apabila dari pendonor lain tidak ada yang cocok.
Jangan khawatir..."
Taehyung sengaja memberi tahu seperti itu karena jika Jisoo mengetahui bahwa tidak ada pendonor yang cocok dengannya, itu akan membuat kondisinya tambah menurun.

Jisoo tidak menjawab, hanya menyentuh salah satu pipi Taehyung dan mengelusnya perlahan.

"Hatimu dan Jimin begitu tulus, oppa...
Aku berjanji akan membuatmu bahagia..
Dan aku berjanji menjadi saudara yang baik untuk Jimin.."
Jisoo tidak bisa berbuat apa-apa kini untuk kekasihnya.

Taehyung menekan pelan air yang akan jatuh di ujung mata Jisoo dengan jemari panjangnya.
Serta mengecup lembut mata Jisoo dan membuatnya terpejam halus.
"Aku mencintaimu.. berjuanglah sedikit lagi, sayang.."
Taehyung menahan air matanya, karena ia begitu panik ketika Jisoo tak sadarkan diri.
Ia begitu menyadari bahwa sosok Jisoo tak bisa ia kesampingkan.

~~

"aku sudah sering mengalami berbagai tekanan dalam hidup.
Tapi kali ini rasanya sudah melewati batas kemampuanku sendiri..
Apa yang harus ku lakukan?"
Ayah bersandar di kursi pijat besar dirumah.
Bersanding dengan ibu yang baru saja memberikan teh hangat untuk ayah.

"Perkataan Ara jangan kau pikirkan. Mungkin dia hanya mengira-ngira saja.
Kau tau sendiri anak kita sedekat apa, kan?"
Ibu berusaha menenangkan ayah yang larut dalam suasana perih ketika mengetahui Jisoo menjalin hubungan dengan Taehyung.

"Kau tau? Aku tak peduli sekalipun itu benar.."
pandangan ayah menerawang menahan air mata.

"Tapi apa yang harus aku lakukan jika Ara benar-benar melakukannya?
Aku pasti akan menjadi orang yang paling berdosa terhadap anakku sendiri".
Ayah menaruh beberapa jarinya di bagian kepala, karena ia terlalu tertekan dengan konflik keluarga seperti ini.

"Aku bahkan tidak bisa merasakan rasa marahku karena mengetahui Taehyung bersama dengan Jisoo.
Aku merasakan khawatir yang berlebihan jika Ara dan ayahku bertindak untuk menghancurkan semuanya.
Aku akan mejadi ayah terburuk. Sungguh..."
wajah ayah memerah.
Menahan amarah dan rasa takutnya sepulang dari bertemu Ara di perpustakaan tadi.

Ara mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak diketahui siapapun yang bukan keluarga inti mereka.
Dan itu sudah pasti atas perintah sang kakek.
Tuan park Yoongi..

"Tadi Jimin memberitahuku bahwa 1 pendonor hari ini baru akan datang karena dia tinggal jauh dari Seoul.
Dan Taehyung juga Jimin akan menjalani tes untuk pendonor.."
ibu memijit lengan ayah perlahan.
Ibu tau saat ini tidak tepat mengatakan kondisi Jisoo.
Tapi ayah barus tahu, karena Jisoo adalah daraj daging ayah juga.

Ayah menghela nafas..
"Semua ini salahku..
Kesalahanku di masa lalu membuatku hancur seperti ini.
Aku hancur di wilayahku sendiri..
Bagaimana caraku menebusnya?
Agar anak-anakku bisa bahagia tanpa mengetahui apa yang tidak harus mereka ketahui..
Karena ini terlalu pedih..
Untuk anakku...
Dan juga untukku.."
Ayah menggenggam tangan ibu sambil terisak.
Tangis yang ia tahan akhirnya tumpah membasahi tangan Ibu.
Membuat Ibu ikut menangis pilu..

"Bagaimana jika kita di pisahkan dengan anak kita oleh ayahku?
Aku tak sanggup..
aku bersumpah akan memperjuangkan semuanya.
Demi kebahagiaan kita semua.
Aku berjanji kita akan menjauhi campur tangan kakek tua itu..
Maafkan ayah bu..."
Ayah memeluk ibu yang terisak tak bersuara sambil memegang dada karena sesak itu kian terasa ketika mereka mengingat wajah-wajah anak mereka seandainya mereka tak bisa bertemu lagi karena ulah Kakek dan Ara.

~💜~
Bersambung

Im here, J ! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang