Matahari mulai meredup dan hampir tenggelam ke arah barat, hari akan semakin gelap, burung-burung mulai berterbangan pulang ke rumah masing-masing bahkan langit pun berubah menjadi orange kecokelatan.
Seorang gadis berjalan di atas trotoar sambil menikmati angin sepoi-sepoi, ia sangat menikmati suasana di sore hari ini. Banyak kendaraan berlalu lalang serta suara bising yang mampu menemani sepi gadis tersebut.
Ia berjalan sendirian tanpa adanya seseorang yang menemani, hanya sepi yang sekarang menjadi teman baiknya dikala semua orang tidak ada yang mampu mempercayainya.
Senyum manis menghiasi wajah cantiknya, senyum yang mampu membuat semua orang tertipu oleh senyum itu. Tidak ada yang tahu senyum itu menyimpan banyak kesakitan yang mendalam, semua orang hanya melihat bahwa ia baik-baik saja berbeda dengan hatinya yang terluka.
Gadis tersebut melangkahkan kakinya untuk menuju ke cafe, suara lonceng berbunyi saat ia memasuki cafe tersebut. Ia mengedarkan pandangannya untuk mencari seseorang yang ingin ia temui.
"Dira" panggil seorang pria yang sedang melambaikan tangan ke arahnya.
Dira menghampiri pria tersebut yang tadi memanggilnya, ia tersenyum saat sudah berada dihadapan pria itu dan mendaratkan bokongnya pada kursi yang di sediakan.
"Kenapa dokter menyuruh saya buat temui dokter dicafe ini" ucap Dira kepada dokter yang bernama Kenan.
"Apa ada masalah kalo saya menyuruh kamu untuk kesini?" tanya dokter Ken dan dibalas gelengan kepala oleh Dira.
Sebenarnya Dira sedikit canggung lantaran baru pertama kali ia mengobrol hal lain dengan dokter Ken. Ia juga masih penasaran mengapa dokter Ken ingin menemui dirinya.
"Maaf telat" ucapan seorang perempuan membuat Dira mendongakan kepalanya. Cantik, satu kata yang terlintas di benaknya saat melihat perempuan tersebut.
"I'm sorry sayang, aku telat karena tadi kejebak macet" ucap perempuan tersebut kepada dokter Ken.
Dira mengernyitkan dahinya, ada hubungan apa dokter Ken dengan perempuan itu, apa mereka punya hubungan dekat? Dira segera menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran negatifnya.
"Ga masalah, ayo duduk" perempuan tersebut kini duduk berhadapan dengan Dira.
Perempuan tersebut tersenyum saat melihat Dira yang terus saja menatap dirinya. "Kenalin saya Carissa, panggil aja Risa" Risa mengulurkan tangannya yang dibalas uluran oleh Dira.
"Saya Dira"
"pakai aku aja biar akrab" Risa tersenyum tulus pada Dira.
"Saya menyuruh kamu kesini buat menemui dokter Risa" ucap dokter Ken.
"Dokter Risa?" ujar Dira dengan pelan.
"Panggil kakak aja jangan dokter" Dira mengangguk mendengar ucapan Risa.
"Iya dok eh... kak" Risa terkekeh kecil melihat Dira yang masih canggung terhadapnya.
"Kalo begitu kamu panggil saya abang dong jangan dokter" ucap Ken dengan tersenyum.
"Hah" Dira terbengong setelah mendengar Ken untuk memanggilnya abang.
"Saya sudah menganggap kamu seperti adik saya sendiri jadi mulai sekarang kamu harus panggil saya abang dan panggil Risa kakak, anggap saja kami berdua adalah kakak kamu" ken mengusap kepala Dira dengan lembut, Risa yang melihatnya hanya tersenyum.
"Jadi Dira punya kakak sekarang?" tanya Dira dengan wajah yang berbinar dan diangguki oleh Ken dan Risa.
Dira tersenyum haru akhirnya ada seseorang yang masih mau menemaninya setelah kejadian yang menimpanya saat disekolah tadi. Tanpa disadari air matanya luruh segera ia mengusap air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDIRA [SELESAI]
Teen FictionTentangku tentangmu sempat tertulis di kertas yang sama. Namaku namamu pernah Tuhan satukan dalam skenario yang kita perankan. Rasamu rasaku pernah saling mengisi kekosongan. Meski tak pernah terucap, namun bisa dirasakan. Bukankah semua itu menyiks...