Setelah kemarin Dira berbaikan dengan Davi dan Cia, kini mereka bertiga berangkat bersama. Banyak yang memandang mereka dengan tatapan bingung oleh seluruh murid si sekolah terutama ketiga sahabatnya sekaligus Nara.
Banyak cibiran dan memandang Dira tidak suka tetapi tidak diperdulikan Dira seolah ia sudah kebal dengan semua cibiran itu. Dengan wajah datarnya Dira terus berjalan bersama Davi dan Cia.
"Gak usah dengerin omongan mereka Dir" ucap Cia yang merasa kasihan kepada Dira.
"Jangan dimasukin hati juga" sambung Davi melihat Dira yang seolah dia memang benar baik-baik saja.
Dira yang mendengar ucapan kedua sahabatnya hanya tersenyum, senyum yang menandakan bahwa dirinya baik-baik saja dengan semua omongan tersebut.
Davi dan Cia yang melihat senyum itu hanya saling pandang dan menatap Dira dengan sendu, mereka merasakan bahwa senyum itu hanyalah topeng untuk menguatkan dirinya. Mereka sangat menyesal dulu telah ikut menjauhi Dira, mereka hanya berharap Dira bisa seceria dulu.
Saat melewati Arvin, Damian, Keisha dan Nara langkah mereka harus terhenti lantaran seseorang dari mereka mencegahnya, mau tidak mau mereka berhenti dan menoleh untuk melihat siapa orang tersebut.
"Tunggu!" cegah Arvin.
"Kalian berdua ngapain sama cewek itu?" sambung Arvin bertanya.
"Gue sama Cia sahabatan lagi sama Dira" jawab Davi dengan santai.
"Lo ngapain sahabatan lagi sama dia, kan lo tahu dia bukan cewek baik" sahut Damian.
"Gak baik kata lo! Lo berapa tahun kenal Dira? Sampai bilang Dira gak baik lah, lo gak ingat dulu Dira gimana sama kita-kita. Bukan Dira yang gak baik tapi kalian!" sewot Cia kepada Arvin, Damian dan Keisha.
Dira yang melihat Cia mulai berbicara dengan nada tingginya, mulai menenangkan nya. Ia tidak ingin persahabatan mereka rusak karena dirinya.
"Dia kan memang gak baik, dia juga cewek perebut, pembohong pula!" ujar Nara yang membuat Davi dan Cia geram olehnya.
"Lo tuh iya-. Arghhh! Capek gue ngomong sama cewek gila kaya lo" Cia segera menarik tangan Dira dan Davi untuk meninggalkan mereka, bisa gila ia berada disana lama-lama.
Cia tidak menyesal telah memilih berbaikan dengan Dira. Yang jahat sebenarnya bukan Dira tetapi mereka yang lebih percaya pada orang baru. Ia tidak menyangka Nara yang dulu ia kira baik ternyata semua hanyalah palsu, ia tahu semua karena Dira telah menceritakan kejadian dimana pertama kali mereka mulai salah paham.
"Yaudah gue pergi dulu iyaa" pamit Cia saat sudah sampai di depan kelas Dira dan Davi. "Lo gak usah dengerin omongan mereka, lebih baik tutup telinga aja. Oke" Cia tersenyum lebar pada Dira dan dibalas senyum olehnya.
Melihat tubuh Cia yang semakin menjauh dan menghilang, Dira tersenyum tipis setidaknya hari ini tidak terlalu berat untuk ia lalui, karena berkat kehadiran Davi dan Cia ini semua terasa mudah.
"Ayoo Dir" ajak Davi dan menggandeng tangan Dira memasuki kelas.
Davi terus saja menarik tangan Dira sampai di bangku yang selama ini Dira tempati. Ia mulai mendudukan dirinya di bangku tersebut. Dira yang melihat Davi duduk di sebelah bangkunya mengernyitkan dahi.
"Lo ngapain duduk disini?" tanya Dira dengan kernyitan yang kentara di wajahnya.
"Iya gue mau duduk lah sama lo" Davi menyengir lebar pada Dira.
"Tapi nanti Dam-" belum juga Dira menyelesaikan ucapan langsung terpotong oleh Davi.
"Husstt diam deh. Gue tuh gak mau lo duduk sendirian Dira. Udah mending lo duduk" Davi menarik tangan Dira dan menyuruhnya untuk duduk.
![](https://img.wattpad.com/cover/220714711-288-k356616.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDIRA [SELESAI]
Roman pour AdolescentsTentangku tentangmu sempat tertulis di kertas yang sama. Namaku namamu pernah Tuhan satukan dalam skenario yang kita perankan. Rasamu rasaku pernah saling mengisi kekosongan. Meski tak pernah terucap, namun bisa dirasakan. Bukankah semua itu menyiks...