Elvan terus merenung di sebuah ruangan bernuansa putih yang terdapat seorang gadis terbaring dengan wajah pucatnya, sedari tadi memang Elvan menunggu gadis tersebut tersadar.
Ia terus saja mengingat kejadian tadi yang sangat membuat dirinya terkejut, rasanya sakit saat mengetahui kondisi gadis yang ia cintai.
Flashback On
Saat tidak sengaja ia melihat Dira pingsan setelah menampilkan penampilannya, dan dibawa oleh kedua orang berbeda jenis, Elvan segera mengikuti kedua orang tersebut, ia hanya tidak ingin orang tersebut menyakiti Dira.
Tetapi justru yang ia dapatkan Dira dibawa ke rumah sakit? Mengapa Dira harus dibawa kesana? Apakah kedua orang itu kenal dengan Dira?
Masih banyak pertanyaan yang muncul dalam benaknya membuat Elvan tanpa basa-basi segera turun dari mobilnya dan mengikuti kedua orang tersebut.
Alangkah terkejutnya Elvan saat Dira dibawa ke UGD? Ia masih tidak yakin hanya karena pingsan Dira langsung dibawa oleh mereka.
Lima belas menit lamanya Elvan menunggu di depan ruang UGD tersebut, ia terus saja bergerak tidak nyaman karena mengkhawatirkan Dira.
Hingga pintu tersebut terbuka dan memperlihatkan kedua orang yang tadi membawa Dira dengan pakaian khas jas berwarna putih, jadi mereka dokter? Lantas mengapa mereka langsung membawa Dira kesini.
Sama halnya dengan Ken dan Risa yang terkejut saat melihat seorang lelaki yang kini tengah berdiri didepan pintu dengan wajah tak kalah terkejutnya.
Ken dan Risa saling pandang, mereka masih bertanya-tanya siapa lelaki yang di depannya kini.
"Kamu siapa?" tanya Risa kepada Elvan.
"Saya temannya Dira"
"Kenapa kamu bisa tahu Dira disini?" tanya Ken.
"Saya tidak sengaja melihat Dira pingsan tadi makanya saya langsung mengikuti kalian, saya kira kalian akan menyakiti Dira" jelas Elvan.
"Apa kalian dokter?" sambungnya.
"Iya kami berdua dokter"
"Mengapa kalian bisa kenal dengan Dira? Kenapa bisa kalian membawa Dira yang pingsan ke rumah sakit? Apa terjadi sesuatu dengan Dira?"
Pertanyaan beruntun dari Elvan membuat Ken dan Risa terdiam, mereka bingung harus mengatakan sejujurnya atau tidak. Di satu sisi mereka telah berjanji pada Dira untuk menutupi hal ini.
"Saya kenal dengan Dira karena Dira pasien saya, kamu pasti ingin tahu kan apa yang terjadi dengan Dira?" Elvan hanya terdiam untuk mendengarkan kelanjutan ucapan Ken.
"Ken" panggil Risa sambil menggelengkan kepalanya seolah ia tidak ingin Ken mengungkapkan semuanya.
Ken menghela nafas dalam untuk bisa mengatakan hal yang sebenarnya. "Penyebab Dira pingsan bukan karena hanya pingsan biasa itu disebabkan oleh penyakitnya"
"Penyakit?" beo Elvan terkejut.
"Dira mempunyai penyakit leukimia, sejak dua bulan ini dan sekarang penyakitnya sudah menyebar sampai hampir merusak sumsum tulangnya, Dira telah melewati jadwal check up nya bahkan dia tidak meminum obat yang sudah saya kasih. Dia hanya terus menahan rasa sakitnya sampai rasa sakit itu hilang dengan sendirinya, itu sebabnya penyakit Dira semakin hari semakin memburuk"
"Saya harap dengan kamu tahu akan penyakit dan kondisi Dira sekarang, kamu bisa menjaga dia di sekolah. Saya tahu apa yang terjadi pada Dira di sekolah maka dari itu saya mohon kepada kamu untuk selalu ada di samping Dira, jika saja kamu telat maka kondisi Dira akan selalu bertambah buruk"
Penjelasan dari Ken membuat Elvan sesak nafas sejenak, ia tidak menyangka jika Dira mempunyai penyakit seperti ini. Pantas saja minggu kemarin saat Dira mengejar dirinya dia terlihat aneh ternyata karena penyakitnya.
Sekarang ia harus lebih menjaga Dira dengan baik, mengingat semua orang di sekolah membenci Dira. Apa ia harus memberitahu kepada sahabat Dira, Elvan menghela nafas kasar biarlah ia menyimpan dulu rahasia ini.
Flashback Off
Elvan terus saja menatap Dira dengan tatapan kosongnya, gadis yang selama ini ia kira baik-baik saja ternyata malah sebaliknya. Senyum ceria yang selalu nampak di wajahnya hanya topeng untuk menutupi luka yang Dira alami.
Yang sekarang Elvan lihat hanya wajah damai Dira yang masih terlelap, ia hanya ingin melihat wajah itu daripada harus melihat kesedihan di wajah cantiknya.
Ia mengingat saat Ken mengatakan bahwa hanya mereka bertiga yang tahu penyakit yang di derita Dira. Bisa saja ia membongkar penyakit Dira kepada sahabatnya, agar Dira tidak dibenci oleh sahabatnya sendiri, tetapi ia takut Dira akan marah padanya karena mengatakan yang sebenarnya.
"Elvan"
Suara lirih seseorang membuat Elvan terlonjak kaget dan membuyarkan lamunannya, ia melihat ke arah pintu tetapi tidak ada seseorang sama sekali lantas siapa yang telah memanggilnya.
Elvan mengalihkan pandangannya ke arah brankar, terlihat seorang gadis yang ia tunggu kini sudah sadar dan tengah menatap bingung ke arahnya.
"Lo udah sadar?" tanya Elvan sambil menghampiri Dira.
"Lo ngapain bisa kesini?" bukannya menjawab pertanyaan Elvan justru Dira menanyai Elvan balik.
"Gue udah tahu semuanya Dir"
"Maksud lo?" tanya Dira dengan bingung.
"Tentang penyakit lo"
Ucapan Elvan membuat tatapan Dira mulai menyendu, ia tersenyum tipis. "Jadi lo udah tau?"
"Kenapa lo sembunyiin penyakit lo dari gue? Seharusnya dari awal lo bilang ke gue Dir, biar gue bisa selalu ada buat lo"
"Maaf, bukannya gue mau menyembunyikan penyakit gue. Gue hanya gak ingin lo semua melihat gue dengan tatapan kasihan, gue juga gak pengin dapat penyakit yang bisa saja merenggut nyawa gue sendiri" air mata Dira terjatuh, lagi dan lagi Dira menangis padahal ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menangis, tetapi ia tidak bisa membendungnya lagi.
"Apa gue harus bilang Dir ke sahabat lo agar mereka gak benci sama lo lagi?"
Dira menggelengkan kepalanya. "Jangan! Gue gak ingin melihat mereka khawatir ke gue karena penyakit gue, biar mereka tahu sendiri apa yang terjadi sama gue. Lo janji kan Van gak bakal bilang sama mereka"
Elvan hanya mengangguk dan membawa Dira ke dekapannya, ia akan berusaha untuk selalu membuat Dira bahagia.
"Mulai sekarang lo harus terbuka sama gue" Dira mengangguk di dekapan Elvan.
"Mending lo pulang, gue mau istirahat karena besok gue harus berangkat sekolah" Dira segera melepas pelukan Elvan.
"Gue bakal selalu jagain lo. Dan lo gak boleh sekolah dulu Diraa, lo belum sepenuhnya pulih"
"Bodo wlee, gue tetap akan sekolah" Dira langsung berbaring di brankarnya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Elvan menghela nafas pasrah melihat sifat keras kepala Dira, ia hanya tidak ingin melihat Dira kenapa-napa karena ia tahu kondisi Dira yang semakin memburuk. Ia hanya takut jika Dira ke sekolah bukannya membaik malah membuat kondisi Dira bertambah buruk.
Ia tidak ingin mendengar semua orang mencemooh Dira lagi, cukup kemarin itu pun sudah membuat hatinya ikut merasakan sakit meski cemooh itu bukan terlontar untuk dirinya.
Tetapi ia tidak bisa apa-apa, ini sudah keinginan Dira yang harus ia lakukan adalah selalu berada di sisinya karena tidak ada lagi yang bisa menjaga Dira di sekolah selain dirinya.
🥀🥀🥀
To be continue
Maaf iya kalo chapternya ada yang kurang, mohon dimaklumi:)
Semoga sukaa:*
Jgn lupa tekan bintang di pojok kiri paling bawah❤
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDIRA [SELESAI]
Teen FictionTentangku tentangmu sempat tertulis di kertas yang sama. Namaku namamu pernah Tuhan satukan dalam skenario yang kita perankan. Rasamu rasaku pernah saling mengisi kekosongan. Meski tak pernah terucap, namun bisa dirasakan. Bukankah semua itu menyiks...