"Oh ini cowok yang katanya sok pintar" ucap seorang laki-laki berpakaian urakan sambil menekankan kata sok pintar.
Arvin, Damian dan Davi yang mendengar itu bersikap acuh dan tidak meladeni ucapan cowok tersebut. Mereka terus melangkahkan kakinya, tetapi berbeda dengan Arvin yang tiba-tiba menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan cowok urakan tersebut yang bernama Aska.
"Cowok yang ditakuti oleh semua murid karena kejadian beberapa bulan yang lalu" ucap Aska yang sengaja memancing emosi Arvin.
"Dan gak punya orang tua, mungkin malu kali iya punya anak kaya lo" sambung Aska dengan sinis.
Arvin mengepalkan tangannya kuat, ia paling tidak suka jika ada orang yang membahas tentang kedua orang tuanya, ia sangat sensitif akan hal itu.
Damian dan Davi yang melihat Aska yang sengaja memancing emosi sahabatnya segera mengambil tindakan. "Tahan Vin jangan kebawa emosi, omongan dia gak usah lo masukin hati" ujar Damian menahan tubuh Arvin.
"Kenapa berhenti, kerasa iya" ejek Aksa dengan senyum sinisnya.
"Kasian banget sih hidup lo gak dianggap sama nyokap bokap lo" kekehan mengejek terus saja keluar dari bibir Aska.
"Jangan mancing emosi anjing!" teriak Davi menahan emosinya melihat Aska yang terus saja memancing sahabatnya.
Bugh
Satu pukulan telak meluncur mulus di tulang hidung lelaki dihadapannya ini hingga membuat lelaki itu terjungkal ke belakang.
"Boleh juga pukulan lo" sinis Aska pada Arvin.
Aska yang tidak terima mendapat pukulan telak dari Arvin memukulnya balik. Membuat mereka berdua kini terlibat perkelahian.
Beberapa murid yang tidak sengaja lewat taman belakang terkejut, bagaimana bisa seorang Aska yang notabennya badboy cowok urakan disekolah berkelahi dengan Arvin murid yang termasuk cukup pintar di sekolah. Perkelahian mereka mengundang banyak murid berdatangan hanya sekedar untuk menonton, mereka tidak ada yang berani maju untuk melerai, alih-alih melerai malah justru dirinya yang terkena imbasnya, itu yang ada dipikiran mereka.
"Vin stop!" teriak Damian yang terus saja menarik tubuh Arvin.
"Gimana nih Dav gue takut Arvin kenapa-napa" sambung Damian bingung melihat Arvin yang menghiraukan ucapan darinya.
"Gue juga lagi bingung Dam harus apa" ujar Davi dengan frustasi. Sahabatnya itu memang susah diatur jika sedang emosi membuat dirinya terkadang kelimpungan, yang bisa menghentikan Arvin cuma pawangnya, hingga Davi teringat sesuatu. "Dam, Dira" lanjutnya.
"Dira apalagi sih, ini Arvin gimana goblok napa lo malah mikirin Dira" sewot Damian pada Davi.
"Ck! Maksud gue cuma Dira yang bisa nolongin kita" decak Davi kesal melihat Damian yang mendadak bego begini.
Mereka berdua segera berlari menuju kelas untuk mencari Dira, jarak taman belakang ke kelasnya memang lumayan jauh membuat mereka berdecak kesal. Sesampainya di kelas yang mereka lihat hanya kelas yang kosong tidak ada murid sama sekali. Saat akan berbalik mereka melihat teman siswinya membuat keduanya langsung bertanya.
"Lo liat Dira?" tanya Damian pada siswi tersebut.
"Gue daritadi gak liat Dira"
Mendapat jawaban yang mereka tidak inginkan membuat keduanya menghela nafas kasar, dan mereka teringat akan kedua sahabat perempuannya. Mereka berpikir bahwa Dira pasti disana membuat Damian dan Davi segera berlari menuju kelas sahabatnya.
Brakk
Cia mengelus dadanya karena jantungnya yang hampir copot saat mendengar suara yang menggelegar dari arah pintu kelasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARDIRA [SELESAI]
Genç KurguTentangku tentangmu sempat tertulis di kertas yang sama. Namaku namamu pernah Tuhan satukan dalam skenario yang kita perankan. Rasamu rasaku pernah saling mengisi kekosongan. Meski tak pernah terucap, namun bisa dirasakan. Bukankah semua itu menyiks...