Hari ini adalah hari senin, hari dimana membuat para murid malas untuk berdiri lama saat upacara apalagi terik matahari yang menyengat kulit. Terutama para cewek yang takut akan skincarenya, karena perawatan itu mahal bagi mereka.
Namun berbeda halnya dengan seorang gadis yang mengerjapkan matanya beberapa kali sambil memijit pelipisnya untuk meredakan rasa pusing yang melandanya. Sekuat tenaga gadis itu menyeimbangi tubuhnya agar tidak tumbang, tapi rasa pusing di kepalanya tidak bisa ia tahan lagi.
Bruk...
Semua orang yang melihat itu langsung memusatkan pandangannya pada gadis yang sudah tergeletak pingsan, tanpa ada niat untuk menolongnya.
"Eh ada apa sih di depan?" tanya Arvin pada cowok berkacamata di depannya.
"Anu...itu..." ucapnya gugup.
Arvin yang melihat itu kesana. "Anu apa sih, ngomong tuh yang jelas!" bentak Arvin.
"I-itu Dira pingsan"
Arvin berjalan cepat saat mendengar jawaban cowok berkacamata itu. Dan benar saja Dira pingsan, berarti yang sedari tadi menjadi pusat perhatian Dira sahabatnya. Dirinya tak habis pikir pada mereka semua, ada orang pingsan tapi tidak ada satu pun rasa kemanusiaan nya untuk menolong.
"Minggir!!" ketus Arvin dan sontak saja kerumunan itu langsung berhamburan karena takut.
Arvin menggendong Dira ala bridal style. Dan ia menatap satu persatu kerumunan itu. "Kalian gimana sih! Bukannya di tolongin malah di liatin! GAK GUNA!!" cibirnya dan pergi meninggalkan lapangan dengan Dira di gendongan nya.
Sedangkan Damian dan Davi diam saja melihat sahabatnya marah dan membiarkan mereka berdua.
Setelah sampai di UKS Arvin langsung membaringkan tubuh Dira di brankar itu dan membiarkan anggota PMR yang menangani nya. Arvin terduduk di salah satu kursi yang di sediakan di UKS ini.
"Eughh..."
Arvin menoleh kala mendengar suara lenguhan dari Dira. Arvin pun bangkit dan mendekati Dira.
"Lo udah sadar? Mau minum?" tanya Arvin beruntun.Dira mengangguk.
Arvin pun memberikan nya minum dan membantu nya minum.
"Udah" kata Dira.
Arvin menaruh gelas itu kembali di atas nakas.
"Lo kenapa bisa pingsan?" tanya Arvin.
"Gak tau, tiba-tiba pusing terus pingsan" jawab Dira berbohong, padahal dirinya belum sarapan sedari pagi.
Arvin menghela nafasnya. "Dasar" ucap Arvin sambil mengacak-acak rambut Dira gemas.
"Ish apaan sih lo! Rambut gue jadi berantakan nih" gerutu Dira kesal seraya memberikan bibirnya.
Arvin terkekeh geli. "Sini gue benerin lagi" ucap Arvin sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Dira serah merapihkan rambut Dira.
Krucuk...krucuk...
Dira yang mendengar suara perutnya yang berbunyi menundukan wajahmu takut sekaligus malu. Sedangkan Arvin yang mendengar itu memandang gadis yang sedari tadi menunduk dengan lekat.
Diangkatnya dagu gadis itu untuk menatap dirinya. Dira yang mendapat perlakuan dan ditatap seperti itu menelan salivanya susah payah, sebisa mungkin dirinya untuk tidak terlihat takut walaupun sebenernya ia gemeteran.
"Perut lo bunyi?" tanya Arvin dengan wajah datarnya.
Dira menganggukan kepalanya sambil menunduk. Jantungnya berdebar sangat kuat, bukan, bukan karena ia sedang jatuh cinta. Itu karena ia sedang merasa takut sekarang.
Arvin yang melihat raut wajah Dira yang sedang ketakutan mengernyit bingung. "Lo udah sarapan tadi pagi?" entah kenapa dirinya menanyakan itu.
"Be-belum" ucap Dira gugup.
Arvin yang mendengar itu menghela nafas gusar. "Kok bisa sih Ra! Lo sampe gak sarapan!" bentak Arvin.
"A-anu g-gue" ucapnya terbata-bata. "Sial! Kenapa gue harus gugup gini sih" unpatnya dalam hati.
Arvin diam tidak menjawab apapun menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya.
"G-gue t-tadi kesiangan, gue buru-buru jadi gak sempet sarapan" ucap Dira lirih.
"Maaf Vin. Gue bohong tadi, sebenernya gue pingsan karna belum sarapan" lanjutnya.
"Di maafin"
"Eh! Hah!" Dira reflek mendongak.
Ia tidak paham dengan ucapan Arvin barusan "maksud lo?""Gue maafin lo Ra dan gue gak marah sama lo" ucap Arvin seraya tersenyum tipis.
"Beneran?"
"Tapi ada syaratnya"
Dira mengernyit bingung. "Syarat?"
"Syaratnya lo jangan ulangi lagi kejadian kaya gini, paham"
Dira mengangguk senang tenyata Arvin tidak marah kepadamu padahal dirinya sudah membayangkan betapa seramnya Arvin saat lagi marah.
"Yaudah gue mau beliin makanan dulu buat lo, mending lo istirahat aja. Nanti gue kesini lagi" ucap Arvin perhatian.
Dira tersenyum senang saat melihat Arvin yang sudah keluar untuk membelikan nya makanan. Ia sangat beruntung mempunyai sahabat seperti Arvin yang selalu perhatian kepadanya.
"DIRAAAA!!"
Hampir saja jantung Dira loncat dari tempatnya gara-gara kaget mendengar teriakan melengking itu. Ia menoleh kesal ke arah pintu dimana kedua sahabatnya sedang menatapnya histeris.
"Dir lo kenapa?!" Cia berlari menghampiri Dira.
"Lo gapapa Dir? Kok lo bisa pingsan sih tadi?" tanya Keisha khawatir.
Dira memutar bola matanya jengah. "Gapapa"
"Tunggu" Cia memperhatikan Dira. "Lo pasti belum sarapan kan?" tanya Cia tapi Dira memilih Diam. "Dir jawab!"
"Iyaa"
"Tuh kan bener kata Cia" teriak Cia histeris.
"Kok bisa sih, lo sampe gak sarapan" kesal Keisha.
"Tadi gue kesiangan, terus gue buru-buru makanya gak sempet sarapan"
Seketika raut wajah Cia menjadi murung, ia menatap Dira iba, ini semua karena ulahnya. "Maafin Cia ya Dir, ini pasti gara-gara Cia yang maksa Dira buat nonton film yang semalam Cia rekomendasikan ke Dira"
"Itu tau" jawab Dira malas.
Kemudian ia menoleh ke arah Cia yang menjadi diam, ia baru melihat wajah Cia yang terlihat benar-benar menyesal, Dira tersenyum tipis. "Udah gak usah gitu muka lo gak pantes, gue gapapa" kelemahan Dira adalah ia tidak suka melihat salah satu sahabatnya itu murung walaupun mereka sudah membuat otaknya hampir pecah."Makanya lain kali jangan suka paksa orang Ya" sahut Keisha dengan kesal.
"Maafin Cia yah" ucap Cia menyesal dengan mata yang sudah berkas-kaca.
Keisha memutar bola matanya malas. "Gitu aja mewek, cengeng!" sinisnya.
"Udah Kei kasian Cia tuh bentar lagi nangis" lerai Dira seraya terkekeh.
"Sini-sini peyuk dulu, uluh-uluh cabat acu" lanjut Dira merentangkan kedua tangannya.
Cia yang melihat itu langsung berhambur ke pelukan Dira seraya tersenyum senang.
"Gue gak diajak nih" ucap Keisha cemberut.
"Ayo sini Kei" ajak Cia.
Ketiganya berpelukan dengan erat seolah-olah mereka takut akan kehilangan satu sama lain.
'Persahabatan bukanlah tentang siapa yang kamu kenal paling lama. Tetapi tentang ia yang datang ke kehidupan dan berkata, aku disini untukmu, lalu membuktikan nya'
🥀🥀🥀
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDIRA [SELESAI]
Teen FictionTentangku tentangmu sempat tertulis di kertas yang sama. Namaku namamu pernah Tuhan satukan dalam skenario yang kita perankan. Rasamu rasaku pernah saling mengisi kekosongan. Meski tak pernah terucap, namun bisa dirasakan. Bukankah semua itu menyiks...