Arvin menatap langit-langit kamarnya, ia memikirkan kejadian tadi saat dirinya mencium Nara. Sebenarnya ia tidak percaya pada dirinya yang akan berbuat seperti itu.
Bayangan wajah ceria seorang gadis yang dulu menjadi sahabatnya kini hadir dalam benaknya. Rasa bersalah muncul seketika saat mengingat bagaimana ia memperlakukannya dengan begitu kejam.
Padahal dulu gadis itu yang membuat harinya sedikit berwarna, tetapi malah yang ia lakukan adalah menyakitinya.
Ia bingung dengan perasaan yang melandanya akhir-akhir ini, ia memang suka dengan Nara tetapi gadis itu tidak membuat jantungnya berdegup kencang justru malah seseorang yang sudah ia perlakukan dengan tidak baik yang mampu membuat jantungnya berdegup dengan kencang.
Apa ia menyukai Dira? Itu tidak mungkin selama ini ia sudah menganggapnya sebagai sahabat saja, tetapi sekarang mungkin tidak. Ia cukup kecewa dengan Dira yang telah berbohong dengan tidak mengakui kesalahannya.
Ada rasa rindu dilubuk hatinya, ia merindukan senyum manisnya yang mampu membuat dirinya merasa tenang dan mampu membuat jantungnya tidak berhenti berdegup kencang.
Arvin menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan bayangan wajah tersebut, tetapi justru wajah gadis itu terus saja datang membuatnya menghela nafas kasar.
Ini pasti ada yang salah dengan dirinya, ia hanya menyukai Nara gadis baik yang sekarang selalu menemaninya bukan Dira gadis yang sudah membohongi dirinya.
Suara ketukan pintu dari luar kamarnya membuat Arvin tersadar dari pikirannya. Ia berjalan ke arah pintu untuk melihat siapa yang mengetuknya.
Terlihat Shinta mamahnya sedang tersenyum ke arah dirinya membuat ia membalas senyum itu.
"Anterin mamah belanja iya, bahan-bahan buat masak udah habis semua" ucap Shinta.
"Yaudah Arvin siap-siap dulu" Arvin segera memasuki kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.
Setelah berganti pakaian Arvin segera turun ke bawah untuk menemui mamahnya yang kini sedang menunggunya. Arvin dan Shinta berjalan memasuki mobil dan Arvin mulai menjalankan mobil tersebut menuju ke supermarket.
***
Dira membuka matanya perlahan dan bangkit dari tidurnya, ia bersandar di kepala tempat tidur. Dira menguap lebar sebenarnya ia masih sangat mengantuk sekali tetapi rasa laparnya membuat ia harus bangun dari tidurnya.
Ia berjalan menuju dapur untuk melihat isi kulkas, apa bahan makanannya masih atau tidak. Dira menghela nafas kasar saat melihat isi kulkas yang ternyata kosong hanya tersisa air putih saja.
"Kenzoo!!" teriak Dira dengan keras agar Kenzo yang sedang di kamar mendengar teriakannya.
Sudah lima menit lamanya Kenzo tidak kunjung terlihat untuk turun ke bawah membuat Dira mendengus kasar. Dira berjalan memasuki kamar Kenzo yang ternyata sang empunya sedang memakai headset, pantas saja saat ia memanggil namanya tidak ada sahutan sama sekali.
"Kenzo!" teriak Dira tepat di telingan Kenzo sambil mencabut headset yang terpasang di telinganya.
"Apa si Dir! Berisik tau gak!" sewot Kenzo tak terima karena telinganya yang kini berdengung mendengar teriakan Dira.
"Habisnya lo gak jawab panggilan gue" Dira mencebikan bibirnya kesal.
"Ck! Kenapa lo manggil gue" ucap Kenzo dengan malas.
"Bahan makanan udah habis, sekarang gue laper. Lo anterin gue ke supermaket di depan yah" kata Dira sambil menunjukan puppy eyesnya.
"Ogah, lo sendiri aja gue lagi mager nih" ujar Kenzo sambil menarik selimutnya sampai batas kepalanya.
Dira menghela nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya kasar. Ia berjalan ke depan rumahnya untuk menunggu taksi online yang sudah ia pesan tadi.
Saat taksi yang ia tunggu sudah datang Dira langsung memasuki taksinya dan mulai meninggalkan halaman rumahnya.
Hari ini suasana malam terasa sedikit dingin membuat Dira mempererat jaketnya dan segera memasuki supermaket setelah tadi ia menempuh 15 menit perjalanan.
Dira mengambil troli dan mulai mengambil beberapa bahan makanan serta cemilan untuk sekedar menemani dirinya saat begadang nanti. Saat akan mengambil mie instan ternyata ada tangan seseorang yang akan mengambilnya juga.
Terlihat seorang wanita paruh baya yang ia kenali sedang tersenyum ke arahnya membuat Dira juga ikut tersenyum ke arah wanita tersebut.
"Kamu disini juga Dira" ucap wanita paruh baya tersebut bernama Shinta.
"Iya mah, soalnya bahan makanan dirumah sudah habis" Dira menampakan deretan giginya.
"Yaudah itu buat kamu aja masih banyak yang lain kok" ujar Shinta sambil menunjuk mie instan tersebut.
"Gak usah, biar Dira ambil yang lain aja"
"Udah gapapa" ucap Shinta tersenyum. "Ouh iya kamu kesini naik apa sayang?" sambung Shinta bertanya kepada Dira.
"Naik taksi mah"
"Nah pas banget, gimana kalo kamu pulangnya mamah anter" ajak Shinta.
Dira menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia bingung harus menjawab apa. Sebenarnya ia tidak ingin pulang bersama Shinta ia takut jika ternyata Shinta kesini bersama Arvin dan pastinya ia akan bertemu dengannya.
Tetapi jika ia menolaknya ada rasa tidak enak, karena Shinta mengajaknya dengan penuh harap. Dira menghela nafas kasar mau tidak mau ia terpaksa mengiyakan ajakan Shinta.
"Gak ngerepotin mah?" tanya Dira.
"Iya gak dong sayang" Shinta merangkul Dira menuju ke kasir untuk membayar belanjaannya masing-masing.
Dira dan Shinta kini berjalan ke arah mobil Shinta berada sambil sesekali tertawa karena lelucon yang lucu dan segera memasuki mobil tersebut.
Saat sudah memasuki mobil Dira terdiam kaku melihat Arvin yang sudah duduk di kursi pengemudi, rasa canggung sangat terasa di dalam mobil membuat Shinta yang merasakan suasana yang tidak biasa mengernyit dahinya, tumben sekali ia merasakan suasana seperti ini.
"Kalian lagi berantem iya?" tanya Shinta karena merasakan ada sesuatu yang terjadi diantara keduanya.
"Gak ada kok mah, aku sama Dira baik-baik aja" ucap Arvin meyakinkan Shinta mamahnya.
"Bener Dira?" Shinta menoleh pada Dira.
Dira yang mendapat pertanyaan dari Shinta menoleh ke arah Arvin dan Shinta berulang kali. " Emm iya mah" jawab Dira tersenyum canggung.
Setelah beberapa menit penuh keheningan didalam mobil, sebuah notifikasi masuk ke ponsel Dira, terpaksa Dira harus melihatnya terlebih dulu apakah itu penting atau tidak. Pesan yang terkirim ada sebuah foto dari seseorang yang sangat tidak menyukainya.
Dira membuka foto tersebut, dan saat itu juga pertahanan Dira hampir saja runtuh, air matanya Dira tahan agar tidak terjatuh, bahkan tubuhnya mendadak lemas. Hatinya hancur ia tidak menyangka jika mereka melakukan hal seperti itu.
NaraPouran :
Gimana? Arvin yang lo anggap sahabat udah jadi milik gue, bahkan dia berani cium gue duluan.Seorang laki-laki yang Dira sukai dan seorang perempuan yang sudah menghancurkannya berciuman di sebuah taman. Ia kira Arvin tidak akan berani melakukan hal tersebut ternyata ia salah mengira. Air mata Dira luruh, segera Dira menghapus air matanya sebelum ada yang melihatnya dan kini Dira hanya terdiam menatap kosong.
Sekarang Arvin memang sudah benar-benar telah melupakannya dan lebih memilih Nara daripada dirinya. Dira sadar posisinya, ia bukan siapa-siapa Arvin selama ini ia hanya di anggap sebagai sahabat lantas buat apa dirinya harus bersedih seharusnya ia tidak boleh seperti ini.
Dira mencoba mengikhlaskan Arvin untuk Nara jika itu memang membuat Arvin bahagia, masalah hatinya yang akan tersakiti biarlah ia dan Tuhan yang tahu mungkin Arvin memang bukan untuknya.
🥀🥀🥀
To be continue
Huwaa😭 maafin aku iyaa kalo chapter ini ada yang kurang😢
aku harap kalian suka sama cerita ini🙃
Sampai jumpa di chapter selanjutnya😘

KAMU SEDANG MEMBACA
ARDIRA [SELESAI]
Teen FictionTentangku tentangmu sempat tertulis di kertas yang sama. Namaku namamu pernah Tuhan satukan dalam skenario yang kita perankan. Rasamu rasaku pernah saling mengisi kekosongan. Meski tak pernah terucap, namun bisa dirasakan. Bukankah semua itu menyiks...