{tiga puluh satu}

127 5 0
                                    

Happy reading!

•••••

"AVNEET!"

Terlihat Sidd dan yang lain nya mereka semua langsung menghampiri Avneet. Avneet masih sama diam kaku. Pandangan nya kosong.

Plak!

Itu bukan gautam maupun abhi!

Itu juga bukan sidd!

Melainkan tamparan itu berasal dari krupa! Ia langsung memberikan tamparan pada pipi avneet. Sudah banyak sekali tamparan yang avneet dapatkan sehingga membuat pipi nya memerah.

"MAKSUD LO APA HAH!" Bentak Krupa. Ia menatap kekasih nya yang sudah pingsan dengan mengeluarkan banyak darah diperut nya.

"Riyaz bangun! Hei bangun jangan tinggalin aku!" Krupa menangis sendu menatap kekasih nya.

Semua menatap avneet yang hanya terdiam kaku saja.

"Kenapa lo nusuk riyaz! Avneet! Kenapa!" Ucap krupa lirih. Ia merasa kecewa dengan sahabat nya itu bisa bisa nya ia melukai laki laki yang ia cintai.

Avneet menggeleng pelan. "E-nggak! Bukan--guee y-ang nusuk riyaz!" Ucap nya gemeteran. Ia benar benar tidak salah.

"Enggak usah mengelak lo! Udah jelas jelas lo yang pegang itu pisau nya berarti lo yang udah nusuk riyaz! Hiks..hiks..Riyaz salah apa sama lo! Sampe sampe lo nusuk dia!" Krupa benar benar kecewa dengan avneet.

"B--ukan g-uee!" Avneet semakin gemeteran sambil mengangkat pisau yang berada ditangan nya. Pisau yang digunakan untuk menusuk riyaz tadi.

"Enggak usah banyak ngomong deh! Sekarang kita harus selametin riyaz dulu!" Ucap gautam dan dianggukin semua orang.

Abhi langsung menggendong tubuh riyaz yang sudah banyak darah diperut nya. Semua meninggalkan avneet yang menangis sendu. Kenapa tidak ada yang percaya dengan nya karena bukan dia yang udah nusuk riyaz. Apa yang mereka lihat baru setengah nya.

"Hiks..hiks!"

Sidd sebentar membalikkan badan nya menatap Avneet yang sedang menangis. Pandangan mereka bertemu sebelum akhir nya sidd memutuskan nya dan mengikuti teman teman nya. Sementara avneet terjatuh lemas. Ia memeluk lutut kaki nya sambil menyembunyikan kepala nya.

"Hiks..hiks!  Bukan gue yang ngelakuin itu! Kenapa enggak ada yang percaya!" ucap Avneet semakin terisak. Ia sangat sakit apalagi ditambah dengan sorot mata semua teman teman nya yang merasa kecewa dengan dirinya.

"Gue percaya kok sama lo!"

Avneet sama sekali tidak mengiraukan suara itu, ia masih terisak. Jai menghampiri avneet dan langsung memeluk nya.

"Sstt udah lo tenang dulu! Gue percaya kalau bukan lo yang ngelakuin itu!" Ucap jai sendu. Ia juga merasa kasihan dengan avneet. Kenapa dengan mudah nya semua orang percaya dengan apa yang dilihat nya bukan kenyataan nya.

"J--ai g-uee berani sumpah kalau b-ukan gue yang n-usukk riyaz! Hiks..hiks!" avneet semakin menenggelamkan kepala nya didada jai. Jai mengusap lembut punggung avneet. Ia sudah menganggap avneet seperti kakak nya sendiri.

"Astaga! Lo mimisan lagi!" Jai terkejut ketika mengangkat kepala avneet. Ia melihat darah segar keluar dari hidung gadis itu. "Kita harus kerumah sa--AVNEET!" ia terkejut bukan main saat avneet sudah pingsan terlebih dahulu sebelum ia menyelesaikan ucapan nya. Ia segera menggendong gadis itu ala bridal style.

•••••

"Dokter!" teriak jai ketika sampai dikoridor rumah sakit sambil menggendong wajah pucat gadis itu.

"Dokter! Tolongin kakak saya!"

Dokter karan keluar dari salah satu ruangan pasien. Ia panik ketika melihat Avneet pasien nya sedang digendong dalam keadaan pucat.

"Kenapa bisa begini!" Tanya dokter karan.

"Nanti akan saya jelaskan dok! Sekarang tolong selamatkan kakak saya dulu!" Ujar jai panik setengah mati. Sebelum nya jai memang sudah mengetahui tentang penyakit avneet dan tentang dokter karan. Aashika yang memberitahu nya.

Dokter karan mengangguk. "Bawa dia keruang UGD!" Jai mengangguk dan berlari keruangan yang dokter tadi sebutkan.

Sementara avneet sedang diperiksa, Jai sibuk menghubungi aashika dan bunda divyanka. Ia juga sudah mengenal tentang divyanka yang tak lain adalah bunda angkat nya avneet.

"Kak datang kerumah sakit sekarang avneet drop lagi!"

"Waaalaikumsalam bunda ini aku jai! Aku minta bunda datang kerumah sakit sekarang avneet drop lagi!"

Jai mondar mandir memikirkan avneet. Sudah hampir satu jam namun belum ada tanda tanda dokter nya keluar.

Ceklek.

Dokter karan keluar dengan raut wajah nya lesu. Jai mengampiri nya.

"Dokter bagaimana keadaan avneet?" Tanya nya cemas.

Dokter karan mengelas nafas nya. "Ada yang ingin saya sampai pada kamu! Tapi kita tunggu avneet sadar terlebih dahulu!" Ucap nya.

•••••

Sudah hampir dua jam namun avneet belum juga sadar. Namun detik berikut nya jari jari avneet bergerak.

"Bunda liat jari avneet bergerak!" Ucap aashika heboh. Bunda divyanka dan Jai yang mendengar nya langsung ke bangkas ranjang avneet. Perlahan avneet mulai membuka mata nya. Ia menatap sekeliling nya dan ia tau jika ia sudah berada dirumah sakit.

"B-undaa!" Ucap Avneet pelan.

Divyanka tersenyum tipis. "Iyah sayang bunda disini sama kamu!" Ia memegang tangan Avneet dan mengecup nya berkali kali.

"Biar aku panggilkan dokter karan!" Jai langsung keluar dari ruangan itu.

Tak lama Jai telah kembali bersama dengan dokter karan.

"Dokter bagaimana dengan kondisi anak saya?" Tanya divyanka menatap karan lekat.

Dokter karan menghembuskan nafas nya dengan kasar. "Sebelum nya maaf jika saya harus menyampaikan kabar buruk ini!" ia menjeda ucapan nya. Sungguh ia tidak tega memberitahu semua ini.

"Kenapa dokter?" Tanya Aashika mulai tidak enak.

"Penyakit yang diderita avneet sudah semakin parah bahkan sudah menjular keseluruh tubuh nya itu lah yang sering membuat avneet jatuh pingsan dan mimisan! Dan..." ucap dokter karan menatap avneet yang kini mata nya sudah berkaca kaca.

"Dan apa dokter!" Jai mulai kesal dengan dokter karan karena selalu menjeda ucapan nya itu.

"Umur Avneet hanya tersisa satu minggu lagi!"

.
.
.

Semua yang berada diruangan itu terdiam kaku. Seakan tubuh mereka merasa lepas ketika mendengar fakta itu. Avneet dengan pandangan kosong nya terus saja mengeluarkan air mata nya.

"Hiks...hiks"

Divyanka menggeleng kecil sementara tubuh aashika lemas hampir saja ia jatuh jika tidak ditangkap oleh Jai.

"Enggak sayang bunda yakin kamu pasti akan sembuh!" Divyanka tetap saja menenangkan avneet tapi ia juga tidak bisa memungkiri rasa takut akan kehilangan avneet.

"B-undaa h-idupp ak-u u-dah enggak lama lagi. Hiks!" Avneet menangis kencang didalam pelukan bunda nya.

"Enggak sayang bunda akan melakukan apa pun supaya kamu bisa sembuh!" Divyanka terus saja mencium kening avneet penuh dengan kasih sayang. Kemudian ia menatap dokter karan. "Dokter apa yang harus kita lakukan sekarang agar anak saya bisa sembuh?" Tanya nya lirih.

Dokter karan menatap avneet lirih. "Hanya ada satu cara agar avneet sembuh! Yaitu menjalankan operasi secepat nya sebelum semua nya terlambat!" ucap nya. Semua yang berada didalam ruangan itu terdiam tidak berani memberikan jawaban. Karena cara itu adalah cara yang tidak ingin avneet lakukan.

•••••••••

Mohon doa nya untuk keselamatan avneet ):

TBC.

Avneet Kaur ✔ {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang