Part 16

8.4K 577 102
                                    

Rasa sakit ini sudah muncul sejak beberapa tahun lalu. Tapi aku sudah terlalu lama merasakannya sehingga aku menganggapnya sebagai bagian tak terpisahkan dari hidupku.

Dinakar Sharma.

***

Drap Drap Drap.

Suara langkah kaki dari sepatu karetnya terdengar nyaring di antara koridor rumah sakit, Dinda yang saat ini mendengar Rivan di nyatakan sembuh langsung berlarian dari ruang ICU menuju ruang isolasi.

Brak!

Dinda menggeser pintu ruang isolasi dengan kuat, bahkan sampai dokter lain yang berkunjung ke ruangan Rivan tersontak kaget. Rivan yang sedang duduk dan masih memakai baju rumah sakit juga ikut tersentak melihat siapa yang datang.

Para dokter yang mengunjungi Rivan langsung saja keluar begitu melihat siapa yang datang, siapa juga yang tak mengenal Dinda dokter tukang bikin onar tapi selalu professional ketika bekerja itu selalu berada di samping Rivan dimanapun Rivan berada. Rumor sudah tersebar luas kalau selama ini Dinda yang mengejar Rivan dan begitulah kenyataannya.

Kalau bukan karena Gio yang mengajak Hafidzah keluar, sudah pasti Hafidzah akan terus berada di sisi Rivan begitu Dinda datang dengan pakaian operasinya.

Dinda langsung saja memeluk Rivan, Rivan tentu tak kaget lagi nampak dari wajah Dinda yang ingin memeluknya.

"Din, lo mau gue kena penyakit asma?" tanya Rivan yang sudah begitu sesak, karena Dinda memeluknya terlalu erat.

"Maksudnya?"

"Lepas dulu makanya," Rivan hanya menghela nafas, Rivan kira Dinda akan mengerti rupanya masih juga telat mikir.

"Nggak akan." Rivan hanya pasrah ketika Dinda berbicara seperti itu, sementara Dinda yang merasa heran kenapa sedari tadi Rivan hanya diam akhirnya melepaskan pelukannya pada Rivan.

"Nah kan lega gue kalau lo lepas gini, lo meluknya terlalu erat biar apa coba?"

"Biar nggak hilang." Jawabnya asal.

"Ngaco lo!" Dinda hanya terkekeh pelan, sedangkan Rivan hanya diam saja membuang mukanya.

"Kok lo lama banget sih sembuhnya? Pak Anton sama anaknya aja udah sembuh dari seminggu yang lalu." cibir Dinda kesal.

"Yang penting lo senang kan kalau gue sembuh?"

"Banget." jawabnya sambil tertawa.

"Din, lo keluar dulu sana."

"Kenapa emangnya? Lo nggak suka gue disini?" tanya Dinda.

"Bukan gitu Din, gue mau mandi gerah banget nggak mandi-mandi cuma sekedar lap-lap doang."

"Yaudah mandi aja sana, gue tunggu sini."

"Terus gue ganti bajunya gimana coba kalau lo ada disini? Apa lo mau ikut mandi sekalian gitu?" canda Rivan dan respon Dinda malah membuatnya bergidik ngeri.

"Wahh, boleh tuh."

"NGGAK! KELUAR SANA!" Dinda mengerucutkan bibirnya sebal begitu Rivan mengusirnya.

Saat Dinda hendak membuka pintu, tiba-tiba saja Rivan memanggilnya dan tentu saja langsung menoleh dengan cepat.

"Din, tunggu."

"Iya kenapa? Udah berubah pikiran yaa,"

"Ck, bukan itu lah. Tolong ambilin baju gue, kaos atau apa kek terserah lo aja. Kunci kopernya tuh di laci meja ambil aja." tunjuk Rivan kearah meja nya dan Dinda tentu saja mengangguk. Rivan lalu menutup pintu kamar mandinya sementara Dinda langsung mengambil kuncinya dan dengan cepat keluar mencari dimana koper Rivan berada.

The Doctor Difficult WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang