Terkadang harapan hanya akan menjadi Kenangan tanpa kenyataan.
***
Begitu melihat Dinda yang pingsan, Rivan langsung mengangkat tubuh Dinda ke punggungnya dan segera berlari menuju IGD.
Anetha pun juga sudah panik luar biasa, air matanya tak berhenti. Begitu sampai di IGD, Dinda di baringkan oleh Rivan dan Rivan langsung keluar.
Rivan tak sanggup melihat Dinda yang terbaring lemah seperti itu, ia membiarkan Anetha yang menangani Dinda dan Dinda di beri infus di IGD karena kondisinya yang lemah.
Rangga yang sedari tadi berada di IGD hanya memperhatikan, ia juga merasa kasihan sebenarnya. Rivan berjalan lesuh kearah ruang operasi yang saat ini sedang sepi. Ia menyandarkan tubuhnya di dinding dan perlahan-lahan merosot ke bawah.
Seumur hidupnya, Rivan tak menangisi seseorang selain ibunya dulu. Waktu pertama kali mengetahui Dinda amnesia dulu ia tak pernah sesedih ini rasanya.
Rivan takut. Yang ditakutkan hanyalah kehilangan. Ia benci ditinggalkan, dan kalau boleh memilih lebih baik ia terluka daripada di tinggalkan.
"Yang sabar Van." ucap Rangga menenagkan Rivan yang terlihat sangat amat terpuruk, melihat Rivan mengingatkan dirinya dulu yang pernah berada di posisi Rivan.
Tapi itu dulu, posisinya tak bisa dibandingkan dengan Rivan yang sangat jauh lebih berat daripada masalahnya dulu. Yang berat saat itu hanyalah dapat pengakuan dari Anetha, sementara Rivan? Sudahlah tak dianggap, Dinda amnesia dan hanya mengingat Rivan sebagai temannya saja.
"Sekarang gue harus apa Ngga?" tanya Rivan dengan suaranya yang gemetar, pria itu benar-benar terlihat lemah dan sama sekali tak berdaya. Jangan pernah bilang laki-laki lemah jika ia menangis, dia menangis tandanya tak mau kehilangan seseorang yang ia jaga selama ini. Dan Rivan hanya punya Dinda yang selalu membuat hidupnya selama ini berwarna.
Percuma rasanya berasal dari keluarga kaya, punya koneksi dan barang mewah. Karena hal itu tidak pernah sedikit pun membuat Rivan bahagia. Keluarganya hanya mempedulikan uang, uang dan reputasi.
"Gue pengecut Ngga, sama sekali nggak berani masuk buat nolongin Dinda." Lanjutnya lagi, Rangga yang sedari tadi berdiri langsung jongkok dan memeluk temannya yang sedang dalam masalah yang serius itu. Tanpa peduli kotor ataupun dingin, Rivan tetap duduk dibawah sana.
"Lo nggak pengecut Van, wajar kalau lo takut masuk kesana karena nggak mau lihat Dinda lebih terluka." Jawab Rangga sementara Rivan hanya bisa terdiam dalam waktu yang cukup lama.
"Gue selalu takut kalau Dinda bakal pergi setelah dia ingat semuanya, semua ketakutan itu jadi sering gue pikirkan sampai gue nggak bisa tidur. Ini yang gue nggak mau kalau memulai hubungan sama Dinda, gue takut Dinda akan ingat dan selama tiga tahun sebelumnya Dinda nggak ingat apa-apa. Tapi begitu pacaran sama gue dia langsung ingat semuanya." Rivan menyesal telah menyatakan perasaannya, harusnya ia bersikap lebih dingin seperti biasanya. Rivan menyesal telah membuka kembali hatinya yang lama tertutup rapat agar tak luluh dengan tingkah Dinda. Rivan juga menyesal kembali memulai hubungan ini.
Jika saja aku bisa kembali memutar waktu, andai saja itu bisa. Aku tak mau bertemu denganmu, kau takkan mengenal diriku. Maka kau akan aman dan bahagia. Andai aku bisa melakukannya. Kau pasti takkan mengingat kejadian yang begitu menyakitkan ini.
"Astaga panas banget pakek kerudung yang serba panjang ini." Seorang wanita yang memakai baju serba panjang itu langsung membuka jilbab panjangnya yang membuatnya risih. Wanita itu hanya memakai kaos polos berlengan pendek dan celana pendek sepaha.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor Difficult Word
RomanceSekuel dari 🚑 He's My Romantic Doctor 🚑 [End] Judul pertama: Difficult Word Mengisahkan perjuangan cinta dari seorang dokter spesialis Anestesi yang bernama Adinda Nifsihani yang berusaha meluluhkan hati sedingin es layaknya kutub Utara dan Selata...