Cemburu, susah dijelaskan, susah diungkapkan tapi hanya bisa dirasakan.
***
"Mau kemana?" tanya Kevin begitu melihat Dinda yang sedang berjalan jauh dari area rumah sakit."Menurut lo aja." Dinda menjawab pertanyaan Kevin lalu pergi, merasa ada yang aneh akhirnya Kevin sedikit berlari dan berjalan di samping Dinda.
"Ngapain lo?"
"Ikutin lo, ntar lo malah berbuat macam-macam lagi di kota orang."
"Ya ampun Vin, otak lo nethink mulu soal gue. Maksud gue tadi bilang menurut lo aja, lo nggak lihat nih gue bawa apaan?" Dinda lalu mengangkat satu gumpalan plastik besar berwarna hitam yang berisi sampah-sampah selama ia berada disini.
"Ohh, nggak lihat maap lah mata gue makin siwer kayaknya."
"Emang udah siwer dari jaman penjajahan Belanda." cibir Dinda yang langsung pergi melanjutkan jalannya.
Dinda menenteng plastik sampah di tangan kanannya sementara tangan satunya ia masukkan ke dalam saku celana pendeknya. Tanpa mempedulikan Kevin yang terus memanggilnya Dinda terus berjalan sampai ia tak sadar ada sebuah mobil Jeep yang hampir saja menumburnya.
Tin!
"Dinda! Awas mobil goblok!" teriak Kevin, entah sudah berapa kali Kevin memanggil namanya namun Dinda malah bersikap seolah-olah tak peduli.
Dinda yang langsung terdiam lalu menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya itu ketakutan, masak iya dirinya mati secepat ini. Pernyataan cintanya pada Rivan saja belum di jawab sampai sekarang bukan belum di jawab sih lebih tepatnya di tolak, Dinda tak mau mati dalam kesendirian karena jiwa nya masih jomblo.
"Anda nggak papa?" tanya seorang pemuda yang langsung turun dari mobil.
Dinda mendongkak kepalanya ke atas, dan matanya langsung berbinar melihat pemuda tampan yang berdiri di hadapannya.
"Nggak papa, ganteng." tentu saja pria itu langsung kaget mendengar ucapan Dinda.
"Eh? Nggak papa maksud saya, maaflah pak suka typo secara lisan saya begitu melihat orang ganteng macam bapak." jawab Dinda lagi, pria itu benar-benar di buat tercengang karena sepertinya baru kali ini rasanya ia bertemu dengan wanita yang menjawab tanpa tahu malu seperti ini.
"Ngapain lo manggil dia bapak? Dia junior gue," ucap Kevin yang tiba-tiba saja berdiri di sebelah Dinda. Pria yang dikatakan junior Kevin langsung memberi hormat begitu Kevin datang.
"Teman macam apa lo nggak pernah ngenalin gue ke junior lo yang cakep kayak gini." bisik Dinda yang sedikit menjinjit agar sampai di telinga Kevin, bahkan Kevin harus menunduk sedikit agar Dinda bisa berbicara jelas di telinganya.
Kevin tentu saja menjawab ucapan Dinda, ia menundukkan dirinya lagi dan berbisik di telinga Dinda.
"Bukannya lo suka Rivan?" matanya menatap mata Dinda yang sudah melirik Kevin begitu sinis, Kevin lalu berdiri tegap dan memperkenalkan juniornya dengan temannya itu.
"Dia temen saya, maaflah kalau ucapannya buat kamu kaget. Kamu baru nemu kan spesies wanita macam dia? Nggak sampai sepuluh menit saja kamu sudah hampir gila pasti ketemu dia sekarang, gimana nasib saya yang udah temenan sepuluh tahun?"
Bruk!
"Ahh." Kevin langsung meringis begitu Dinda menendang kakinya.
"Lo apa-apaan sih?"
"Lo ngatain udah gila gitu maksudnya kalau temenan sama gue?"
"Gue nggak maksud ngomong gitu lho ya, lo nya aja yang merasa." Dinda ingin sekali rasanya meninju perut Kevin, apalagi mulutnya itu benar-benar minta di tendang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor Difficult Word
Roman d'amourSekuel dari 🚑 He's My Romantic Doctor 🚑 [End] Judul pertama: Difficult Word Mengisahkan perjuangan cinta dari seorang dokter spesialis Anestesi yang bernama Adinda Nifsihani yang berusaha meluluhkan hati sedingin es layaknya kutub Utara dan Selata...