Part 44

7.3K 505 44
                                    

Kita tak akan pernah tahu nilai sebuah kejadian sampai ia menjadi sebuah kenangan.

***

Ceklek!

Fokus Rivan teralih pada pintu ruangannnya yang sudah terbuka, sudah ada Yanto dan Rangga yang membuka pintunya.

"Loh kok Rangga, kan tadi saya minta panggilkan tukang kunci." Ucap Rivan heran saat melihat malah Rangga yang membuka pintu ruangannya.

"Gue kan tukang kunci juga. Semua pintu di rumah sakit ini kalau rusak gue yang perbaiki." Ucap Rangga membanggakan dirinya yang serba bisa.

"Gue kira lu di culik lagi bego!" teriak Anetha yang langsung masuk ke ruangan Rivan begitu melihat Dinda berdiri di sebelah Rivan.

"Otak lo doain gue yang buruk-buruk aja mulu, heran."

"Muka lo kan tampang-tampang minta di tabok Din." Ucap Anetha.

"Sembarangan yo kowe kalo ngomong! Muka aku ayu kayak bidadari gini kok." Rivan yang mendengar itu menunduk, menahan tawanya agar tak pecah.

Berbeda dengan Rangga yang hanya menggelengkan kepala melihat tingkah istrinya itu yang tak ada habis-habisnya.

"Mana ada, tampang-tampang orang susah begini kok dibilang ayu." Ucap Anetha yang langsung mendapat pelototan mata dari Dinda.

Drrt Drrt Drrt.

Rangga mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia mengembungkan pipinya saat membaca nama yang tertera di layar ponselnya.

"Halo?"

"Ah iya baik, saya akan kesana." Panggilan langsung terputus. Rangga menatap Anetha yang juga sedang menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Ada pasien di IGD."

"Kita pergi dulu, jaga diri baik-baik lu." Ucap Anetha pada Dinda sebelum pergi.

"Jadi mau pulang?" tanya Rivan dan Dinda mengamggguk.

"Pulang sendiri nggak papa ya?" tanya Rivan lagi pada Dinda yang saat ini tengah bersiap untuk pulang.

"Udah biasa pulang sendiri juga,"

Rivan hanya terdiam dibuatnya, Dinda lalu mengambil tas dan sneli nya. Melihat itu membuat Rivan tak tinggal diam, mana bisa ia tak mengantarkan Dinda walaupun bukan pulang ke rumah setidaknya ia antarkan sampai di depan rumah sakit.

"Langsung tidur ya, jangan drakoran." Dinda hanya mengangguk lalu melambaikan tangannya sebelum ia masuk ke dalam mobil.

Namun Dinda mengurungkan niatnya begitu melihat sebuah mobil sport berawarna merah baru saja terpakir di sebelah mobilnya.

Dinda yang termasuk kaum cewek suka uang alias langsung matre begitu melihat barang mewah di hadapannya segera turun.

Tak berhenti-henti ia berdecak kagum melihatnya, Rivan yang tadinya ingin segera masuk mengurungkan niatnya begitu melihat Dinda turun dari mobilnya.

"Kenapa nggak jadi pulang?" Dinda hanya diam, tampak mulut cewek itu sedang tak henti-hentinya berdecak kagum.

"Sayang, ini aku udah di parkiran. Kamu dimana?" tampak seorang pria berjas hitam turun dan sepertinya sedang menelpon pacarnya.

Tidak mobilnya, tidak orangnya kok sama-sama cakep?

Rivan bahkan sudah kesal saat ini, ia tak percaya dengan Dinda yang langsung kagum seperti ini.

"Maaf ya udah buat kamu nunggu lama." Dinda menoleh pada sumber suara dari arah belakangnya. Mulutnya langsung menganga tak percaya.

"Siska?!" Bukan hanya Dinda saja yang terkejut. Rivan pun juga namun ia tak menampakkan keterkejutannya bukannya seperti Dinda yang dari awal sudah cengo sendiri.

The Doctor Difficult WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang