Pagi ini Dinda harus berangkat kuliah dengan terburu-buru, pasalnya wanita itu sudah telat selama setengah jam karena ia berusaha keras untuk belajar dan hanya tidur selama dua jam."Wedhus! sialan huru-hara kulo wingi dapat nilai elek malah dadi kesiangan." gumamnya sambil berlari kecil sambil memegang beberapa buku kedokterannya.
Beruntunglah Dinda karena pintu kelas tidak terkunci kali ini jadi ia bisa menyelinap masuk ke kelasnya dan duduk dibangku yang kosong. Saat ini ada dua bangku yang tak terisi, Dinda tentu memilih bangku yang terdekat dibelakang karena satunya berada didepan kalau dia pilih yang disana tentu akan ketahuan oleh dosen pembimbingnya.
"Asu, dosennya malah professor Melly lagi. Makin ambyar iki."umpatnya lagi.
Dinda bernafas lega saat dirinya berhasil duduk tanpa ketahuan. Ia melirik orang yang berada disebelahnya yang saat ini sedang menatapnya.
"Loh iki mas yang wingi bukan yo?" tanyanya dengan suara kecil, dahi Rivan sedikit berkerut. Mas?
"Gue bukan mas lo." ketus Rivan dan Dinda hanya mengangguk.
"Siapa yang ribut disana?" seluruh orang yang berada di dalam kelas mendadak hening saat Melly bersuara, Melly ini dosen yang terkenal killer diantara mahasiswa senior maupun junior. Apalagi ada tahilalat hidup didekat bibir, kadang Dinda ingin ketawa sendiri karena saat Melly berbicara tahilalat nya itu akan ikut bergerak-gerak.
Sungguh mahasiswi yang kurang di hajar kasih poin minus mungkin tak akan cukup.
"Adinda Nifsihani, saya tahu kamu terlambat tiga puluh lima menit tujuh detik." Dinda hanya mengumpat dalam hati, detik saja dihitung dasar dosen edan.
"Kamu terlambat bukan berarti saya diam ya, saya tahu kamu nyelinap lewat pintu belakang. Sekarang kamu pilih mau keluar dari kelas saya dan dapat poin minus atau menjawab satu pertanyaan dari saya?" Dinda tentu memilih menjawab satu pertanyaan dari Melly, Dinda tak tahu saja kalau ia memilih satu pertanyaan itu akan berakibat lebih fatal.
"Jawab pertanyaan aja prof," sekelas langsung heboh saat mendengar jawaban Dinda, bukannya apa Melly ini kalau ngasih pertanyaan tentu tak akan tanggung-tanggung. Satu soal bisa dibuat beranak layaknya belajar matematika yang bercabang-cabang jika menjawab pertanyaan darinya.
"Pilihan yang bagus, dengar pertanyaan saya baik-baik. Saya nggak suka mengulang kalau kamu masih nggak dengar lebih baik kamu keluar dari kelas saya." Dinda menelan salivanya, keringat dingin mulai bercucuran dari dahinya. Begitu juga dengan telapak tangannya yang ikut terbawa suasana yang menegangkan.
"Kamu harus jawab dengan cepat begitu saya selesai bacain soalnya, paham?" ucap Melly sambil menatap Dinda dengan sinis.
"Penyebab syringomyelia?"
"Kelemahan otot, penurunan kepekaan terhadap nyeri dan suhu, penurunan refleks." jawab Dinda dengan cepat, ia lega karena satu pertanyaan ini sudah selesai terjawab.
"Pengertian takikardia?"
"Jenis gangguan irama jantung yang berdetak lebih cepat ketimbang biasanya saat istirahat." Melly tersenyum puas sedangkan Dinda masih deg-degan. Ia kira hanya satu namun Melly malah terus menyerangnya dengan ribuan pertanyaan.
"Oke, kali ini soal terakhir saya harap kamu bisa lolos. Ini mudah kok," mendengar kata mudah malah membuat Dinda semakin tersenyum puas mendengarnya. Ternyata Melly tak seburuk yang teman-temannya lain pikirkan.
"Perbedaan utama diabetes mellitus dan insipidius?" tenggorokan Dinda seolah tercekat begitu mendengar pertanyaan ini, memang mudah soalnya namun otaknya tak mampu mengingat apa perbedaannya. Melly tersenyum licik ia sengaja mengambil pertanyaan ini karena saat ujian kemarin Dinda lebih banyak salah disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor Difficult Word
RomanceSekuel dari 🚑 He's My Romantic Doctor 🚑 [End] Judul pertama: Difficult Word Mengisahkan perjuangan cinta dari seorang dokter spesialis Anestesi yang bernama Adinda Nifsihani yang berusaha meluluhkan hati sedingin es layaknya kutub Utara dan Selata...