Benci jadi solusi untuk yang tidak pernah berusaha kenal dan paham.
***
Saat ini Rivan dan Dinda sudah berada di tenda, mereka yang tadinya ke pantai langsung terburu-buru pulang begitu Rivan mendapat telpon dari Gio yang mengatakan tenda sedang penuh karena para korban sudah ditemukan semua.
Dinda yang baru saja turun dari mobil hanya bisa menganga, ia tak menyangka akan sepenuh ini. Kondisi tenda saat ini bisa dikatakan setara dengan IGD yang berada di rumah sakitnya sana.
Melihat itu Rivan langsung saja berlari ke arah tenda dan terburu-buru memakai sneli dan langsung merampas stetoskop nya.
Awalnya Rivan ingin mengobati seorang anak kecil terlebih dahulu, namun fokusnya teralih begitu melwati seorang wanita remaja sedang sesak nafas.
"Gio, ambilin inhaler di tas gue!" teriak Rivan panik, bukannya Gio yang memberikan malah Dinda yang datang membawa inhaler.
"Dapat darimana?"
"Dari tas lo, ngomong-ngomong Van. Lo punya asma ya?" Rivan hanya diam tak menjawab, bukannya ia yang punya asma. Tapi Dinda, semenjak Rivan tahu kalau Dinda punya asma Rivan membeli inhaler untuk berjaga-jaga kalau Dinda akan kumat lagi.
Walaupun Dinda tak ada di sisinya, Rivan selalu membawa inhaler itu kemana-mana. Padahal waktu ia menjadi relawan disini, ia tahu Dinda tak akan ada disini namun dipikirannya harus membawa inhaler dan benar saja Dinda benar-benar berada disini dan inhaler yang Rivan bawa ternyata terpakai juga walau bukan untuk Dinda.
"Bercanda Van, tadi gue ambil pas Gio mau ngasih." Rivan hanya diam, setelah itu ia memakaikan inhaler pada korban yang mempunyai riwayat penyakit asma.
Setelah dirasa tenang, akhirnya Rivan menbantu para korban lain yang mengalami luka berat. Rivan curiga melihat seorang bapak-bapak yang menunjukkan gejala muntah, dan cenderung tidur apalagi bapak ini sering sakit kepala yang hebat.
Bapak ini korban yang baru ditemukan, dan yang membuat Rivan curiga korbannya itu mengalami luka berat. Melihat itu Rivan langsung saja menanganinya.
"Bapak yang sakit dibagian mana?" tanya Rivan karena pasalnya, bapak ini belum ia tangani sama sekali maka dari itu Rivan bertanya.
Tak mendapat jawaban dari yang ia tanyakan, akhirnya Rivan memeriksanya sendiri. Wajar saja gejalanya seperti tadi, begitu Rivan mengecek sepertinya tubuhnya tertimpa reruntuhan dan terjebak dalam waktu yang lama sehingga kondisi ini merusah tubuhnya.
Dan juga terdapat cedera di kepala karena benturan, tentu bila mendapat kondisi seperti ini harus dibawa ke rumah sakit untuk diobservasi. Bisa jadi terjadi benturan keras lalu menyebabkan pendarahan di otak. Benturan di kepala wajib segera ditangani jika tidak akan berakibat fatal.
Untuk mencegah terjadinya tetanus pada luka, Rivan segera memberikan imunoglobulin antitetanus, sebelum memberikan itu tentu Rivan mencuci luka terlebih dahulu menggunakan air yang mengalir ke daerah luka yang terdapat di sekujur kakinya.
Setelah melakukan itu pada luka di kaki korban, Rivan membaringkan kembali korban dan pandangannya mengedar melihat keadaan sekitar yang masih saja di padati dengan para petugas dan korban lainnya.
"Kevin bantu gue bawa bapak ini ke rumah sakit!" teriak Rivan mendapati Kevin yang sedang lulu-lalang kesana kemari menangani para korban karena ia juga dokter.
"Hah? Rumah sakit jauh Van!"
"Kita nggak ada waktu lagi Vin, bapak ini perlu dibawa ke rumah sakit. Tubuhnya tertimpa reruntuhan dalam waktu yang lama dan sepertinya juga ada benturan yang mengenai kepalanya. Lo tahu kan masalah kayak gini?" tentu Kevin tahu, dengan tergesa-gesa Kevin akhirnya membantu Rivan untuk membawanya ke mobil dan segera menuju rumah sakit yang berada di kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor Difficult Word
RomanceSekuel dari 🚑 He's My Romantic Doctor 🚑 [End] Judul pertama: Difficult Word Mengisahkan perjuangan cinta dari seorang dokter spesialis Anestesi yang bernama Adinda Nifsihani yang berusaha meluluhkan hati sedingin es layaknya kutub Utara dan Selata...