Senyum adalah media paling murah dalam membangun suatu hubungan.
***
Ceklek!
Begitu sampai dirumah Dinda langsung masuk dan menutup pintu kamarnya, jantungnya berdebar tak karuan. Bahkan ia sudah menghembuskan nafasnya berkali-kali.
Dingatnya kejadian tadi, apa ini rasanya pacaran? Bahagia, seolah ada jutaan bunga-bunga bertebaran di sekalilingmu.
Bahkan Dinda tak tahu bagaimana ia menutup rasa kebahagiaannya.
"Untung IGD tadi rame, kalau nggak Rivan ngantar gue pulang makin canggung." gumamnya sendiri sambil memegang dadanya. Degupan jantungnya sudah tak normal lagi.
"Ah nggak tahulah, gue mau mandi aja gerah." Dinda lalu masuk ke kamar mandi, mengambil handuk dan melepaskan scrub yang ia kenakan.
Begitu selesai mandi, Dinda membuka laptopnya dan menonton serial drama favoritnya. Namun sayang sekali ia lupa membeli camilan.
Dinda hanya uring-uringan tak jelas, sudah menjadi kebiasaannya saat menonton drama sambil mengemil. Dengan malas Dinda mengambil hoodie dan dompetnya lalu pergi ke toko dengan berjalan kaki.
"Semuanya tiga puluh tujuh ribu dua ratus mbak," ucap sang pelayan toko. Dinda mengernyit heran kenapa harganya mahal sekali?
Padahal ia hanya membeli susu satu liter, chiki berukuran besar tiga bungkus, minuman soda dua kaleng, dan dua coklat berukuran sedang dua.
"Ini mbak." agak-agak tak ikhlas sebenarnya Dinda memberikan selembar uang berwarna biru bergambar pahlawan Djuanda Kartawidjaja. Sempat ada adegan tarik-tarikan antara Dinda dan pelayan kasir.
Bikin malu saja.
Setelah membeli camilannya, Dinda berjalan sambil melompat layaknya anak sd yang disuruh mamaknya pergi ke warung begitulah Dinda saat ini.
Sesampainya dirumah Dinda malah menges sendiri, tubuhnya sudah sedikit berkeringat tahu begini ceritanya ia tak usah mandi dulu tadi.
Dengan jiwa yang penuh kemageran, Dinda langsung saja berbaring diatas sofanya yang empuk. Ia meraba plstik camilannya dan membuka sebuah chiki berukuran besar disana.
Saat sedang asyik-asyiknya menonton, tiba-tiba saja telponnya berdering. Mulutnya sudah berkomat-kamit semoga itu bukan panggilan dari IGD.
"Semoga semoga semoga." gumamnya sendiri saat melihat nama Rangga yang tertera dilayar ponselnya.
"Halo?" tanya Dinda.
"Halo Din? Lo dimana?"
"Dirumah, kenapa? Operasi?"
"Iya, tumor kelenjar hipofisis. Karena tumornya sudah berukuran besar dan sudah menyebar ke jaringan otak harus operasi transcranial. Data pasiennya udah gue kirim lewat email kalau udah dilihat cepetan langsung ke IGD." panggilan telpon langsung terputus, dengan terburu-buru Dinda membuka email yang dikirimkan Rangga.
Dinda langsung mematikan laptopnya, ia merubah pakaiannya dengan scrub dan mengambil asal tasnya.
Sesampainya dirumah sakit, Dinda langsung membuka pintu IGD karena Rangga menyuruhnya kesana terlebih dahulu.
"Udah ngejalani pemeriksaan lanjutan dengan dokter spesialis endokrin?" tanya Dinda pada Rangga.
"Sudah," jawab Rangga singkat, Dinda hanya mengangguk.
Entah kenapa matanya malah sibuk mencari sosok Rivan yang katanya sedang berjaga di IGD.
"Rivan nggak ada, lagi operasi katup jantung sama Anetha. Yudha yang jadi anestesinya." mendengar itu membuat Dinda sedikit kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor Difficult Word
RomanceSekuel dari 🚑 He's My Romantic Doctor 🚑 [End] Judul pertama: Difficult Word Mengisahkan perjuangan cinta dari seorang dokter spesialis Anestesi yang bernama Adinda Nifsihani yang berusaha meluluhkan hati sedingin es layaknya kutub Utara dan Selata...