Memasuki waktu dzuhur, mahawasiswa dan mahasiswi yang beragama muslim sedang melaksanakan kewajibannya sedang mengambil wudhu di sebuah masjid yang tak jauh dari universitas mereka.
Kali ini Dinda sedang bersama dengan Anetha, begitu selesai mengambil wudhu mereka pun masuk ke dalam masjid dan memakai mukena nya.
"Masya Allah akhi itu tampan sekali anaknya siapa?" gumam Dinda saat melihat seorang pria yang belum ia temui dikampusnya tengah bersiap menjadi imam.
"Bukannya itu Professor Toni ya?" sahut Anetha.
"Ih iya! Subhanallah kelihatan lebih muda kalau lepas kacamata." Anetha hanya menggeleng, padahal dalam hati sudah berkata lain.
"Haduh kapan ya jadi makmum nya professor Toni?"
"Ini udah jadi makmum,"
"Bukan makmum ini ish, maksud gue makmum nya setiap hari begitu." Ucap Dinda dengan suara genit.
"Udah punya istri, udah punya anak dua juga loh." Dinda hanya diam mengerucutkan bibirnya. Anetha ini, tidak bisakah sekali mengiyakan ucapannya?
Memasuki rakataan kedua dalam sholatnya, setelah membaca surah al-fatihah Professor Toni membacakan surah al-baqarah yang membuat makmum lain hanya diam sambil merutuk dalam hati. Kalau begini kapan selesainya?
Kaki para makmum yang lain pun sudah merasa pegal, Rivan yang berusaha khusyuk dalam sholatnya berusaha agar tak terduduk seperti para makmum lain. Ia berusaha kuat untuk terus berdiri karena tak mau kalau sholatnya malah tak diterima.
Lain lagi dengan Dinda yang kali ini sudah berjalan mundur perlahan-lahan dengan mulutnya yang berkomat-kamit dan kedua tangan masih dilipat, pandangannya masih ke arah sajadahnya namun sedikit demi sedikit melirik kebelakang untuk mencapai tembok.
Anetha yang melihat Dinda sudah tak ada lagi disebelahnya sedikit melirik dalam hatinya sudah berkata 'dasar kafir dasar kafir'.
Karena sekarang masjid sedang sepi, jadilah Dinda yang kali ini sudah sampai di tempat tujuannya. Ia bersandar di dinding masjid yang di atasnya sudah terdapat kipas angin yang terus memutar-mutar. Sejuk sekali rasanya.
Dinda tetap khusyuk dengan sholatnya, mulutnya ikut bergerak meskipun ia tak tahu lagi ini bacaan apa dan sudah ayat keberapa karena sudah panjang yang dibacakan oleh Toni.
Perlahan-lahan pun Anetha juga ikutan mundur dengan teratur, dasar munafik tadi yang bilang dalam hati 'dasar kafir dasar kafir' siapa?
"Heh kowe kok ikutan aku sih?" tanya Dinda sambil sedikit demi sedikit melirik Anetha dan setengahnya lagi masih khusyuk dengan sholat dzhurnya.
Malaikat Rakib dan Atid pun kau buat bingung Din, ini salah satu perbuatan dosa atau tidak. Mau dibilang tidak tapi sholatmu sudah tak khusyuk lagi. Malaikat pun juga jadi mager nyatatnya.
"Sst diem! Nggak khusyuk nih sholatnya." Bisik Anetha pelan sekali pada Dinda, licin kali ya mulutmu mbak Aneth. Mau khusyuk tapi sholat pun malah ikutan mundur teratur secara alon-alon.
Begitu ucapan salam keluar dari mulut Toni, seluruh makmum baik kaum adam ataupun kaum hawa sendiri langsung mengucapkan hamdalah dan meluruskan kakinya. Bahkan Dinda dan Anetha sampai melepas mukena saking panasnya.
"Buat yang lain maaf ya, saya lupa kalau saya jadi imam. Agak kebiasaan soalnya kalau sholat sendiri baca al-baqarah biar nggak lupa." ucap Toni kikuk sambil mengusap tengkuk lehernya.
"Agak kebiasaan atau emang udah kebiasaan baca al-baqarah ya prof?" batin Dinda.
"Besok-besok kalau Professor Toni yang jadi imam gue sholatnya shift ke dua aja biar dapat imam yang lain," ucap Dinda pada Anetha.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor Difficult Word
RomansSekuel dari 🚑 He's My Romantic Doctor 🚑 [End] Judul pertama: Difficult Word Mengisahkan perjuangan cinta dari seorang dokter spesialis Anestesi yang bernama Adinda Nifsihani yang berusaha meluluhkan hati sedingin es layaknya kutub Utara dan Selata...