Part 30

8.2K 513 41
                                    

Sepuluh tahun yang lalu...




Sore ini Rivan baru sempat pulang karena ia habis membaca buku-buku kedokteran yang lain di perpustakaan. Saat ia berjalan menuju ke tempat parkir tiba-tiba saja seseorang memanggilnya.

"Rivan!" Rivan menoleh kebelakang saat ada seseorang yang memanggilnya. Rivan membalas senyumannya saat orang itu tersenyum pada Rivan.

"Kamu mau kemana?" tanya Hafidzah pada Rivan.

"Pulang, mau mampir kerumah?" Hafidzah mengangguk, Rivan membukakan pintu mobil untuk Hafidzah dan segera membawa Hafidzah kerumahnya.

Rivan dan Hafidzah sudah cukup lama berpacaran sejak sma karena Rivan kalah dalam permainannya bersama Daffa, saat itu Daffa memiliki tantangan bagi siapapun yang kalah harus menjadi pacarnya Hafidzah seberapa sanggup hubungan itu akan bertahan lama.

Dan kali ini sudah berjalan satu tahun, Rivan jadi tak tega dan terus memikirkan cara agar tidak ketahuan masalah taruhan itu. Bukan karena Rivan sendiri menyukai Hafidzah, tidak. Ia tak pernah memiliki perasaan pada temannya ini entah kenapa alasannya ia sendiri juga tak tahu. Padahal Hafidzah gadis yang di idam-idamkan para kaum adam yang memiliki paras yang cantik begitu juga dengan akhlaknya.

Rivan memberhentikan mobilnya saat ia sampai didepan rumahnya, Hfidzah turun dan kedatangannya langsung disambut hangat oleh Hendro dan Daffa. Tapi berbeda Bi Kiyem yang tidak menyukai Hafidzah sama sekali, Kiyem sendiri sudah menjadi pengasuh Rivan sejak ia pertama dibawa kesini.

Jadi wajar saja, Rivan menganggap Kiyem sebagai ibunya sendiri. Bukan Rivan saja namun Daffa juga sudah diurus oleh Kiyem sejak mereka masih kecil.

"Gimana kuliahnya?" tanya Hendro berbasa-basi dengan Hafidzah yang juga sedang kuliah kedokteran namun berbeda kampus dengan Rivan.

"Alhamdulillah lancar om." Jawab Hafidzah dan Hendro hanya mengangguk lalu meminta Hafidzah untuk mampir kerumahnya sebentar.

Melihat Hafidzah yang masuk bersama Hendro membuat Rivan juga ikut masuk, sudah ada beberapa buku kedokteran yang ia pegang begitu juga di dalam tasnya yang sudah terasa berat.

"Berat." ucap Rivan saat beberapa buku kedokterannya sudah berada ditangan Daffa yang sedang meliriknya sinis.

"Ini kan buku lo bukan punya gue!" teriak Daffa tak terima sedangkan Rivan hanya terkekeh pelan dan masuk ke dalam rumahnya begitu saja.

Rivan sengaja menganggu adiknya itu, seperti kakak adik pada umumnya yang suka mengusil begitulah Rivan kepada Daffa yang pulang ke Jakarta karena sedang libur kuliah. Daffa bukan kuliah disini, tentu Hendro selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Saat ini Daffa sedang kuliah kedokterannya di Jerman, bukannya pilih kasih tetapi kemarin Rivan juga sempat di tawarkan untuk kuliah bersama Daffa disana agar sama-sama memiiki karier yang bagus namun Rivan menolak. Kuliah di UI saja sudah mahal apalagi di negeri orang? Rivan tentu saja tahu diri kenapa Rivan yang anak angkat diperlakukan istimewa juga?

Rivan bersyukur karena Daffa tak seburuk yang ia kira, Daffa seolah paham dengan kondisi Rivan yang tak memiliki orang tua lagi. Awalnya Rivan mengira Daffa ini akan jahat kepadanya rupanya tidak.

"Kenapa kamu nggak mau kuliah di UI saja?" tanya Hendro pada Hafidzah. Hafidzah yang sedang duduk sembari meminum teh nya hanya tersenyum.

"Nggak papa om, yang penting bisa kuliah kedokteran aja Hafidzah udah bersyukur." Ya seperti biasa, anggun dan memiliki jawaban yang cerdas. Benar-benar kriteria yang pas menurut Hendro untuk anaknya itu.

Setelah mengobrol sebentar bersama Hendro, Hafidzah pamit untuk pulang karena tak enak jika harus berlama-lama disini.

"Aturan om mau ngasih ilmu kedokteran yang banyak kalau kamu lebih lama disini." Hafidzah terkekeh pelan, ia hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih sebelum pamit.

The Doctor Difficult WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang