Pemilik mata cokelat muda sayu yang memiliki sorot tajam sedang mencari keberadaan seseorang yang sudah lama ia tunggu.
Pemuda itu berdiri dari tempatnya duduk dan hendak mencari kemana seseorang yang ditunggunya itu pergi, namun saat ia baru berjalan satu langkah tiba-tiba seseorang yang ditunggunya itu muncul dari belakang.
"Mau kemana Van?" tanya orang itu yang tak lain adalah Dinda.
"Nyari lo lah," ketus Rivan yang membuat Dinda terkekeh pelan.
"Maaf kalau kelamaan nunggu, namanya juga panggilan alam." Ucap Dinda dengan percaya diri, baru kali ini rasanya Rivan bertemu dengan seorang wanita macam Dinda. Baru satu bulan jalan saja sudah tak ada lagi menunjukkan rasa jaimnya. Dinda memang benar-benar spesies wanita yang sangat langka.
"Jadi mau ngomongin apa ini?" Tanya Dinda yang sudah akrab dengan Rivan. Rivan terdiam, ia bingung bagaimana cara menjelaskannya. Ia ingin mengakui semua perasaannya terhadap Dinda.
"Kita kan udah jalan sebulan ini, gue sih tergantung lo. Lo nya nyaman apa nggak sama gue?" Tanya Rivan canggung sambil mengusap tengkuk lehernya, Dinda juga ikut canggung bahkan ia lupa kalau ini sudah satu bulan hubungannya bersama Rivan.
Jujur, ia juga nyaman bersama Rivan yang selalu peduli dan membantunya kala dia kesusahan sendiri. Dari awal pun Rivan sudah peduli dengan Dinda entah karena apa ia sendiri juga tak tahu.
"Jadi ini diserahkan ke gue semua gitu? Lo nya sendiri gimana?" Tanya Dinda sambil menatap iris coklat muda Rivan.
"Kalau menurut gue sendiri sih, gue mau tetap ngelanjutin karena gue nggak bisa bohong sama diri sendiri kalau gue udah jatuh hati sama lo." Jelas Rivan sambil tersenyum menatap iris mata Dinda yang berwarna hitam pekat itu. Dinda agak terdiam sebentar, canggung rasanya untuk mengakui semuanya.
"S-sama sih, gue juga gitu." Mata Rivan membulat begitu mendengar jawaban Dinda yang tak ia sangka-sangka, Rivan malah mengira Dinda akan menolaknya.
Rivan yang sudah tak bisa lagi menahan senyumnya akhirnya tersenyum lebar, ia menatap Dinda dan sengaja menggoda wanita disebelahnya ini.
"Gitu gimana?" Tanya Rivan, wajahnya sudah ia dekatkan dengan Dinda bahkan Dinda sampai menahan nafasnya begitu ia sendiri bisa merasakan hembusan nafas Rivan saking dekatnya posisi mereka saat ini.
Dinda yang sudah terlanjur malu langsung mendorong kedua bahu Rivan hingga tubuhnya termundur, kedua tangan Rivan kali ini sudah ia masukkan ke dalam saku celananya. Matanya masih menatap Dinda yang tak bisa ia lepaskan kali ini.
"Menurut lo aja, gue tahu kalau lo ngerti sama omongan gue."
"Gue emang ngerti, tapi lebih enak lagi kalau dengar langsung dari mulut lo sendiri Dinda." Jawab Rivan.
"Sebelum gue jawab gue mau nanya sama lo," mendengar hal itu membuat dahi Rivan berkerut.
"Nanya apa?"
"Kenapa cowok seganteng lo bisa suka sama gue? Sejak kapan lo mulai suka? Terus juga gue masih nggak ngerti sama omongan lo waktu pertama itu lo bilang kalau mau buat mantan pacar lo cemburu." Rivan tentu paham, ia tahu kalau Dinda akan menanyakan ini nantinya dan sekarang lah waktunya ia harus menjawab pertanyaan Dinda sendiri.
"Karena gue suka sama lo, emang harus ada alasan buat kita suka?" Dinda merasa omongan Rivan ini ada benarnya juga. Ia hanya mengiyakan ucapan Rivan tanpa menanyakan lebih detail lagi.
Rivan tentu sudah menyiapkan jawab yang simpel ini dari jauh-jauh hari, ia tak mau kalau Dinda sampai tahu alasan yang sebanarnya mengapa Rivan bisa menyukai Dinda. Karena jika diceritakan agak tak masuk akal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor Difficult Word
RomanceSekuel dari 🚑 He's My Romantic Doctor 🚑 [End] Judul pertama: Difficult Word Mengisahkan perjuangan cinta dari seorang dokter spesialis Anestesi yang bernama Adinda Nifsihani yang berusaha meluluhkan hati sedingin es layaknya kutub Utara dan Selata...