Terkadang kamu tidak akan pernah tahu nilai dari suatu momen sampai hal itu menjadi sebuah kenangan.
***
"Tolong! Hmphh..." Mulut Dinda langsung di bekap oleh orang yang tak di kenalnya, Dinda bahkan bingung dengan apa yang terjadi saat ini.Bahkan Dinda di seret dengan paksa sampai-sampai infus yang ia kenakan langsung lepas dan mengeluarkan darah dari tangannya. Mata Dinda membulat begitu melihat ada orang yang dalam keadaan tak sadarkan diri dibawah lantai. Orang itu adalah orang suruhan Hafidzah yang datang sendirian kesini.
"K-kalian siapa?" saat Dinda menanyakan itu, tiga orang yang lain langsung menodongkan pistol dan Dinda mengangkat tangannya. Kenapa banyak sekali yang memakai pistol sih?
"Masuk." Dinda mengangguk saja sata dirinya di suruh masuk ke dalam mobil, bahkan barusan Dinda sempat-sempatnya berpikir, ia kira kalau di culik seperti ini akan di bawa menggunakan mobil jeep seperti yang sering ia tonton di sinetron-sinetron.
Dinda duduk di tengah, sementara dua pria lain duduk di sisi kanan dan kirinya dengan pistolnya jangan lupa. Sementara yang satunya berada di depan untuk menyentir mobilnya.
Jangan tanya betapa takutnya Dinda saat ini, tangan dan kakinya sudah gemetaran melihat dua bahkan tiga pistol yang akan siap menembaknya jika Dinda bertingkah macam-macam.
Dinda melirik kedua orang di sebelah kanan dan kirinya yang tertidur pulas dengan memegang pistol di tangan kanannya, bahkan saat ini Dinda tak tahu akan dibawa kemana.
"Gue harus tenang dan fokus. Pikirkanlah, apapun itu." batinnya sendiri.
"Ya, gue harus memikirkan hal-hal yang bahagia. Yang buat gue bahagia." Dinda menatap ke atas untuk mengingat momen apa yang paling membuatnya bahagia.
Dinda memejamkan matanya dengan sedikit terisak, entah kenapa yang ia ingat adalah Rivan.
"Rivan yang sedang memasak nasi di pagi hari saat gue mabuk waktu itu."
"Rivan yang tak tahu perbedaan antara bilik dan serambi, bahkan ia lemah kalau soal jantung tapi malah nyasar jadi spesialis jantung beneran." Dinda bahkan terkekeh sendiri saat mengingat hal itu.
"Rivan yang kemarin nyelimutin pas kecelakaan." Dinda bahkan tahu dan sadar kalau saat itu Rivan pergi mengendap-ngendap dan hanya berpura-pura tidur. Karena saat itu Dinda sendiri merasa ada seseorang yang menyelimutinya dan mematikan AC kamarnya barulah ia pergi setelah cukup lama menatap Dinda yang sedang tertidur saat itu.
"Rivan yang selalu berbohong, bahwa segalanya baik-baik saja dan walau semuanya jadi kacau." Tanpa sadar Dinda menteskan air matanya yang perlahan-lahan mengalir dengan deras, percayalah menangis tanpa suara sungguh hal yang menyakitkan.
Bahkan Dinda mendadak mengingat penolak-penolakannya pada Rivan dulu, Rivan yang selalu bersikap dingin dan cuek rupanya karena tak mau dirinya mengingat masa lalu. Walaupun cuek begitu Rivan memiliki sikap yang manis.
"Lo bakal aman, selama dalam pandangan gue nggak akan terjadi apa-apa." Ini hal yang paling Dinda ingat saat dirinya pertama kali berpacaran dengan Rivan. Saat itu Dinda bertanya bagaimana jika ia di serang oleh mantan-mantan atau fansnya karena telah menjadi pacarnya? Dan Rivan menjawab hal itu dengan singkat, padat dan jelas.
Tapi tidak sesuai dengan ucapannya, bahkan Hafidzah yang catatannya sudah menjadi mantannya itu masih bisa menyerangnya sampai membuatnya hilang ingatan.
"Memang dia pahlawan super? Kenapa dia selalu bilang nggak akan terjadi apa-apa? Ch." Dinda menangis lagi, ia terisak.
"Rivan yang selalu gombal dan berbohong."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor Difficult Word
RomanceSekuel dari 🚑 He's My Romantic Doctor 🚑 [End] Judul pertama: Difficult Word Mengisahkan perjuangan cinta dari seorang dokter spesialis Anestesi yang bernama Adinda Nifsihani yang berusaha meluluhkan hati sedingin es layaknya kutub Utara dan Selata...