Elang memperhatikan wajah April yang terlelap di pundaknya. Sebenarnya sebentar lagi akan sampai di pemberhentian, akan tetapi Elang tidak tega jika harus membangunkan gadis itu.
"Jangan lihatin gue!"
Elang terkesiap mendengar suara April, padahal kedua mata gadis itu masih terpejam.
"Lo udah bangun?"
"Hm."
"Terus, ngapain masih nyender di pundak gue? Senyaman itukah---
"Hadep kiri!"
"Apaan?"
"Gue malu ego! Hadep kiri buruan!"
Dengan menahan senyum, Elang melengoskan wajahnya ke kiri, akan tetapi ekor matanya tetap melirik ke April.
Gadis itu terlihat bergegas mengangkat kepalanya yang menyender di pundak Elang lalu dengan cepat menghadap ke jendela sambil merapikan rambutnya.
Bertepatan dengan itu, bus berhenti di pemberhentian.
"Eh?"
"Biar gue yang bawa."
Elang mengambil alih tas sekolah April, lalu menyuruh gadis itu untuk berjalan lebih dulu, sementara Elang mengikuti dari belakang.
Begitu turun dari bus, Bu Prita hendak menghampiri April dan Elang. Akan tetapi ponselnya lebih dulu berbunyi.
"Halo?"
"Mba Prita lihat ke belakang."
Sontak Bu Prita celingukan, mendapati Mahen---teman adiknya yang berdiri di depan motornya sambil melambaikan tangan ke arahnya.
Bu Prita menoleh ke jalanan, akan tetapi pandangannya sudah tak mendapati Elang dan April. Akhirnya kedua kakinya melangkah menghampiri Mahen. Dalam hati, guru cantik itu merasa khawatir pada dua muridnya.
Sementara itu...
"Nggak naik ojek aja nih, Pril?"
"Nggak usah. Udah deket kok. Bentar!"
"Apa?"
Sontak Elang menghentikan langkahnya ketika April mendekat. Lalu gadis itu membuka resleting tasnya.
Posisinya, Elang menggendong tas miliknya di punggung, sedangkan tas milik April ia gendong di bagian depan.
"Nih kotak besar isinya apaan?"
"Sepatu safety buat Ayah."
"Pantesan berat, ternyata!"
April cuma nyengir sambil merogoh sesuatu dari dalam tasnya.
"Aish, lo bawa-bawa ketapel segala buat apa?"
"Buat jaga-jaga. Nih, lo pegang ini."
April memberikan alat kejut listrik kepada Elang, sedangkan dirinya memegang semprotan merica, lalu ketapel tersebut di kalungkan ke lehernya.
Elang cuma terkekeh melihat kelakuan April.
"Kenapa?"
Ketika melewati taman bermain, tiba-tiba April menghentikan langkahnya membuat Elang penasaran.
"Dulu, gue pernah ketemu Hatake Kakashi di sini."
Seketika Elang terbahak. "Kalau mau ngarang cerita kreativan dikit lah, Pril."
"Gue serius. Ini buktinya."
Lalu mengangkat ketapel yang mengalung di lehernya, menunjukannya ke Elang.
"Dia yang ngasih ini ke gue."
Elang memperhatikan ketapel itu. Terdiam sebentar kemudian terbahak lagi.
"Waktu itu... keknya gue masih kelas 2 SD. Gue pulang sendirian karena Senja sama Angin lagi sakit. Tuh dua orang kalau sakit suka barengan mentang-mentang kembar. Terus nih ya, waktu lewat depan taman, ada tiga anak cowok yang nyegat gue. Keknya mereka kelas 3 atau 4 kalau nggak salah. Anjir, mereka ngeroyok gue gara-gara nggak ngasih mereka duit. Untung ada Hatake Kakashi waktu itu."
Sambil jalan, Elang mendengarkan cerita April. Sesekali pemuda itu terkekeh karena April begitu ekspresif, sangat mendalami.
"Awalnya gue bingung, antara mau ngakak atau seneng ada yang nyelamatin gue."
"Soalnya?"
"Kostumnya itu loh, Lang... kalau lo lihat waktu itu mungkin lo juga bakalan ngakak. Secara, Hatake Kakashi kan pakai masker sama iket kepala yang nutupin mata sebelahnya, kan? Tapi bocah itu enggak. Dia pakek kresek item buat dijadiin iket kepala sekaligus maskernya. Udah gitu pakek sarung buat dijadiin jubah segala lagi. Bukannya jadi Kakashi malah lebih kelihatan kek maling. Haha"
Elang jadi ikutan senyum ketika melihat April tertawa lepas seperti itu.
"Sayangnya gue nggak tahu nama aslinya siapa. Nggak sempet kenalan kita karena waktu itu Ayah keburu manggil gue. Tapi setidaknya, kita sempet tukeran barang buat dijadiin kenang-kenangan. Dia ngasih gue ketapel kesayangannya, terus gue kasih dia kartu gambar Hatake Kakashi yang gue dapat dari hadiah chiki."
"Lo inget sampai sedetil itu?"
"Oh mesti! Karena berkat tuh cowok, gue jadi bisa lebih berani. Lihat gue sekarang!"
April memamerkan tinju serta tendangan andalannya.
"Ya ya, terusin aja ceritain tuh cowok."
April menoleh lalu menyipitkan matanya ketika melihat wajah Elang yang tiba-tiba cemberut.
Seketika, gadis itu tersenyum jahil.
"Apa?"
"Tenang, Lang... nggak usah cemburu gitu. Kalau disuruh milih antara lo sama anak itu. Gue pilih lo kok." Kata April seraya menepuk pundak Elang membuat pemuda itu langsung salting.
▪🌻🌻🌻▪
Pram terbangun dari tidurnya, melihat jam di ponselnya masih menunjukan pukul 11 malam. Artinya, pria itu baru tidur tiga puluh menit saja.
Pram beranjak, berjalan menuju dapur. Menuangkan air ke dalam gelas, lalu meneguknya hingga tandas.
Aku menelpon sebenarnya hanya ingin memberitahu Paman kalau anak itu terus mencari Paman. Dia pergi ke apartemen, bahkan sampai mendatangi perusahaan. Laporan selesai. Aku tutup telponnya sekarang.
Lagi-lagi Pram teringat dengan ucapan Adamson. Dia pikir, setelah dirinya memilih pergi seperti ini April akan membencinya, menganggapnya pembohong karena telah mengingkari janji.
Namun...
Pram sedikit terlonjak ketika mendengar ketukan pintu. Sudah jam 11 malam, orang gila mana yang bertamu ke rumahnya semalam itu?
Begitu pintu terbuka, Pram membulatkan mata. Pria itu terkejut ketika April tiba-tiba memeluknya.
"Ayah, April kangen..."
.
1-12-2024

KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable
Romance🌻Ini kisahnya April dan Elang🌻 Menceritakan tentang arti cinta, keluarga, pengorbanan, kesetiaan, dan penantian~ [Sebenarnya ini Book lama, cerita pertama yang saya tulis (tahun 2017). Tapi ceritanya sempet hiatus, lalu saya unpub, saya revisi, te...