-Chapter 38-

844 48 23
                                    

"Semua orang berhak membenci, dan semua orang berhak menyukai, jadi jangan mencuci otak orang lain untuk membenci seseorang"

***

PAGI yang tidak terlalu cerah, langit mendung dan awan hitam menghiasai langit Kota Hamburg pagi itu. Mahasiswa kembali ke kampus, dan hari ini sudah hari ke lima mereka kembali masuk kampus.

"Woy Raf, lo mau kemana?" tanya Zidan yang melihat Rafa keluar dari ruangan dengan terburu-buru.

"Mau balik lah," jawab Rafa.

"Lah? Bukannya masih ada mata kuliah lagi habis ini?"

"Gue izin, udah ngasih tau dosennya," jawab Rafa santai.

"Tumben banget," pungkas Zidan.

Rafa tidak menggubris dan terus berjalan menuju parkiran. Dia ada janji dengan seseorang sekarang, dan janji itu lumayan penting.

***

BUNYI lonceng kafe saat pintu di buka menarik perhatian beberapa orang yang ada di dalam kafe. Laki-laki itu masuk ke dalam kafe tersebut, disambut dengan banyak tatapan memuja dan mengagumi sosok tampannya.

Seseorang melambai kearahnya, memberikan tanda jika orang yang ia cari ada di sana. Laki-laki itu segera melangkah ke sana dan duduk di kursi kosong, di depan gadis bertopi hitam itu.

"Apa yang mau lo omongin?" tanya Rafa.

"Santai dulu dong, masih ingat rencana kita kan?" tanya gadis itu.

"Hm."

Rafa mengangguk lalu menyesap kopi yang sudah ada di hadapannya, ya dirinya memang minta dipesankan americano latte.

Gadis itu terlihat memajukan tubuhnya kedepan lalu mulai membuka mulutnya untuk berbicara.

"Rencananya gini..."

***

MALAM itu, malam yang mungkin paling indah bagi gadis berambut gelombang ini. Ya, dirinya sedang ada kencan malam ini. Dan mau tahu siapa yang mengajaknya? Rafa.

Sabita sudah tiba di bioskop tempat mereka kencan. Dirinya tiba lebih awal. Gadis itu menunggu di sana seorang diri, sampai akhirnya Rafa datang dan menghampiri gadis itu.

"Udah lama?" tanya Rafa.

"Nggak kok kak, baru aja," jawab Sabita.

"Hm, yaudah yuk masuk," ajak Rafa.

Sabita mengangguk lalu tersenyum. Mereka pun masuk ke dalam bioskop dan duduk di kursi yang sudah ditentukan. Bioskop itu cukup sepi, ntah kenapa terasa aneh bagi Sabita.

Dan yang menonton disana, rata-rata memberinya tatapan sinis dan wajah mereka sangat familiar. Ntahlah, ia tidak ingin malam ini rusak karena hal tersebut. Sabita diam dan berusaha untuk menikmati film yang akan diputar.

"Filmnya udah mau mulai ya?" tanya Sabita.

"Iya," jawab Rafa singkat.

RafAlca (SEQUEL) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang