-Chapter 28-

787 38 9
                                    

"Secantik-cantiknya dia, kalau udah pernah ngambil kebahagiaan orang lain,
Dia gak lebih dari sampah."

***

"UDAH Ca.. lo yang kuat yaa..," ucap Lizzi berusaha untuk menenangkan gadis itu.

Sudah lebih dari dua jam Alca menangis seperti ini. Mereka Alca memutuskan untuk izin tidak masuk mata pelajaran kuliah hari itu. Dirinya benar-benar kacau, tidak bisa menampakkan diri di hadapan banyak orang sekarang ini. Tidak kuat rasanya.

Isakan Alca terdengar cukup nyaring, bi Inem yang kini berada di depan pintu kamar Lizzi pun tidak enak untuk masuk, jadi ia memutuskan untuk meletakkan cemilannya di atas meja samping pintu kamar Lizzi.

"Lo harus kuat Ca, Rafa juga gak mungkin lebih milih dia dari pada lo," ucap Lizzi.

"Tapi Liz.. kalau Rafa beneran.. ngelepas gue.. gimana?" tanyanya dengan suara putus-putus.

"Nggak, gue yakin gak mungkin Rafa secepat itu berpaling dari lo," jawab Lizzi berusaha untuk meyakinkan Alca.

"Gue takut, Liz..," lirihnya.

"Udah ya, kita makan dulu yuk, bi Inem mungkin udah buatin cemilannya, gue ambil dulu bentar," ucap Lizzi.

Alca menarik dirinya dari pelukan Lizzi dan berusaha untuk tenang, Ir bersandar di dinding sambil menutup kedua bola matanya. Menahan agar air matanya tidak terjun bebas lagi.  Namun sia-sia, air mata sialan itu terus saja bercucuran keluar tanpa ingin berhenti.

Lizzi membuka pintu kamar dan melihat cemilan diatas meja samping pintu kamarnya. Ia pun segera mengerti kenapa bi Inem sangat lama membawakan cemilan ke kamarnya. Mungkin saja dirinya tidak enak jika harus mengetuk pintu dan menginterupsi mereka berdua.

Lizzi segera mengambil cemilan tersebut dan kembali masuk ke dalam kamar.

"Nih makan dulu yuk, lo belum ada makan kan dari pagi," ucap Lizzi.

"Gak mau," tolak Alca yang terus meneteskan air mata.

"Udah Ca, jangan nangis ntar mata lo tambah parah bengkaknya," ucap Lizzi yang terus mengelap air mata Alca yang turun ke pipinya.

"Enak ya jadi lo Liz.. Raka gak mungkin nyakitin lo yaa..," celetuk Alca.

"Hm, dalam hubungan itu gak ada yang mulus terus, pasti ada lika-liku nya Ca.. sama kayak lo jalan di aspal, gak mungkin kan jalanan itu bakal mulus terus, itu yang namanya hubungan.. kalau lo dan dia dewasa, lo pasti bisa ngelewatin ini semua, tapi.. kalau lo sama dia sama-sama ego, kalian gak bakal bisa bersatu, kayak air dan minyak, remember this," jelas Lizzi dengan suara yang lembut sambil memegangi kedua bahu Alca dan menatap mata sahabatnya itu.

Alca hanya mendengarkan, setelah itu Alca kembali menangis karena menyadari satu hal. Tadi malam ia begitu emosi dan mengatakan kalimat sakral itu. Ternyata emosi sesaat bisa membuatnya kehilangan hal berharga.

"Gue yang salah Liz..," lirihnya dalam sela tangisnya.

Lizzi diam, ia hanya mendengarkan Alca yang ingin kembali melanjutkan kalimatnya.

"Gue yang salah karena gue yang bilang kalau gue mau.. mau break sama dia..," ucap Alca yang kini sudah menatap Lizzi dengan ekspresi menyesal.

RafAlca (SEQUEL) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang