(35)

119 26 5
                                    

--- Aғᴛᴇʀ Rᴀɪɴ ---
#35

🅥🅞🅣🅜🅔🅝🅣!


Alan berjongkok menyembunyikan wajahnya, tangannya memegang kepalanya. Raya hanya diam, dia merasa jika bukan dirinya yang sial mengenal Alan, namun Alan lah yang hidupnya menjadi sial karena mengenal Raya.

Alan berdiri lalu menatap Raya, "Ayo pergi ke alamat itu." ajaknya yang membuat Raya melihat ke arahnya.

"T-tapi.."

"Selesaiin masalah ini, baru aku akan menyelesaikan masalah dengan mereka." ucap Alan yang sudah merasa berfikir matang.

"Lebih baik lo selesaiin masalah sama mereka dulu.."

"Kamu mau terus diterror? Nyawamu terancam!" Alan sedikit membentak yang membuat Raya sedikit terkejut.

"Mereka hanya salah paham, aku bisa menyelesaikannya." lanjut Alan dengan suara pelan karena merasa kacau hari ini, memukul Aksa dan membentak Raya, kenapa dirinya menjadi seperti kasar tanpa disadari.

Alan menghela nafas, "Ayo, temui orang itu dan mendapatkan identitas pelaku." katanya lalu berjalan terlebih dahulu.

Raya menatap punggung Alan, ia mengusap wajahnya kasar. "Aku akan pergi jika semua ini selesai, arrgg aku sangat lelah." gumamnya yang ingin menangis sambil berjalan mengikuti Alan.

Di mobil Alan duduk di sebelah Pak Amin dengan bersandar dan mata yang terpenjam, Raya hanya diam memandang jalanan dari kaca.

"Ini kenapa? Ada yang terjadi lagi?" Pak Amin mencoba untuk membuka suara agar tidak hening.

Raya melihat Pak Amin, Alan hanya berguman dengan mata yang masih terpenjam. "Dikit Pak."

"Neng," panggil Pak Amin ke Raya.

"Iya, kenapa Pak?"

"Nak Alan sudah berhari-hari mencari tau pelaku yang menerror neng Raya, bahkan kemarin pulang dari panti dia tidak tidur sampai pagi, walau tidak tidur wajahnya terlihat bahagia karena berhasil mendapatkan identitas dan alamat salah satu dari orang suruhan itu." ucap Pak Amin sambil tersenyum.

"Udahlah Pak." sahut Alan yang kini membuka mata karena Pak Amin memberitahukan hal tersebut.

Raya melihat Alan lalu melihat Pak Amin, "Itu semua benar Pak?" tanya Raya yang membuat Alan menoleh melihatnya.

Pak Amin mengangguk, "Benar, Bapak aja kagum ke dia. Di sisi lain dia selalu luangin waktu buat neng Rania yang lebih sering meminta bersamanya, di sisi lain waktu istirahatnya digunakan untuk menyelesaikan masalah sama neng Raya. Papanya sering marah karena dia gampang sakit tapi malah bandel disuruh istirahat gak mau."

"Pak sttt diam, gak usah dijelasin sampai situ juga kali." ucap Alan sambil menyenggol lengan Pak Amin yang sedang menyetir.

Pak Amin terkekeh, "Iya iya maaf."

Alan melihat Pak Amin lalu melihat ke Raya sekilas dan kini menatap lurus ke depan.

"Pak, ada obat buat luka gak?" tanya Raya tiba-tiba.

"Ada, buat apa neng."

"Buat ngobatin Pak masa dicemilin."

Alan mengambilkan kontak obat yang di tunjuk Pak Amin di tempat depan Alan. Alan memberikannya ke Raya, "Nih, kamu luka?"

"Buat lo lah! Ngaca gih obatin." ucap Raya.

Pukulan Aksa membuat tulang pipi Alan terluka, Alan melihat wajahnya di kaca spion dalam lalu meringis karena baru menyadari.

After Rain(✔)🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang