Bila raga tak bisa menolak, apa perasaan akan sama?
--
RALINNE menurunkan kameranya dari depan mata, sepertinya ia salah mengambil objek---karena seharusnya yang ia potret adalah kegiatan anak-anak di taman, bukan dua remaja berbeda jenis kelamin yang sedang tertawa riang.
Ralinne menghembuskan napas beratnya, "Kakak kenapa harus ada di sini si?"
Ralinne bangkit dari posisi jongkoknya dan berjalan mundur menuju kursi panjang di taman tersebut.
"Lin, balik sama ojek aja ya. Gue ada keperluan nih," ucap Agatha, sahabat Ralinne.
Ralinne mengangguk. "Keperluan apa?" Ralinne mengangkat kepala dan melepas tali kamera dari leher jenjangnya.
"Biasa, tau lah. Masa kagak," balas Agatha sembari terkekeh.
"Bucin lo, pacar kayak gitu aja dipertahanin, mending jomblo dah kayak gue."
"Apaan, orang lo sukanya sama yang gak pasti. Gak jelas kan wkwk," ucap Agatha menimpali ucapan Ralinne.
"Jangan bahas itu, Tha."
"Kalo suka nyatain, jangan diam aja. Pasti dia bakal buat pertimbangan antara elo atau tuh cewek. Semangat, Lin."
"Bacot." Agatha menepuk bahu Ralinne dan segera berjalan menghampiri sang Kekasih.
Javier
Lo di taman Ra? Mau pulang bareng gak?
Anin lihat lo.Ralinne
Iya Kak. Gausah lah, aku mau ke Kafe Alan.Javier
Gue juga mau ke sana. Ayo bareng, Gue antar Anin pulang dulu.Ralinne
Oh yaudahRalinne tidak bisa menolak ucapan Javier kalau sudah begini. Javier akan memaksanya, dan Ralinne lemah bila Javier memaksanya.
Javier menoleh ke belakang di mana ada Ralinne tengah menunduk, Javier menghembuskan napas beratnya lalu mengusap punggung Anin--Kekasihnya--agar cepat berjalan meninggalkan taman.
Merasa Javier sudah pergi, Ralinne mengangkat kepalanya dan menghembuskan napas lelahnya lagi.
"Kenapa Kakak gak pernah paham sama perasaan adek? Meskipun ini salah, tapi Ralinne benar-benar sayang Kakak."
Ralinne membawa tas kameranya dan segara berjalan ke trotoar, ia akan menunggu Javier kembali.
--
"Setelah lulus lo mau kuliah dimana, Ra?"
Ralinne menoleh ke kanan di mana ada Javier di sebelahnya. Ralinne tampak berpikir, setelah meninggalkan taman dan menaiki mobil hitam milik Javier rasanya Ralinne canggung bertegur sapa dengan sang Kakak.
"Aku maunya di Singapura, tapi kata Papa di Jakarta aja." Ralinne menyedot susu coklatnya hingga tandas. Javier memegang puncak kepala Ralinne.
"Kejar cita-cita lo sampai sejauh yang lo mau. Gue dukung elo, adik gue satu-satunya." Javier mengusap puncak kepala Ralinne, Ralinne tersenyum.
"Iya Kak, btw, di kampus Kakak udah ada info tes?"
"Yakin lo mau masuk Universitas kayak gue?" Ralinne mengangguk.
"Selagi Negeri aku mau," balas Ralinne.
"Gue gak tahu. Nanti gue infoin ke elo."
"Gimana si, Kakak kan Ketua BEM."
"Ketua BEM gak ngurusin info masuk kuliah kali, ada-ada aja." Javier menggeleng sembari tertawa, pun dengan Ralinne.
Atmosfir di dalam mobil kembali canggung, Ralinne tidak memiliki topik pembicaraan lagi, Javier pun tampak fokus dengan jalanan di depannya.
Ralinne tersenyum kala mobil mereka berhenti pada Kafe milik Alan, sepupunya. Ralinne dengan tawa bahagia turun dari mobil meninggalkan Javier.
"Ralinne! Ke mana aja lo? Diem di rumah mulu, bahaya tahu." Alan memeluk Ralinne yang baru saja berpapasan dengannya.
Ralinne melerai pelukannya. "Kata siapa? Orang gue main ke rumah Tante Ina terus. Lo-nya aja yang gak ada dodol!"
"Kata Mama lo main cuma sekali, itu pun sama si Javier. Eh iya, abang lo mana?" Ralinne memutar kepalanya.
"Masih di dalam mobil mungkin. Dia kan sibuk, eh, sok sibuk deh," ucap Ralinne lagi.
"Parah lo, gitu-gitu kan your brother."
--
"Besok ada acara di kampus gue. Lo mau ikut?"Ralinne tampak berpikir. "Acara apaan?"
"Biasa, acara malam."
"Kalau lo mau, chat Gue aja."
"Yaelah, Kak. Kita tinggal satu atap kali, bisa panggil-panggilan tanpa chat-chatan."
Ralinne membuka kunci pintu utamanya. Kedua orangtua Ralinne tengah berlibur di China, jadi lah Ralinne dengan Javier berdua di rumah.
"Teman-teman Kakak ada yang badung gak sih?"
"Yang badung pasti banyak, yang setia cuma Gue." Javier membanggakan diri, Ralinne tertawa dan kembali mengunci pintu utama di rumahnya.
"Kayaknya air belum dimatiin deh, Gue ke belakang dulu yak. Lo langsung ke kamar, jangan lupa kunci pintu kamarnya." Ralinne mengangguk.
"Kakak gak tidur di kamar aku lagi kan?"
"Enggak."
"Oh yaudah, aku pamit ya."
--
Vier, gimana? Adek lo mau gak?
Santai bro, mau dia mah. Gue paksa aja mau.
Oke, thank u ya Vier.
Nanti tip-nya gua transfer ke elo.
Siap.
--
15 June
Awal mula brotherzone dimulai, Javier baik di depan Ralinne dan keluarga saja. Selebihnya kalian bisa nilai Javier sendiri.Cerita ini bakal panjang kisahnya. Jadi, tetap dukung aku ya.
Instagram :
Lebeluvland
![](https://img.wattpad.com/cover/229375037-288-k34359.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravity
Teen Fiction"Kak, aku positif." Sekali pun kamu bertekuk lutut, sampai kapan pun aku akan menolak kehadiranmu. Ralinne benar-benar tidak menyangka bila peristiwa kelam satu malamnya berakhir seperti ini, Ralinne berusaha menguatkan diri dengan berbagai macam ca...