Gravity - 17

9.2K 501 1
                                    

Hallo, jangan lupa ramaikan bagian ini ya😊

[]

"Lin, dari mana aja tadi?"

"Aku abis beli mie ayam, Pa."

"Sendiri?"

Ralinne mengangguk. "Emangnya mau sama siapa lagi?" ujar Ralinne diselingi kekehan kecil.

"Sama bibi gitu kan bisa."

"Hm, pengennya sendiri, Pa."

"Yaudah deh. Papa punya hadiah nih buat kamu!"

"Papa mau balik?" Mata Ralinne berbinar bahagia. Diaz tampak ragu untuk memberikan anggukan, pasalnya ia masih memiliki satu projek yang lumayan besar dan mungkin setelah rampung, projek itu akan selesai.

"Iya, tapi ga sekarang ya. Papa masih ada kerjaan."

Mimik di wajah Ralinne tampak berubah dalam waktu sekejab. "Yah," ucap Ralinne dan tanpa sengaja menitihkan air mata.

"Kenapa nangis? Papa bakal pulang kok. Tapi ga sekarang-sekarang ini."

"Terus kapan?"

"Kapan ya ...?"

"Besok bisa gak? Alin kangen Papa pake banget."

"Pulang enggak pulang enggak?"

"Pulang Papa!"

"Yaudah deh, Papa pulang."

"Yeay!"

"Tapi ...."

"Tapi apa?"

"Papa bilang dulu sama atasan Papa."

"Oke deh siap!"

Ralinne menatap ponselnya dengan binar bahagia. Ia sangat merindukan sang Ayah, hampir empat bulan ini ia tidak berjua.

"Jaga kesehatan ya, Lin. Dedeknya juga. Papa mau meeting bentar nih."

"Iya Papa, semangat ya!"

"Terima kasih sayangnya Papa."

"Sama-sama Papa!"

[]

Javier menghentikan kendaraan roda empatnya di depan Kafe milik Alan, menyegarkan pikirannya yang ruwet karena kelakuan anak-anak organisasi BEM tadi.

Ingin rasanya Javier memukul kawan-kawannya karna mengacaukan pikirannya hari ini. Namun ia berpikir dua kali untuk melakukannya. Tidak mungkin kan seorang ketua BEM fakultas Kedokteran melakukan kekerasan pada kawan-kawan satu organisasinya?

"Alan!"

Merasa dipanggil oleh Javier, Alan memutar tubuhnya dan memberikan tatapan tajam untuk Javier.

GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang