Gravity - 25

8.5K 454 31
                                    

Jangan lupa ramaikan ya ^^
.
.
.

"Gue tahu ini berat buat lo, Lin," ucap Alan pada Ralinne. Dapat Alan lihat gadis di depannya tengah mengelus perut buncitnya.

Hati Alan berdenyut nyeri. Diaz sangat egois, padahal Ralinne hanya ingin bertemu dengan Javier. Namun dengan teganya Diaz mengusir Javier.

Dapat Alan tebak juga bahwa Javier mengalami tekanan mental dari Diaz setelah ini. Alan akan membantu Javier, meski pun Diaz menolak keras kehadiran Javier.

"Lo tenang aja, gue bakal bawa Javier ke hadapan lo."

"Serius?" Alan mengangguk.

"Iya, tapi gua gak bisa janji bawa Javier sekarang. Mungkin beberapa waktu ke depan, gue takut Om Diaz marah lagi kalo lihat Javier."

Kali ini, Ralinne menyetujui ucapan Alan. Ia mengangguk sebagai jawaban dan memberikan senyuman manis pada pemuda yang biasa membuatnya naik pitam.

"Lo mau makan apa? Ayo gua siapkan," ujar Alan.

Ralinne tampak berpikir sejenak. "Gue mau makan ramen kak."

"Anjim, nyari di mana?"

"Nyari di mana? Mana gue tahu! Emang gue tukang ramen-nya," sungut Ralinne.

Alan menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal.

Setelah itu Alan turun ke bawah untuk membelikan makanan pesanan Ralinne. Mungkin di depan rumah sakit ini ada penjual ramen.

Di lain tempat, Javier tengah memutar otak tampannya untuk merebut kembali Ralinne ke pelukannya. Setelah obrolan singkat dengan Diaz, Javier semakin kalut dengan pikirannya.

Ralinne tengah mengandung benihnya. Dan Diaz dengan tega memisahkan mereka.

"Gue gatau. Arghh. Harus apa lagi coba? Culik Ralinne? Gak mungkin!" Javier memukul setir kemudinya dan menenggelamkan kepalanya.

"Kenapa gue harus gini sih?!"

Ting!

Javier melirik ponselnya di kursi penumpang. Tampak ada sebuah pesan dari Alan.

Javier membukanya dan membaca dengan perlahan.

Gue tahu apa yang terjadi di antara lo sama Om Diaz.

Gue berharap lo balas pesan ini

Gua punya ide

Javier menekan panggilan pada Alan.

"Lo punya cara apa?"

"Cara sederhana yang bakal buat lo terkagum-kagum sama gue dan bisa mengucapkan terima kasih dengan lancar."

"Gue gak punya banyak waktu buat ladenin lo!"

"Okey. Nanti selepas Ralinne pulang dari rumah sakit, dan Om Diaz urus perceraiannya sama Tante Zara, gue bawa Ralinne ke kos lu."

"Jangan bawa Ralinne ke kos gue!" Javier mengeram marah.

Bisa-bisanya seorang Alan ingin membawa Ralinne ke kos di asramanya yang banyak pemuda centil?!

Alan memang harus diberi pelajaran.

"Lah kenapa? Kan enak. Om Diaz gak akan tahu!"

"Masalahnya. Gue gak pernah suka sampai Ralinne menjadi santapan hangat anak-anak asrama. Lo gak tahu betapa ganjennya mereka. Dan gue gak suka. Paham?"

-o0o-

"Javier!"

"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu."

Javier membalikkan badannya dan menatap Anin kesal. Sedari tadi gadis itu mengejarnya dan memohon untuk berbicara empat mata.

Jelas Javier menolak karena ia tidak suka dengan kehadiran Anin setelah mengetahui betapa murahnya gadis yang pernah mendampinginya hampir satu tahun itu.

"Mau ngomong apa sih?! Gue ga punya banyak waktu untuk ladenin orang kayak lo," balas Javier ketus.

Anin terengah-engah dan mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Javier.

"Aku masih sayang kamu."

"Dan aku dijebak Gio agar mau melakukan hubungan diam-diam dengan dia. Jujur, aku masih cinta kamu dan rasa cinta aku gak akan pernah hilang buat kamu. Percaya sama aku!"

Javier tersenyum. "Oh ya?"

Anin mengangguk gembira. Sepertinya Javier akan menerima dirinya untuk saat ini.

"Aku sayang kamu, Jav."

"Sayangnya, aku ga sayang kamu, Nin."

-o0o-

13 September

Gimana-gimana?

Ada yang nungguin ga?

Satu kata buat Anin?

Buat Diaz?

Buat Javier?

Buat chapter ini?

Guys, bagi kalian yang mau gabung ke grup Gravity boleh banget DM aku di Wattpad / IG ya. (Lebeluvland)

Di grup sana bakal banyak info tentang update Gravity dan lain-lain. Oiya, thank u untuk 20K nya. 💖

GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang