Gravity - 34

5.9K 350 29
                                    

Alhamdulillah produktif juga.

"Kamu?!"

Javier nampak gemetar dengan tangan yang memegang gagang gelas, hancur sudah pertahanannya yang ia bangun selama hampir enam bulan ini. Berusaha baik-baik saja meski harus melukai hati.

"JANGAN SENTUH AKU!"

Ralinne berteriak kencang saat Javier mendekat ke arahnya dan hampir saja menubruk tubuhnya dengan pelukan hangat——Pelukan rindu.

Javier mengangkat tangannya, perlahan langkah demi langkah mundur menjauhi Ralinne.

"Aku perlu bicara sama kamu," gumam Javier.

Ralinne mengarahkan pandangannya ke Javier, "bicara apa? Gak ada yang perlu dibicarakan lagi," balas Ralinne dingin.

"Ada."

"Apa?"

"Bagaimana kabar anak kita?" ujar Javier menahan tangis.

Baru kali ini Javier menangisi hal yang di luar dugaannya, tadi, ia menahan tangis, sekarang air mata itu sudah leleh menghiasi kelopak matanya.

"Jawab, Ra!"

Melihat Ralinne yang diam tidak menjawab, membuat pertahanan Javier runtuh.

"Ra ...."

"Kamu gak perlu tahu soal anak itu, dia tanggung jawab saya. Kamu gak akan pernah bisa mengganggu gugat kami karena kamu tidak pernah bertanggung jawab sejak awal."

Javier menundukkan kepalanya.

"Dan kamu ... sebenarnya tidak pantas untuk menanyakan kabar anak saya karena kamu bukan ayahnya."

"Ingat, kamu bukan ayahnya."

"Terima kasih," ujar Ralinne setelah itu, muak melihat Javier yang menangis akhirnya Ralinne bangun dari brankar dan meninggalkan mantan Kakaknya di sana.

Namun sebelum meninggalkan ruangan tersebut, lengan Ralinne dicekal oleh Javier.

"Hidung kamu mimisan, ayo diobati."

Ralinne menautkan kedua alisnya. "Obati? Gak perlu, saya permisi."

"ARGHHHHH!"

Setelah Ralinne benar-benar keluar, pikiran Javier semakin kalut.

Anaknya.

"Ingat, kamu bukan ayahnya."

Javier memukul nakas di sebelah brankar, emosinya meluap begitu saja, untungnya ia tidak meluapkan di depan Ralinne.

Javier terduduk di lantai sembari menyugar rambut hitamnya frustasi, kata-kata yang diberikan Ralinne untuknya sangat berefek fatal. Apa ia salah? Bila salah tolong katakan secepatnya.

Bang, dipanggil Bu Dosen.

Disuruh ke ruangannya sekarang.

Mendapat pesan dari adik tingkatnya tadi, Javier segera bangkit dan menuju ruangan dosen yang memanggilnya.

--

Ralinne tidak kembali ke lapangan, ia lebih memilih memasuki toilet khusus perempuan dan menangis di dalam sana. Seharusnya tidak seperti ini kan? Seharusnya ia mengatakan yang sejujurnya pada Javier?

Namun, apalah dayanya yang lebih memilih ego ketimbang perasaan Javier. Tapi mendengar kisah dari Diaz, ada sedikit rasa muak pada Javier yang tidak peduli padanya.

Entahlah, Ralinne sudah lelah melewati ini semua. Rasa ingin lenyap dari kehidupan kejam ini membara, menghapus jejak air mata dan mengelapnya menggunakan air di westafel sana membuatnya kembali segar.

Setelah selesai, ia kembali ke lapangan untuk menghampiri Agatha dan mengajaknya kembali. Ia tahu ini salah, tapi rasa muaknya pada Javier sangat besar.

"Lah Lin, idung lo udah sembuh?!" tanya Agatha panik──Karena tadi gadis itu adalah orang pertama yang melihat kucuran darah dari hidung Ralinne.

"Berisik tau ga?"

Agatha menyengir khas.

"Hehe."

"Tha, pulang yuk," ucap Ralinne pada Agatha, gadis di depannya nampak bingung. Baru satu jam sampai di sini sudah tidak betah?

Astaga.

"Tha, plis."

"Ayo."

"Yeay!"

--

"Kenapa tidak bisa didrop out? Anak saya sudah berkuliah di sana. Seharusnya anak itu sudah tidak ada di tempat yang sama dengan anak saya."

"Mendrop out kan murid secerdas Javier sangat sulit, Pak. Kita sebagai pihak kampus pun sangat kewalahan dengan permintaan Bapak, dan untuk terakhir kalinya saya meminta maaf. Saya tidak bisa membantu Bapak lagi. Terima kasih."

"Arghh sial!"

--

11 Oktober 2020

guys, jangan lupa gabung ke grup Gravity yuk. Link sudah aku taruh di profil, nanti akan banyak info soal Gravity di sana 😊

Jangan lupa Bintang dan komentarnya ya ^^

Follow instagramku :

@lebeluvland

GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang