Gravity - 32

5.3K 334 8
                                    

Hallo, jangan lupa bintang dan komentarnya ya

Tidak terasa sudah enam bulan berlalu sejak luruhnya janin yang ia kandung, serta keputusannya untuk kuliah. Sudah tiba saatnya untuk bangkit dari keterpurukan, gadis dengan rambut sebahu itu membulatkan tekadnya untuk mendaftar di kampus yang sama dengan Javier.

Ada banyak poin yang harus dipertimbangkan Ralinne, pertama, ia akan sering berpapasan karena Ralinne mengambil jurusan yang sama dengan Javier. Kedua, tentu kegiatan yang lain mengikuti.

Terakhir, Ralinne akan sering berkomunikasi oleh Javier. Ralinne tidak takut bila harus bertatapan dengan Javier, justru pemuda yang telah mengobrak-abrik dunianya itu yang harus takut.

Atau bahkan hancur.

"Hari ini sudah mulai Ospek kan?"

Ralinne menelan roti tawarnya dan mengangguk menanggapi ucapan sang Papa.

"Semangat ya. Papa yakin Alin bisa!" Diaz mengusap kepala Ralinne sembari menaruh telur dadar di atas piring anak gadisnya.

"Makasih, Pa," ujar Ralinne sembari tersenyum untuk kedua kalinya.

Hari ini adalah hari pertama serangkaian kegiatan OSPEK di kampus sana, terhitung empat hari kegiatan full dan selebihnya mulai dilakukan kegiatan belajar mengajar.

Ralinne tentu menyambutnya dengan antusias, ia sangat bangga bisa meraih jurusan yang ia inginkan. Serta, melupakan rentetan peristiwa satu tahun lalu.

Hamil oleh Kakak sendiri.

Ah, tidak! Ia tidak hamil dengan Kakak sendiri. Javier bukanlah Kakak kandungnya.

"Nanti diantar Papa atau bawa mobil sendiri?"

"Mobil sendiri aja ya? Aku mau keliling Jakarta dulu sama Agatha," balas Ralinne. Omong-omong soal Agatha, tahun lalu gadis itu gagal mendapat beasiswa dan terpaksa menunda kuliahnya sampai tahun depan.

Dan akhirnya tahun ini, ia bisa mengenyam kursi pendidikan lagi.

"Agatha satu fakultas sama kamu?"

Ralinne mengangguk.

"Ya sudah, Papa berangkat ya."

"Kamu hati-hati, nanti jangan lupa kunci mobilnya lagi. Jangan langsung ditinggal!"

"Siap Pak Bos!"

--

"Gue kira selama satu tahun belakangan ini──lo gak tukar kabar sama gue, lo mati Lin."

"Heh mulutnya!"

"Ya kan gue kira bambang!"

"Tapi ya, itu lo ke mana dah?"

"Kepo lo."

"Oh lo gitu sama gue, oke deh." Agatha berpura-pura merajuk, gadis tersebut langsung membuang wajah ke jendela mobil.

"Aih."

"Kalau gua ceritain, lo siap dengar?"

"Siap lah bodoh! Kek sama siapa aja si!"

"Satu tahun yang lalu gue hamil," ucap jujur Ralinne, gadis tersebut tidak melirik Agatha sedikit pun. Ia tahu, Agatha akan sangat terkejut dengan pernyataannya barusan.

Respon yang diberikan Agatha sudah tergambar di otak Ralinne. Pasti gadis itu akan terkejut.

"LO GILA!"

"Ha-hamil sama siapa?" lanjut Agatha lirih.

"Kak Javier."

"HAH?!"

Agatha menutup mulutnya, ujung matanya nampak mengeluarkan air mata. Terkejut sekaligus sedih mendengar pernyataan dari Ralinne.

"Sekarang anak lo di mana?"

"Dia luruh enam bulan yang lalu."

Sekuat tenaga Ralinne menahan air matanya, tetap saja naluri seorang Ibu akan tersentuh bila membahas janinnya yang luruh saat berumur lima bulan.

Hampir menginjak enam bulan.

"Kenapa bisa?"

"Mungkin dia gak mau hidup sama gue yang urak-urakan begini. Lo tahu betapa rusaknya keluarga gue kan?"

Agatha mengangguk. Ia paham betul kerusakan keluarga Pradipta, ia tahu dari Alan.

"Lin, gue mau minta maaf sama lo. Selama lo mengalami keterpurukan, gue gak pernah ada di sebelah lo, gue minta maaf, Lin."

Ralinne mengangguk sebagai jawaban. "Lo gak perlu menyalahkan diri kayak gitu, Tha. Ini salah gue, seharusnya gue hubungi lo, bukan lo yang harus hubungi gue."

Agatha mendekat ke Ralinne dan memberikan pelukan hangat untuk Ralinne.

"Thank u."

--

9 Oktober 2020

Ingetin aku ya, kalau nanti malam harus update Gravity lagi.

Guys, jangan lupa baca ceritaku ya. Judulnya Dreaming.

❌Tandai bila ada typo❌

GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang