Gravity - 30

7.7K 398 17
                                    

Selamat membaca

Mereka benar-benar berkunjung ke Kafe Alan, setelah membayar pesanan mereka bersantai sejenak di sana. Alan memanggil Javier untuk berbincang sebentar, Javier menurut dan membuntuti Alan.

"Mau ngomong apa Lan?"

Alan menarik napasnya lelah, "kayaknya gue gak bisa bantu lo lagi, Vier."

Javier ternganga, ada apa dengan Alan?

"Kenapa?"

"Gue rasa hubungan lo dengan Ralinne cukup sampai di sini aja. Gue gak mau buat adik yang paling gue sayang itu terpuruk lagi, demi tuhan gue gak mau Vier." Alan bersumpah di depan Javier, Alan memang tahu soal kandungan Ralinne yang saat ini sudah tidak berwujud lagi.

Tapi Alan tidak akan memberi tahu pada Javier atas permintaan Ralinne. Ralinne bilang, ia akan semakin terpuruk bila Alan mengatakan yang sesungguhnya pada Javier.

Alan takut. Ia tidak mau adik kesayangannya jatuh untuk kedua kali. Cukup satu kali saja dan melukai semua.

"Kenapa lo ngomong gitu?"

Alan menarik napas lelahnya lagi. "Udah gue jelasin bukan? Untuk saat ini lebih baik lo fokus dengan kegiatan di kampus. Ralinne akan jadi tanggung jawab gue, gue ke depan dulu, ada banyak pelanggan yang nunggu gue," pamit Alan.

Setelah kepergian Alan, Javier terdiam sembari memikirkan ucapan yang keluar dari mulut Alan.

Apa Ralinne benar-benar melupakannya?

Ah, sepertinya memang ucapan Alan benar. Javier sudah tidak pantas melanjutkan hubungan ini──meskipun hubungan mereka sudah kandas sejak dirinya diusir dari rumah.

Javier bangun dan menghampiri kawan-kawannya. Wajah Ais tampak kebingungan, begitu pun dengan Faza dan Yuda.

"Abis ngobrolin apa sama Alan?" tanya Ais. Rasanya Javier ingin berbohong, namun Ais bisa membaca raut wajahnya dan berakhir ia ribut dengan Ais. Lebih baik jujur bila berhadapan dengan Ais.

"You know lah. Cabut yok, nanti gue ceritain," ajak Javier sembari meraih ransel hitamnya. Ais paham, dan langsung membuntuti Javier.

Ais melemparkan kode untuk Faza dan Yuda. Segera pemuda itu menyusul dan berjalan bersama.

"Pesen geprek dulu lah. Laper di asrama ga ada apa-apa," ucap Faza.

"Beli lah," jawab Ais.

"Beliin gue Za, nanti gue ganti," timpal Yuda.

"Kapan gantinya?"

"Kalau dah sukses."

[]

"Pa, tahun depan aku kuliah ya?"

Diaz berhenti menelan rotinya, anak gadisnya nampak muram. Diaz ingin menolak permintaan Ralinne, namun ia sadar betul bahwa penolakan akan membuat Ralinne semakin terpuruk.

"Alin mau kuliah di mana?"

"Di tempat Kak Javier kuliah," jawab Ralinne tanpa ada rasa bersalah sedetik pun.

Diaz yang mendengar nama Javier terselip di tengah-tengah kalimat yang keluar dari mulut Ralinne nampak geram. Namun kembali lagi ia meredam emosi tersebut, jangan sampai Ralinne sakit hati dengan ucapannya.

Ia tidak mau dan tidak akan pernah rela bila Ralinne disakiti.

"Gak ada tempat lain? Di tempat Kak Alan?"

Ralinne menggeleng. "Gak mau, aku mau di tempat Kak Javier aja. Jaraknya juga gak jauh dari sini, naik kereta juga sampai."

"Oke, kali ini Papa izinkan. Tahun depan kamu harus daftar," ucap final Diaz.

Ralinne mengangguk dan tersenyum. "Makasih Pa, aku ke belakang dulu."

Diaz mengangguk sebagai jawaban.

Setelah Ralinne pergi, Diaz mengeluarkan ponselnya dan menghubungi salah satu anak buahnya.

"Tahun depan Ralinne ingin kuliah di sana, tolong drop out-kan Javier, jangan sampai anak saya terluka lagi dengan kehadiran dia di sana."

"Mendropout-kan Javier sangat sulit. Ia berprestasi dan kampus tidak asal-asalan mendropout mahasiswanya."

"Saya gak mau tahu soal itu, saya cuma mau saat putri saya kuliah di sana, di kampus itu sudah tidak ada Javier."

--
01 Oktober 2020

Sebentar lagi menuju END, jangan lupa baca cerita aku di lapak sebelah ya. Yuk ramaikan.

Judulnya Dreaming.

Btw, maaf aku gak update lebih beberapa hari, soalnya ada kesibukan. Yang belum gabung ke grup Gravity, boleh banget gabung. Udah aku taruh link-nya di profil.

GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang