"JAVIER!"
Suara Alan terdengar sampai tempat parkir depan Kafe, Javier merasa terpanggil menolehkan kepalanya dan menghembuskan napas pelan.
"Kenapa?"
"Kalau gak ada niatan untuk membantu, gapapa. Gua ada kerjaan di kampus." Javier membuka pintu mobil bagian kemudinya. Pemuda itu hampir saja menutup pintu kalau saja Alan tak cepat bergerak.
"Tunggu."
"G-gue, mau bantu lo," ucap Alan sembari memegang lengan Javier.
Javier menaikkan kedua alisnya, "Lo serius?"
Alan mengangguk yakin.
"Ya, gua serius."
"Maaf Lan, gua ada jadwal ngampus hari ini, soal Ralinne bisa dibicarakan besok. Gue pamit," balas Javier yang membuat Alan naik pitam.
Bisa-bisanya seorang Javier Dylan Melviano menggantungnya. Niat baik kadang memiliki banyak hambatan, dan Alan benci itu.
"Yaudah, hati-hati," jawab Alan ketus. Ia bersedekap dada, menunjukkan betapa kesalnya ia terhadap seorang Javier.
"Oiya, gue minta nomor lo dong," ucap Javier mengeluarkan ponselnya dari saku.
"Bukannya lo dah punya nomor gue?"
"Nomor lo hilang, Bos. Hape gue kan ganti, hehe," balas Javier untuk kesekian kalinya membuat Alan kesal.
"Heleh,"
"Hape apa nih? Iphone?"
Javier mengangguk.
"Dibeliin siapa? Tante-tante?"
Javier memukul kepala Alan pelan. "Enak aja, gue beli pakai uang sendiri."
"Bagus deh. Gue kira lo beli di konter deket komplek." Alan memperhatikan ponsel Javier sembari menilai bodi langsing milik Javier.
"Gue gak semiskin itu kali."
"Iya deh iya. Lo kok kurusan si?"
"Penting banget nilai bodi gue?"
Alan mengangguk.
"Mata gue ga seger lagi liat bodi lu."
"Bego, tandanya lo normal!"
"He em, kemarin gue oleng terus kalo liat bodi lo."
"Gue si oh aja."
[]
"Ralinne, kamu ga rapihin rumah ya?!"
Ralinne menoleh ke belakang di mana ada sang Mama yang baru saja masuk ke dalam rumah bersama lelaki yang katanya kawan baik sang Mama.
"Mama ...."
"Jam segini belum rapih-rapih rumah juga?!"
Ralinne menunduk tak berani menatap sang Mama.
"Maaf, Ma."
"Kamu gak berguna!"
Ralinne mengangkat kepalanya saat sang Mama memberikan ultimatum padanya, seketika hati Ralinne berdenyut.
"Maaf, Ma."
"Cepet rapihin rumah, jangan minta maaf terus!"
"I-iya Ma."
[]
Anin
JavAnin
Aku tahu alasan kamu kenapa cuek sama aku.Anin
Kamu hamilin Ralinne?Javier tengah berbaring di atas ranjang besarnya, ia mengutuk sebuah pesan yang baru saja masuk dari Anin. Ingin membalas pesan Anin pun rasanya berat, Javier tahu ia salah dalam mengambil langkah.
Namun ia harus apa?
Anin pun sudah jarang memberikan kabar. Anin lebih sibuk dengan launching brand kosmetik milik keluarganya.
Javier memaklumi itu, namun rasa bersalah ada di hati Javier. Tak seharusnya kan Javier melakukan pengkhianatan ini?
Javier
Hah?Javier
Berita darimana?Javier mengutuk jarinya yang pengecut. Bukan kah ini yang terbaik? Menyembunyikan dari Anin.
"Maaf, Anin," lirih Javier.
Saat melihat jam yang menunjukkan pukul 10.00 pagi, Javier bangun dan berkemas untuk berangkat menuju kampus. Hari ini ia memiliki jadwal praktik di Rumah sakit milik dosen yang membimbingnya.
Meraih handuk di atas jemuran dan berjalan menuju kamar mandi, Javier hanya dapat menghela napas pelan.
Kapan penderitaannya berakhir?
Ditengah-tengah kalutnya pikiran Javier, sebuah pesan masuk ke dalam handphone milik Javier.
Alan mengirimi anda foto
Ralinne lagi rapih-rapih rumah
Sejenak, ia mengulum senyum. Ralinne-nya baik-baik saja. Semoga, Ralinne bahagia selalu.
[]
23 AGUSTUS 2020Jangan lupa Bintang dan komentarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravity
Teen Fiction"Kak, aku positif." Sekali pun kamu bertekuk lutut, sampai kapan pun aku akan menolak kehadiranmu. Ralinne benar-benar tidak menyangka bila peristiwa kelam satu malamnya berakhir seperti ini, Ralinne berusaha menguatkan diri dengan berbagai macam ca...