Gravity - 20

9.8K 527 9
                                    

HAI

JANGAN LUPA BINTANG DAN KOMENTAR-NYA YA, SUPAYA AKU MAKIN EFEKTIF DALAM UPDATE GRAVITY 😁😁

***

"Yaudah, kalau gitu kamu pergi dari sini! Kamu kembali pada orangtuamu, mereka gak akan pernah menerima anak haram macam kamu!"

"Sama seperti anakmu, anak haram!"

"CUKUP OMA!"

Javier mengerang kesal pada Oma Ria, sedari tadi wanita paruh baya itu menghina, mencaci, dan memakinya.

Ingin melawan pun sulit. Pasalnya, Javier adalah tipikal orang yang menjunjung tinggi rasa hormat pada orang yang lebih tua.

"Aku memang anak haram seperti apa yang oma katakan, tapi, anak aku yang sedang dikandung Ralinne bukanlah anak haram!"

"Cukup sialan!"

"KAMU TIDAK PERNAH TAHU DIRI SELAMA DI SINI! ANGKAT KAKIMU DARI SINI! CEPAT SIALAN!"

"Oke, terima kasih atas segala jasa yang oma berikan pada Javier. Javier pamit, jaga kesehatan, Oma harus lihat bahwa anak Javier adalah anak yang kuat."

-o0o-

"Gak kerasa jir, udah mau lima bulan aja."

Alan tengah bersama Ralinne di Kafe-nya, pagi tadi setelah Ralinne merapihkan rumah, Alan memboyong gadis berambut sebahu itu ke Kafe untuk bersantai sejenak.

"Iya, empat bulan satu minggu lagi lo bakal punya keponakan," jawab Ralinne sembari menyendok es krim dari dalam cup. Lalu gadis tersebut kembali fokus pada es krimnya ketimbang Alan yang sedari tadi mengoceh soal kandungan Ralinne.

"Lo ngerasa mual ga si, Lin? Pas awal-awal tekdung?"

Ralinne menggeleng. "Enggak pernah, paling pas gua cium bau parfum Papa. Keknya pen langsung muntah aja."

"Terus cara mengatasi rasa mualnya gimana? Pakai obat gitu? Atau apa?"

Ralinne terdiam sejenak, sendok Es krimnya pun ia taruh kembali ke dalam cup. Gadis berambut sebahu itu nampak mengingat sesuatu, seperti ada rasa mengganjal.

"Eh, gausah dijawab, skip skip."

"Apa ya, rasa mual gue hilang saat gue cium bau Kak Javier."

Alan yang sudah tak enak hati pada Ralinne sedari tadi pun membungkam mulutnya dengan kedua tangannya.

"Gausah lebay deh, Kak!"

"Enggak, seriusan itu?"

"Iya!"

"Anjrit banget ya si Javier. Udah bikin adek gua tekdung, tersiksa pula!" gumam Alan yang dapat Ralinne dengar samar-samar.

"Kenapa kak?" Ralinne mengeryit.

"Gak papa, dah yuk balik. Besok lo harus jemput Papa lo kan?"

"Oiya astaga! Aku lupa! Ayo kak, takut besok kesiangan."

-o0o-

Javier tengah kalut pada pikirannya, pemuda itu sedari tadi diam di dalam mobil yang arahnya tak tentu. Javier mengambil handphone yang berada di saku celananya.

"Gue numpang di rumah lo ya, Yo?"

Harapan terakhir yang Javier miliki hanya pada Gio, setelah Faza dan Yuda menolaknya dengan alasan ada masalah, Javier semakin yakin bahwa Gio akan menerimanya.

Namun, sampai saat ini belum ada balasan dari Gio untuknya. Javier mengirimi voice note pada Gio, dan berharap Gio dapat membalasnya.

Semakin larut malam, Javier pun sampai di rumah Gio. Namun sebelum masuk, dapat Javier lihat ada sepatu yang kelihatan tidak asing untuknya.

Kayak pernah lihat deh, tapi punya siapa?

Batin Javier. Memberanikan diri mengetuk pintu utama Gio dan melangkah lebih maju dapat Javier rasakan, setelah itu ia dapat melihat wajah Gio yang terkejut.

"L-lo? Ngapain ke sini malam-malam gini?"

Javier menggaruk tengkuknya. "Eh, anu Yo--"

"Sayang, siapa sih? Ayo lanjut lagi deh kalo itu tamu gak penting!"

DUAR!

Suara yang amat Javier kenali, suara milik Anin memanggil sayang pada Gio, astaga! Apa yang terjadi?

Wajah Gio yang awalnya sudah terkejut pun bertambah naik level, pemuda tersebut makin dibuat panik kala Anin mendekat sembari memeluknya manja. Ditambah lagi Anin hanya menggunakan kemeja kebesaran tanpa dalaman.

"Anin ... Gio ... Kalian?"

Javier sudah tak bisa bersantai lagi. Ia segera maju dan memberikan bogeman untuk Gio.

"JAVIER BERHENTI!"

Suara Anin terdengar lagi kala Javier memukul wajah Gio membabi buta, Anin yang memakai kemeja pun tak bisa banyak bergerak, apalagi ia tidak memakai dalam.

Segera Javier layangkan tatapan jijik pada Anin.

"Kamu benar-benar murahan, Nin. Mulai malam ini kita putus."

Javier meninggalkan rumah Gio, Anin menangis dan menyerukan nama Javier berkali-kali namun tak ia hiraukan. Javier benci pengkhianatan.

-o0o-

31 Agustus 2020

Happy 4K semuanya, terima kasih sudah membaca, jangan lupa Follow dan bintangnya ya. Serta komentarnya tidak lupa.

GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang