Mengawali berarti
Harus mengakhiri"KAKAK, baru pulang?"
Ralinne tengah berkutat pada makanannya di depan pantri, ia menoleh kala pintu utama terbuka dan Javier berjalan mendekat.
Javier menarik kursi di sebelah Ralinne. Gadis tersebut tengah memainkan ponsel sembari makan malam.
"Kamu masak apa?"
"Ini dari Alan, dia masak tumis kangkung. Kakak mau?" Javier menggeleng.
"Oh iya, di dalam rak ada ayam yang Kakak beli tadi. Kakak mau itu?" Ralinne bangun dan berjalan menuju rak di atas kompor.
"Gausah, gue mau tidur. Besok pagi tolong bangunin gue."
Ralinne menoleh dengan wajah kaku, Javier meninggalkannya dan wajah pemuda itu tampak murung.
Ada apa?
Ralinne kembali mengingat kejadian kemarin malam, seketika hatinya berdenyut. Javier berjalan meninggalkannya, tapi sebelum pemuda tersebut naik ke lantai dua, pemuda tersebut melepas sepatunya dan berjalan dilapisi kaus kaki hitam.
--
"Kamu jangan banyak begadang, Vir. Ingat kesehatan kamu, ada Adik kamu yang selalu membutuhkan kamu."
"Iya-iya, kamu udah makan?"
Javier tengah mengerjakan proposalnya, di depannya ada Anin tengah melipat pakaian di kost.
"Udah. Besok aku balik ke Bogor, gausah antar aku ya!"
"Iya bawel. Aku juga mau istirahat kali, pusing banget kepalaku sehabis dari Bandung."
"Hayo, kamu ngapain aja?"
"Ngapain ya? Tidur lah, kamu kira aku ngapain."
Javier menandatangani berkas di depannya. Itu adalah berkas event yang akan datang diselenggarakan di Kampusnya.
"Main gitu, biasanya sama Yuda kamu mabar game."
"Enggak. Yuda sibuk urusin logo toko pakaiannya. Aku sebagai sahabat yang baik membantu menata logo."
"Bagus dong, bermanfaat. Yaudah ya, udah malam nih, aku mau bobo. Selamat malam, Vier."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravity
Teen Fiction"Kak, aku positif." Sekali pun kamu bertekuk lutut, sampai kapan pun aku akan menolak kehadiranmu. Ralinne benar-benar tidak menyangka bila peristiwa kelam satu malamnya berakhir seperti ini, Ralinne berusaha menguatkan diri dengan berbagai macam ca...