Chapter 7 Terbiasa

12.9K 921 16
                                    

Tok tok tok

Suara ketukan pintu membuatku dengan terpaksa membuka mata. Kulirik jam dinding masih menunjukkan pukul 05.30 WIB. Ketukan itu sepertinya tidak ada niatan untuk berkurang, segera aku ambil kerudung

"Kenapa?" tanyaku dengan suara yang khas bangun tidur. Bagaimana tidak, akupun belum sempat untuk sekedar mencuci muka karena makhluk di hadapanku ini terus saja mengetuk pintu kamarku.

Lelaki dihadapanku ini memberikan senyum yang sangat manis dan membenarkan rambut halus ku yang keluar tanpa seizin ku. "Cuci muka gih, kita olahraga. Saya gak pernah liat kamu olahraga di sini."

Aku mendengus, apa katanya? Aku tidak pernah olahraga? Mengelilingi rumah ini saja sudah aku anggap seperti olahraga, sungguh... Rumah ini sangat luas, memerlukan setengah jam untuk mengelilingi rumah ini.

"Hey! Cepat!"

Memerintah lagi? Aku langsung menutup pintu dan segera berjalan ke wastafel, bawah mataku menghitam, wajar saja aku baru tidur sekitar tiga jam yang lalu karena menginput data anak-anak di rumah singgah dan menyiapkan proposal untuk pengajuan study tour di tempat aku bekerja.

Aku memakai kaos hitam sesikut dirangkap oleh jaket, udara di sini lumayan membuatku ingin berlama-lama rebahan di kasur. Kerudung bergo dan celana training yang tidka membentuk tubuhku pun sudah melekat.

Bisa dilihat, Daffa sudah menungguku di sofa keluarga, pagi ini ia memakai kaos oblong putih dan celana training navy.

Aku berjalan ke dapur mengisi tumblr dengan air mineral tidak lupa untuknya juga.

Kami berdua lari pagi bersama menuju taman komplek ini, ah lebih tepatnya dia saja, aku hanya jalan santai, tidak urung Daffa memelankan langkahnya untuk menungguku.

Sesampainya di taman, sudah lumayan banyak orang yang berolahraga dan beberapa pedagang di sini. Memang seperti komplek-komplek lain, di komplek ini pun akan ramai dengan pedagang jika hari weekend, maklumlah di sini mayoritas orangnya sibuk tapi selalu meluangkan waktu sekedar bertegur sapa di hari weekend ini.

"Nih," ucapku memberikan satu tumblr berisi air mineral kepadanya.

"Terimakasih." Dia pun meneguk air itu.

Pantas saja tubuhnya segar dan sehat terus, dia menyempatkan untuk olahraga tiga kali dalam seminggu. Hidup bersama dalam satu atap selama tiga bulan ini membuatku tahu bagaimana kebiasaan pria ini.

Setelah sedikit istirahat dan bertemu dengan beberapa orang, kami memutuskan untuk pulang. Daffa sudah janji untuk menengok kedua orang tuaku, maklum saja diriku dan dirinya akhir-akhir ini disibukan dengan kegiatan masing-masing.

Di rumah, aku langsung berjalan ke arah dapur menyiapkan sarapan yang rendah lemak tinggi protein pastinya, soal makanan, Daffa sangat over.

"Sarapan apa hari ini?" tanyanya yang baru saja masuk ke dalam rumah, setelah tadi ada yang mengajaknya ngobrol di depan gerbang.

"Stok makanan kita sudah hampir habis, aku bikin oatmeal saja, ya?"

Pria itu mengangguk. Sebenarnya aku sangat ingin nasi goreng, tapi pria itu pasti melarangnya dan akan menceramahiku habis-habisan.

Dua mangkuk oatmeal yang aku tambahkan beberapa potongan buah di atasnya dan segelas susu putih untuknya juga coklat panas untukku.

Kami memakan sarapan dengan suasana hening hanya ada suara dentingan sendok di sini.

"Hari ini kita jadi, kan?" tanyaku.

"Ya, kita berangkat sebentar lagi."

Aku mengangguk lalu setelah selesai sarapan, Daffa segera ke kamar mungkin untuk siap-siap. Sedangkan aku? Aku merapihkan meja makan dulu dan mencuci piring, aku bukan type orang yang bisa melihat barang-barang kotor sepertinya sama seperti dia karena selama di sini tidak pernah kulihat debu di sini.

Satu Shaf di Belakang Mu [Squel IUM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang