Part 37 Pandangan

11.7K 680 23
                                    

Daffa POV

Mendengar perkataan Kia barusan membuat saya seperti dihantam oleh beban yang sangat berat. Apakah benar selama ini dia hanya pura-pura? Tapi sorot matanya... Ah! Kenapa harus seperti ini?

Tangan ini meraup wajah frustasi dengan semua yang terjadi akhir-akhir ini, sepertinya Allah SWT sedang ingin melatih atau menguji kesabaran saya saat ini. Tapi, tolong lah saya tidak sesabar dan sebaik itu, saya hanya manusia biasa.

"Putra kecil kenapa?" gumam saya saat mendengar suara tangis malaikat kecil kami terdengar sampai kamar ini. Tidak biasanya, bukannya Kia tadi pamit untuk ke kamar bayi kecil itu?

Karena tangisnya tidak seperti biasanya, tangis itu seolah mengisyaratkan sesuatu tapi apa? Apa dia tahu apa yang dirasakan kedua orang tuanya?

Kaki saya melangkah keluar, mata yang tadinya tadinya lelah langsung terbelalak melihat seorang perempuan yang tergeletak di bawah tepat di antara jarak kamar kami dan Baby Putra dengan tangan yang berada di dadanya.

"KAMU KENAPA? ASTAGHFIRULLAH, inhaler kamu dimana?" Ah! Saking paniknya saya mengeluarkan suara yang lebih tinggi.

Bodoh! Mana bisa Kia membalas pertanyaan saya. Oke, saya harus mencarinya. Seluruh kamar saya obrak-abrik, sepertinya Kia lupa karena memang setelah melahirkan, asma nya tidak kambuh lagi.

Akhirnya, inhaler itu ada di selipan tas milik Kia. Cepat-cepat saya menghampiri perempuan yang saat ini sedang kesakitan dan setelah beberapa menit napasnya tidak ada perubahan.

Kia malah merintih kesakitan, inhaler yang tadi terus diberikan kepada Kia pun dibanting entah kemana. Kaki saya berlari mencari oksigen di lantai bawah, sengaja disediakan untuk persediaan.

Setelah benar-benar membawa oksigen itu, perlahan saya memasangkan selang oksigen dengan type nasal canul. Alhamdulillah perlahan napasnya membaik, saya sedikit membenarkan posisinya. Dan saat napasnya mulai kembali normal, saya menawarkan diri untuk memindahkannya. Tentunya ke kamar kami.

Suara tangis Baby Putra perlahan menghilang bahkan tidak terdengar saat saat menemukan perempuan yang sangat saya cintai ini terkapar di lantai, saat ini saya tahu apa yang membuat bayi lucu itu menangis, ia meminta pertolongan saya untuk mengobati Mama-nya. Ah anak itu, selalu saja ada tingkah yang membuat saya atau Kia tersenyum bangga.

Kia sudah berada di kamar, dan oksigennya pun masih terpasang di hidung mungilnya. Saya pun menyuruhnya untuk istirahat, dan saya izin untuk mengecek apa Baby Putra masih bangun atau sudah tertidur kembali.

Lagi-lagi bibir saya terangkat ke atas saat melihat malaikat kecil itu anteng dengan memainkan tangan mungilnya. Bahkan dia tersenyum dan bertepuk tangan saat melihat saya.

Gemas! Saya membawanya ke dekapan saya dan menghujami nya dengan ciuman membuatnya terpekik kesenangan.

"Mau ketemu Mama ya sayang?" tanya saya yang direspon dengan tepukan tangan.

Saat masuk ke kamar ternyata Kia belum tidur, dan melihat saya menggendong bayi kami dia langsung terbangun dari tidurnya.

"Gak papa, kan?" tanyanya khawatir.

Please, ini salah satu sifat yang sangat saya benci dari Kia. Dia selalu mengkhawatirkan orang lain sampai kesehatan dan keselamatannya terancam.

"Gak, kamu tidur cepat. Baby Putra biar saya yang jaga."

"Aku udah gak papa, kok."

Gak papa katanya? Wajahnya saja masih pucat sok-sokan gak papa. Ah Kia, kamu tuhh...

Satu Shaf di Belakang Mu [Squel IUM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang