Part 42 Gift

10.6K 646 8
                                    

Langkah pria yang masih menggunakan pakaian tadi siang semakin cepat, jam setengah dua belas Daffa baru saja sampai di rumahnya. Sepi dan hening, wajar karena ini hampir tengah malam.

Lelaki yang menyampingkan snelli nya di tangan kanan itu berjalan ke kamar putranya. Tidak ada siapa-siapa, baby Putra pun tidak ada di sana.

Segera Daffa berjalan ke arah kamarnya yang tidak jauh dari kamar putranya.

Seorang perempuan yang sudah mengenakan pakaian tidur merah muda dengan rambut digerai langsung menoleh.

"Loh, Kenapa?" tanyanya heran melihat suaminya yang nampak khawatir.

Daffa menghela napas lega melihat istri dan putranya baik+baik saja. Ia berjalan ke kamar mandi untuk mencuci tangan dan kakinya. Kia sembari menimang Baby Putra, matanya mengikuti arah suaminya.

Setelah membersihkan tangan dan kakinya, Daffa menghampiri istrinya. Kia mencium punggung tangan suaminya, dan Daffa mengucapkan salam.

"Mana handphone kamu?" tanya Daffa.

Kia menyatukan kedua alisnya. "Ada, kenapa?"

"Mana?"

Kia menidurkan baby Putra di box bayi yang tidak jauh dari ranjangnya, malam ini memang Baby Putra tidur di kamar orang tuanya karena Kia kira suaminya tidak akan pulang. Setelah menidurkan baby Putra, perempuan itu berjalan ke arah meja rias dan mengambil handphonenya.

Daffa menerima handphone yang diberikan istrinya, mata Daffa mengotak-atik handphone itu.

"Kamu ngapain aja seharian ini sampe gak bisa jawab pesan dari saya?"

Kia menepuk dahinya, sedari tadi memang handphone nya ia simpan di meja rias.

"Jawab, Kia."

Kia duduk di ranjang. "Maaf, aku lupa buat ngabarin kamu, lagian kalau aku ngabarin nanti ganggu kamu."

Daffa menghela napasnya, pikirannya sejak tadi didominasi oleh hal-hal buruk.

"Jangan seperti ini lagi, pesan saya tadi siang kabarin saya kapanpun. Tapi apa? Jangankan mengabarkan, menjawab pesan saya pun tidak."

Kia menunduk. "Ya maaf, aku gak akan ulangi lagi."

Daffa tersadar, ia terlalu keras tadi. Ia pun mengambil air putih yang berada di nakas ranjangnya dan meminumnya.

"Maaf, saya khawatir terjadi hal yang tidak-tidak kepada kamu dan Baby Putra, Ki."

Kia yang sejak tadi menggigit bibirnya pun menatap suaminya.

"Gak papa, aku yang salah juga. Aku gak akan ulangi, maafin aku ya?" ucap Kia sembari mengelus rambut halus di dahi Daffa.

Tangan Daffa mengelus puncak kepala Kia. "Maafin saya juga, Ki. Maaf sudah menyalahkan kamu dan maaf karena saya overprotec–"

Jari telunjuk Kia menyentuh bibir Daffa, seketika suaminya diam. Kia tersenyum. "Gak papa, wajar kok, aku aja yah selalu abai sama handphone."

Daffa merengkuh tubuh Kia dan memeluknya, salah satu obat mujarab ketika dirinya lelah dengan pekerjaan atau melakukan hal yang membuat fisik dan psikisnya bekerja berlebihan ya Kia dan Baby Putra.

"Cape banget ya?" tanya Kia saat dirinya masih dipelukan Daffa.

"Gak sih, cuma energi saya habis mikir yang enggak-enggak tentang kamu dan baby Putra."

Kia terkekeh, suaminya berpikiran apa sampai psikisnya sangat lelah.

"Udah makan?" Daffa menggeleng.

Satu Shaf di Belakang Mu [Squel IUM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang