Part 15 Harapan

11.9K 825 0
                                    

Kia semakin menenggelamkan kepalanya di dada bidang suaminya, rasa lelah, penat dan pusing perlahan menghilang.

"Jaga baik-baik. Apapun yang kamu minta akan saya turutin."

Kepala Kia langsung mendongak. "Apapun itu?"

Daffa mengangguk.

Kia mengetukkan jari telunjuk di dagu berulang kali. "Aku maunya kamu prioritas aku, selalu."

Daffa terdiam. Berulang kali ia coba tapi gagal.

"Gak bisa ya? Padahal aku gak nyuruh buat kamu jauhin alesha...." Nada suara Kia perlahan bergetar. "Tapi, yaudah deh gak papa." Kia kembali berpikir meninggalkan Daffa yang masih memikirkan keinginan terdalam istrinya.

Senyum di wajahnya kembali muncul. "Aku minta kamu gak beliin aku barang-barang branded lagi. Itu bisa, kan?"

Kia melihat suaminya yang tidak bergeming pun langsung melambaikan tangannya di mata elang Daffa karena tidak ada respon Kia menggoyangkan tubuh Daffa.

"Kenapa? Kepikiran ya? Maaf deh, aku bercanda," ucap Kia masih dengan nada riang.

"Permintaan kamu itu dari lubuk hati yang paling dalam, bukan?"

"Yang mana? Yang pertama atau kedua?"

"Emang kamu ngasih berapa permintaan tadi?"

Kia mendengus. "Makanya jangan kebanyakan mikir. Permintaan tadi lupain, aku mau kamu berhenti beliin aku barang branded lagi. Bisakan?"

Kedua sudut bibir Daffa terangkat ke atas. "Boleh tapi kalau sesekali gak papa, kan?"

"Gak! Lebih baik kamu tabung. Kehidupan kita masih panjang, Kak."

Daffa menghela napasnya. "Yaudah, Oke!"

Tangan Daffa kembali menarik Kia ke dalam pelukannya namun Kia menahan.

"Aku ngantuk," ucap Kia sembari menjauh.

Daffa tahu bukan hanya karena ngantuk tapi karena permintaan yang sangat Kia inginkan itu tidak terkabul. Ia tidak mau mengecewakan Kia untuk kesekian kalinya, ibu hamil tidak boleh stress bukan? Gak salah, kan?

Kia meninggalkan Daffa, ia menuju walk in closet, mengganti baju menjadi kaos rajut panjang dan celana kulot hitam, rambutnya ia cepol asal lalu berjalan menuju wastafel membasuh mukanya. Ini masih jam dua siang, jadi masih ada waktu sekitar satu jam untuk melepas penat bukan?

Keluar, Kia tidak melihat suaminya. Bahunya ia angkat, ia mencoba untuk tidak kepo, kakinya berjalan menuju kasur dan segera merebahkan tubuhnya. Tubuhnya akhir-akhir ini memang lemah, tak ayal juga ia tidak bisa mengerjakan laporan karena tidak konsentrasi, terkadang Kia pusing atau mual.

Malam tiba, Kia dan keluarga Daffa sedang melaksanakan salat maghrib berjama'ah dengan Daffa yang menjadi imam. Setelah salat selesai mereka hanyut dalam lantunan dzikir yang dilafazkan dengan sangat syahdu, mungkin hanya Nolla yang sesekali membuka matanya, mengecek semua anggota keluarga nya dan kembali menutup saat Mama-nya mengelus tangan kecilnya.

Daffa dan Fathir sedang mengobrol tentang bisnis, walau bagaimana pun semua bisnis Papa nya akan turun ke dirinya dan Nolla yang sedang fokus menonton film kartun kesukaannya, juga Annisa dan Kia yang sedang bergulat di dapur.

"Besok Mama take off jam berapa?" tanya Kia sembari mencuci sayuran yang telah ia potong-potong tadi.

"Jam sepuluh, sayang. Papa ada rapat jam dua soalnya, kenapa?"

"Ohh gitu, Hati-hati ya, Mah. InsyaAllah Kia izin sebentar buat antar Mama dan Papa juga Nolla."

"Makasih ya, sayang.... Sudah selalu ada buat putra Mama."

Satu Shaf di Belakang Mu [Squel IUM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang