Part 35

11.6K 743 70
                                    

Mobil Porsche yang dikendarai Daffa memasuki komplek rumahnya. Daffa masuk ke dalam, dan hening... Ia melihat arlojinya pantas sudah jam dua belas malam. Kaki lenjangnya melanjutkan langkah menuju kamar, menemui satu orang yang sempat ia lupakan siang tadi.

Hening.... Kosong....

Di kamarnya tidak ada siapa-siapa, Daffa pun berjalan ke kamar putranya. Dan hal yang sama ia dapati.

"Kemana mereka?" gumam Daffa.

Seperti ingat akan sesuatu, ia langsung membuka handphone yang berada di saku semenjak siang tadi.

Satu helaan napas ia hembuskan, sudah banyak notifikasi dari Kia. Tidak ingin berlama-lama, ia langsung menelpon istrinya.

Satu panggilan tidak ada jawaban

Daffa tidak menyerah, ia terus menelpon sampai sambungan itu terhubung.

Terdengar suara serak khas orang yang baru bangun tidur. Namun Daffa abaikan.

"Kamu dimana? Kok gak pulang?" Nada itu berkesan seperti orang yang khawatir.

"Jawab dulu pertanyaan aku, Kak. Kamu abis darimana? Sibuk banget ya? Salam aku belum dijawab juga."

Sepertinya istrinya sangat khawatir, terdengar dari suara dan pertanyaan beruntun yang Kia layangkan.

"Wa'alaikumsalam. Kamu dimana? Saya baru pulang malah kosong."

Terdengar suara lembut itu mengucap istighfar, sepertinya yang harus marah itu dia bukan Daffa, dari tadi panggilannya tidak diangkat dan satu pesannya pun belum ada yang ia baca.

'Maaf, aku di rumah umi. Tadi siang umi ke sini gak lama dari kamu berangkat. Dan karena kamu gak balas pesan aku, umi khawatir alhasil aku dipaksa untuk ikut dengan beliau. Tapi wajar kok, umi ibu aku.... Dia sangat mengkhawatirkan putrinya jika ada apa-apa. Suaminya malah pergi ntah kemana."

Daffa hanya bisa menghembuskan napas lelahnya, ia juga salah kenapa tadi siang tidak mengabari Kia bahwa ia harus ke rumah sakit mendadak.

"Maaf, tadi saya panik. Jadi kamu sekarang ada di rumah umi?"

'Pasti itu soal alesha ya?'

Bukan menjawab, Kia malah menebak alasan Daffa tadi siang.

"I-iya. Tapi bukan soal as–"

'Bukan alesha, tapi kak afham, kan?'

Lagi-lagi, Daffa dibuat kaget dengan penuturan istrinya.

'Kamu pasti heran, aku dapet informasi itu dari kak syasa. Untung aku kenal kak syasa istrinya kak fathan, jadi setidaknya aku memahami apa yang membuat suami aku lupa mengabari istrinya.'

"Ma–maaf, tapi yang hubungi saya bukan alesha, Ki. Haikal yang ngabarin dan minta untuk langsung ke sini."

'Gak papa, emang kayak gitu, kan? Sampai kapan pun, circle kehidupan kamu akan terus seputar alesha dan keluarganya.'

"Bukan kayak gitu, Ki dengar–"

'Udah jam setengah satu, Kak. Aku masih ngantuk, satu jam yang lalu baby putra baru aja bisa tidur. Aku tutup ya? Kamu jangan lupa istirahat, makan dulu kalau belum makan... Besok kamu harus balik lagi ke sana, kan?'

"Ki... Ah! Yaudah saya tutup... Kamu hati-hati di sana ya, Assalamu'alaikum."

Kia menjawab salam itu dan langsung menutupnya. Daffa meraup wajahnya, ia sangat lelah hari ini dan berharap ada tubuh Kia yang bisa ia peluk dan wajah Baby Putra sebagai penghilang rasa lelahnya. Namun bukan itu yang ia dapat, rasa lelahnya bertambah dengan rasa tidak enak. Saran Kia tidak diindahkan olehnya, Daffa langsung masuk ke kamar tanpa makan padahal terakhir makan tadi pagi sewaktu ia disuapi oleh istrinya.

Satu Shaf di Belakang Mu [Squel IUM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang