Part 29 Happiness

14.8K 875 22
                                    

Haiii assalamu'alaikum!!
MasyaAllah, kaliannn... Terharu akutuu 😭 jazakumullah atas support nyaa dan antusias nunggu cerita ambsurd akuuu 😍 pokoknya biglove lahh ❤❤

Pada baca jam berapa?

Happy Reading!!

®

Perlahan Daffa mulai melantunkan surat itu. Satu kali, Daffa menatap Kia, berharap keajaiban itu datang. Tapi sepertinya tidak. Ia kembali melantunkan sampai tiga kali, keajaiban itu belum hinggap, tapi entahlah kali ini ia ingin sekali membacakannya sekali lagi.

"Ki saya bacakan satu kali lagi ya... Saya masih berharap kamu membuka mata pas saya lagi bacain surat favorit kamu."

"Fabiayyi'aalaa'i robbikumma tukadzdzibaan." Entahlah dirinya sangat menginginkan melirik ke arah Kia.

Dannn..... Allah sepertinya sedang tidak berpihak padanya. Mata Kia masih tetap menutup, wajah putih Kia sekarang pucat, Daffa menatap Kia sendu. Entahlah, dirinya terlalu berharap kali ini Kia, istrinya kembali membuka mata. Hatinya begitu yakin akan hal itu.

Kali ini Daffa kembali melantunkan surat Ar-Rahman sampai selesai. Mushaf cream itu kembali di simpan di laci kedua dekat nakas Kia. Tangan Daffa kembali meraih tangan Kia, di dekatkannya ke kedua pipi Daffa, lagi-lagi ia ingin Kia kembali membelai pipinya... Sama seperti ketika ia pulang dengan wajah penat.

"Boleh, kan, Ki... Kali ini saya berandai kamu sedang mengelus pipi saya. Sama seperti dulu, kamu selalu ngusap pipi saya gini....," ucap Daffa sembari mempraktikkan nya. "Terus bilang... 'Bukan hidup kalau gak pernah rasain cape, kita hidup di dunia ya buat berjuang. Makanya cape' Ah! Kenapa sih harus selama ini, Ki?"

Hening... Hanya ada suara dari bed side monitor sebagai alat bantu Kia saat ini.

"Ini udah hari ke sepuluh, bayi kita ingin segera kamu gendong, tapi... Saya sangat bangga sama kamu, Ki. Walau gini, kamu tidak melupakan kewajiban kamu memberikan ASI kamu untuk bayi kita."

Ya, dari hari kedua, Kia memang sudah memproduksi ASI. Bahkan jika tidak di pompa, payudara Kia akan bengkak. Bukan Daffa yang memompa nya, melainkan bidan atau perawat yang bertugas saat itu, setelah dipompa barulah diberikan kepada Daffa untuk bayi mereka.

"Sayang...." Daffa membelai lembut kepala Kia. "Kapan waktu itu tiba? Bolehkah saya percepat?"

Hening... Daffa kembali mengajak ngobrol Kia, memberi stimulus kepada perempuan itu untuk segera bangun sampai suara deringan telpon dari Haikal yang memberi tahu bahwa ada pasiennya yang kritis dan dua jam lagi ada satu operasi yang dia tidak bisa handle.

"Ki... Haikal telpon saya, suruh saya ke rumah sakit. Saya udah minta tolong ica buat jagain kamu sebentar, boleh ya?"

"Okey! Lagi-lagi kamu diam, saya anggap kamu setuju. Kalau gitu saya ganti baju dulu ya, sambil nunggu ica dateng." Daffa mengakhiri perkataannya dengan satu kecupan di kening Kia.

Ia bersiap untuk ke rumah sakit, tidak banyak hanya mengganti kaosnya menjadi kemeja hitam dan sedikit merapikan penampilan nya. Tidak lama, Ica datang.

"Saya titip Kia sebentar, gak papa, kan? Saya gak ganggu kamu?"

"Gak kok, santai aja. Lagian kamu lupa, saya direktur, jam kerja saya tidak terikat," respon Ica sembari sedikit menyombongkan diri.

Satu Shaf di Belakang Mu [Squel IUM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang