Chapter 39

210 31 18
                                    

Suhu pagi yang begitu bersahabat. Sungguh berkebalikan karena Arin merasa menggigil akibat demamnya yang meningkat dan ketegangan yang tidak bisa ia redam. Ketenangan dan kesunyian malah membuat semuanya menjadi menakutkan baginya. Dan ia hanya bisa diam mengikuti. Tanpa tahu apa yang akan ia lakukan dan seberguna apa dirinya di sini.

Ia hanya diam berdiri agak ke belakang dari Jinhwan. Sementara Nagyung, ia telah membawa mereka ke sebuah pemakaman ketika mereka baru saja sampai di Oxford. Pemakaman yang tidak dikenali Arin. Suasana sunyi pemakaman terasa mencekam, tapi sedikit pun Arin tidak menemukan wajah gelisah atau pun cemas dari Nagyung. Nagyung hanya diam, berdiri menatap makam di hadapannya.

Setelah hiatus yang cukup lama dari waktu itu, Nagyung menolehkan wajahnya dan tersenyum ketika menemukan wajah kebingungan pada Arin.

"Aku hanya ingin mengunjungi makam yang tidak sempat kuhadiri." Ia berkata sambil kembali menunduk menatap makam itu. Menyorotkan tatapan sedih pada nisannya yang bertuliskan nama Oh Sehun, Detektif Polisi yang telah menyelamatkan mereka waktu itu.

"Orang-orang meninggal... entah itu karena kecelakaan atau pun sakit. Apakah Tuhan... melindungi mereka?"

Pertanyaan itu terasa mengambang di udara. Sebuah keraguan dari rasa takut. Dan Arin hanya bisa diam meskipun ia sudah mencoba berpikir keras untuk menanggapi pertanyaan itu. Sementara Jinhwan hanya diam seperti yang sudah ia lakukan beberapa waktu ini.

Nagyung kembali tersenyum. "Tidak apa-apa." Ujarnya dan ia benar-benar tidak meminta jawaban. Keraguan itu... biarlah dijawab oleh-Nya. tidak perlu dijawab oleh siapa pun. Cukup diri-Nya, kehadiran-Nya sebagai Tuhan, dapatkah kau ingkari?

Dia Ada meski kau takut mengakuinya karena dosa yang terkumpul dalam genggamanmu. Dia ada.

Dan semuanya bagaikan hembusan angin. Karena ketika Arin memejamkan mata untuk melindungi diri dari hembusan angin kasar itu, hanya sedetik saja, ketika ia membuka kembali matanya, pemakaman telah musnah. Tinggal kabut dan salju. Seharusnya tidak ada salju karena ini telah memasuki musim panas. Dan suhu dingin itu menggerogoti masuk ke dalam pakaian tipis mereka. mereka telah berada di tempat lain. Nagyung telah membawa mereka dalam sekejap mata.

"Aku sudah bisa melakukan hal ini." Nagyung tampak tidak percaya pada dirinya sendiri.

Di mana mereka berada sekarang, Arin mengenali tempat itu. meski seharusnya tidak berkabut dan bersalju seperti ini. samar-samar dari balik kabut pepohonan kering terlihat. Evandshara telah rusak. Semua keindahan itu lenyap.

"Kita sampai di sini." suara Nagyung membuat Arin dan Jinhwan menoleh. "Kita harus berpisah."

Tidak hanya Arin, Jinhwan juga terlihat kaget. "Apa maksudmu?" Jinhwan bertanya, tidak suka.

"Kalian sudah menemaniku sampai di sini. kita sudah mengikuti takdir yang baru. Dan tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada takdir baru ini kecuali Noah yang terpilih untuk mengetahui penyimpangan ramalan. Dan tentu saja, Dia."

Arin terlihat kaget mendengar hal itu. Apakah... Apakah Nagyung mengetahui penyimpangan ramalan itu?

"Keajaiban di Pulau Bangsa Elf Evandshara menipis. Keajaiban dari keindahan Evandshara adalah dikarenakan keberadaan bangsa Elf karena mereka adalah keajaiban itu sendiri. Jika mereka musnah, maka Evandshara hanya akan menjadi pulau biasa seperti yang ada di Bumi." Nagyung menjelaskan. "Pergilah dan temukan mereka."

Vigorous [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang